Tiga Puluh Empat

359K 17.4K 2.2K
                                    

"Kalau mencintai rasanya menyenangkan, dicintai akan terasa lebih dari itu. Akan banyak kejadian di luar batas akal sehat yang terjadi saat kita benar-benar dicintai."

*

Masih dengan kimono handuknya, Letta mematung di depan lemari kayu besar. Membelakangi Kezia yang duduk di tepian ranjang dengan Majalah Cosmopolitan di pangkuannya.

"Bokap lo jadi ikut?" tanya Kezia. Matanya tak lepas menatap sebuah rubrik di majalah yang menampilkan gambar Chris Evans yang melihatnya saja cukup membuat Kezia kesulitan bernapas. Di gambar itu, satu tangannya seakan menarik bagian bawah helikopter, memperlihatkan otot-ototnya yang semakin menggiurkan yang Kezia yakini diambil dari salah satu adegan di film terbarunya. Huaaa! Harus nonton ini! pikirnya.

"Mudah-mudahan enggak ikut deh," kata Letta, menyadarkan Kezia dari imajinasi kotor di otaknya.

Letta menarik keluar high waist pendek berbahan wedges berwarna biru muda dan crop tee berwarna kuning berbahan chiffon tebal.

Kezia mendongak. "Cucok!"

Setelah keduanya siap, mereka bergegas turun. Di ruang tamu, Aldi dan Vino sudah menunggu mereka. Kedua cowok itu tampak mengagumkan walau hanya mengenakan pakaian sesederhana itu. Aldi dengan jaket parasut merah yang menutupi kaus putihnya, sedangkan Vino hanya mengenakan kaus hitam dan baseball cap hitam di kepalanya.

Senyum Letta pudar bergantikan pelototan tajam yang ditujukan pada Tommy yang kini duduk di atas sofa kulit hitam bersama kedua cowok tampan itu. Lelaki yang biasa mengenakan setelan jas dengan celana bahan longgar itu kini tampak seperti bunglon, berusaha beradaptasi, menyamakan gaya berpakaiannya dengan mengenakan kaus hitam dan bawahan celana jeans biru. Tidak biasa, sangat bukan Tommy yang dikenalnya.

"Daddy gahul 'kan, Let?" kata Tommy begitu Letta sampai di hadapannya. Tommy bangkit, lalu berputar memamerkan style terbarunya itu dengan cengiran khasnya yang memamerkan deretan gigi indahnya. Aldi dan Kezia tertawa tak bersuara, sedangkan Letta menggeleng mantap.

"Daddy apaan sih?! Pake kemeja aja!" protes gadis itu.

"Eit! Enak aja! Daddy 'kan jiwa mudanya masih menyalanyala. Masih pantes kali make beginian. Lagi pula susah tau dapetin baju kayak gini. Vino ampe harus nyuruh orang buat ke tokonya. Kata Vino ini tuh limited edition, Let. Cuma ada lima puluh pieces," balas Tommy seraya menunjuk-nunjuk kaus hitam bertuliskan Paradox yang melekat pada tubuhnya. Ya, Paradox. Nama distro yang dirintis oleh Vino baru-baru ini dan langsung booming karena hasil endorse beberapa seleb yang sering main ke club-nya dan dj-dj yang bekerja di sana.

"Bodo amat!" sergah Letta. Cewek itu melengos seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Biarin ajalah. Bokap lo ganteng kok make begituan," puji Vino.

Tommy mengacungkan kedua jempolnya ke arah Vino. "Ya udah, Om pesen selusin ya, Vin." Vino nyengir.

"Dasar penjilat!" ejek Letta.

Dengan langkah menghentak, Letta berjalan ke arah pintu. Lebih memilih masuk ke dalam mobil, mual mendengar obrolan puja memuja yang terus dilancarkan Vino ke Daddy-nya.

"Let, pakai mobil gue," seru Aldi saat tangan Letta baru ingin menarik gagang pintu Maybach hitam milik Tommy.

"Eh?" Gadis itu mengernyit. "Daddy gue sendiri dong?"

Aldi menggeleng. "Bareng Vino sama Kezia nanti."

Letta ber-oh-ria, menghampiri Aldi yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam mobil Audi putihnya.

I'm YoursWhere stories live. Discover now