37

222 12 2
                                    

"Kamelia? Kok tahu saya di rumah sakit?" suara William sarat akan keterkejutan.

"Windy yang kasih tahu. Dia bilang kamu gak apa sih, tapi tetep aja I think I need to see you."

William hanya membalasnya dengan kekehan garing.

"Are you really ok? Aku denger kamu selamatin pacarmu? Kayaknya hidup kamu harus heroik banget, ya, buat selamatkan orang-orang?" Kamelia berkata dari intonasi khawatir hingga akhirnya terkekeh juga dari candaannya sendiri.

"Yeah, my lil girlfriend."

"Whoa!! Siapa nih cewek?"

"Ada deh."

"Lihatin ke aku."

William benar-benar terkekeh kali ini. "If you could help me hand my phone."

Ada jeda sebentar sebelum akhirnya wanita itu berusara. "Nih."

"Dia anaknya temen Mamaku. So pretty."

"I'm glad you finally found the one again. Cantikan siapa sama aku? Coba lih—" ucapannya mengambang tanpa ada apapun yang terdengar menginterupsinya. "William? Don't you say that—" ucapan wanita itu mengambang lagi tanpa arah.

"Kenapa?" tanya William. "Kenapa sih, Mel?"

"Jangan kamu pacari dia kalo kamu masih terbayang masa lalu."

"I moved on." Ucap William penuh penekanan dan penuh keyakinan.

Kamelia mendecik sinis. "Moved on ke cewek baru rasa cewek lama? Her smile is like Melody's. jangan pura-pura bego depan aku, Willy."

Diri Rina merasa kosong tiba-tiba. Hatinya terasa mencelos. Apa maksudnya barusan? siapa lagi Melody? Menahan rasa frustasi yang menjalar dalam kepalanya, Rina berusaha sabar untuk tidak ikut masuk ketika suasana di dalam ruangan itu masih saja hening.

"Did she?" hanya itu yang William katakan setelah jeda lama yang ia ambil. "Kamelia, I never meant to. Oh my God, I never realize that her smile really look alike Melody's." suara William terdengar frustasi.

"Jadi kamu mau bilang kalo tanpa sadar kamu pilih dia sebagai pengganti Melody, Wil? Aku minta kamu untuk move on dari masa lalu. Bukan move on dari cewekmu yang dulu dan cari penggantinya!"

Kewarasan Rina terasa terhisap seketika. Perlahan ia membiarkan pintu ruang rawat inap William tertutup tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Sekiranya ia harus menahan untuk berdiri disana lebih lama lagi, mungkin Rina akan berakhir menangis meraung-raung disana.

Sesegera mungkin Rina berusaha pergi dari situ dan memutuskan untuk pulang ke rumah. Siapa Kamelia? Siapa Melody? Pertama Kak Windy, lantas pula Kamelia, mereka sama-sama mengatakan bahwa William pernah menyalamatkan orang. Menyelamatkan siapa? Menyelamatkan dari apa? Ada apasih sebenarnya dengan William sebelum ini?

"Kak? Gimana tadi ke Rumah Sakitnya?"

"Gak jadi nemun Willy Ma, aku masih gak enak. Mungkin besok. Jangan bilang siapa-siapa tapi, Ma." Rina mengakhirinya dengan kekehan.

Tangan Mama Rina berhenti dari aktivitasnya yang sedang mencari sesuatu di kulkas. "Lha.. terus kamu kemana dari tadi?"

"Di Rumah Sakit. Diem aja di area lobby depan tapi. Bentar, Ma.. aku mau ganti baju dulu terus mau bikin sesuatu buat dibawa ke Rumah Sakit besok." Izin Rina lebih untuk agar tidak ditanya macam-macam lagi oleh Mamanya.

Alih-alih betulan berganti baju, Rina malah hanya duduk di pinggiran kasurnya lantas menatap kosong ke tembok di hadapannya. Rasanya sakit hati sekali, tapi Rina tahu betul jika kemarin-kemarin apa yang dilakukan William terhadapnya itu tulus. Tapi apakah ketulusan itu datang karena ada sesuatu pada Rina yang mengingatkannya pada Melody? Tapi semuanya terlalu tulus untuk Rina. Bahkan Rina merasa bahwa William tidak memperdulikan apapun selain membuat Rina bisa kembali stabil emosinya.

Pantaskah Rina marah pada William yang sudah banyak membantunya? Rina bisa kembali bahagia. Rina bisa selamat dan hanya mendapatkan lecet di beberapa titik juga masih beraktifitas seperti biasa. Sedangkan William terbaring di rumah sakit akibat keteledoran Rina yang tidak lihat kanan dan kiri saat menyebrang.

Beberapa kali Rina menarik dan membuang napasnya mencoba mengatur dirinya agar tidak terbawa emosi. Meski semuanya memang benar, Rina tahu bahwa William orang yang baik dan bukan intensinya untuk memanfaatkan Rina.

Memaksakan senyum, Rina lantas bangun dari duduknya untuk berganti baju dan berlalu ke dapur dimana Mamanya sedang masak untuk makan malam nanti.

"Ma, aku bikin lasagna kali ya buat besok?"

"Memang dibolehin makan yang lain, Kak?"

"Gak tahu sih, bawa aja deh. Masalah dimakan apa gak gimana nanti. Apa aku pesen aja besok ya?"

"Bikin aja, lah. Kalo beli mah dia sendiri juga bisa."

"Masak sendiri mah dia juga bisa."

"Ih ngeyel terus jadi anak, bilang aja kamu gak bisa. udah buruan ayo itu Mama punya pasta lasagna di buffet atas, kamu rebus dulu sana. Mama yang masak isiannya. Jadi besok pulang kamu sekolah, tinggal bake terus bawa."

"Ok." Jawab Rina sengaja dengan lantang.

Ya, terlalu banyak yang sudah William lakukan untuk Rina hingga saat ini. urusan lanjut atau tidaknya hubungan mereka, Rina merasa ia tidak perlu marah pada William. Mungkin saja memang William selama ini keliru dan baru menyadari apa yang tidak dia pikirkan.

Sesuai intruksi, tepat sepulang sekolah Rina lantas Menyusun pasta dan melapisinya dengan isian daging dan saus bachamel yang sudah Mamanya buat. Diatasnya Rina beri parutan cheddar dan mozzarella. Rina menyetel playlist lagunya setelah mengatur timer untuk satu jam kedepan.

Tadi pagi sebelum ke Sekolah, Rina sudah mengirim pesan kepada William bahwa hari ini ia akan menjenguk. Tanpa jeda waktu, William membalas dengan persetujuan dan pertanyaan kenapa bukan dari kemarin jenguknya. Rina tidak tahu untuk berkata apa-apa lagi selain bilang bahwa ia ingin membiarkan William istirahat dulu.

Meski sudah ditanam sebaik mungkin dalam mindset, tetap saja Rina masih susah untuk benar-benar menerima kenyataan dari apa yang ia dengar kemarin. Teman-temannya tentu belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rina hanya bilang hal yang sama seperti apa yang ia bilang pada Mamanya. Masih malu dan tidak enak untuk bertemu.

Hal pertama yang Rina lihat begitu membuka pintu ruang rawat inap William adalah senyuman milik cowok itu sendiri. Ruangan ini masih sama pekat aroma medisnya, tapi Rina sudah mulai terbiasa daripada pertama kali lusa kemarin dia datang ke rumah sakit ini.

"I miss you. Kamu gak apa-apa kan? Mana yang luka?" William bicara duluan.

Alih-alih Rina yang khawatir, justru William yang malah mengutarakannya duluan. Hati Rina mencelos lagi, ia makin bingung harus melihat William dengan cara seperti apa.

"Ini lecet aja dikit." Rina memperlihatkan siku dan lengannya. "Udah diobatin Mama kok. Maafin aku, ya, udah bikin kamu jadi ada disini. And thank you for saving me."

William tersenyum lagi. "That's not a big deal. Nanti lagi hati-hati, ya? Kalo kamu lagi gak sama aku gimana?"

Rina mengangguk. Lebih kepada tidak tahu harus bereaksi apa. Semuanya masih sama. William masih terasa tulus kepada Rina. Bahkan setelah apa yang menimpanya sekarang, William tidak menunjukkan keluhan apapun.


Terimakasih sudah vote🖤🖤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hold You CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang