[20]

119 17 0
                                    

Pagi ini Daffa berangkat ke sekolah bersama Sera, sebelum menuju ke sekolahnya ia menyempatkan waktu untuk mengantar adiknya ke sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolahnya.

"Belajar yang bener, kalau ada yang suka ngejek kamu atau apa-apain kamu, telfon Kakak aja" pesan Daffa lalu merapikan poni adiknya.

Sera mengangguk lalu mencium punggung tangan Kakaknya dan pergi berlari menuju gerbang. Kini Daffa yang harus buru-buru pergi ke sekolah. Terbilang terlalu pagi, Daffa turun dari mobil setelah selesai memarkirkan mobil dengan sempurna.

Disamping mobilnya terparkir sudah ada motor Haikal dan Prama terparkir. Harusnya parkiran motor dan mobil berbeda tempat, tapi siapa yang bisa melarang Haikal dan Prama? Keduanya cukup besar kepala.

"Wajah lo murung banget?" tanya Daffa saat melihat wajah Prama yang tak bersemangat sama sekali.

Prama menggeleng lalu berjalan mendahului Haikal dan Daffa. Sial, sikap Prama menjijikan. Bak perempuan yang sedang galau dan ditanyakan kenapa malah menggeleng dan pergi begitu saja.

"Kal, kenapa Prama?" tanya Daffa, yang benar saja sekarang dia sangat ingin tau.

"Dia putus sama Ika. Biasa lah, paling bentar lagi moodnya balik" jawab Haikal tenang.

.

Rara dan Virtha berjalan sepanjang koridor untuk menuju kelas Rara dan Virtha yang hanya berseblahan. Hari ini mereka belum bertemu dengan Fina, mungkin seperti yang lalu-lalu Fina sering terlambat jadi sudah dimaklumi.

"Hai" sapa Haikal tiba-tiba.

Rara menoleh ke Haikal dan melempar senyum lembut tercampur centil khasnya. Sedangkan Virtha disamping hampir muntah melihat tingkah Rara yang kelewatan centil.

"Boleh ngomong berdua?" ujar Haikal hati-hati. Ia kini tidak bersama Daffa, Daffa sudah berdiam diri dikelas malas gerak untuk keluyuran.

Rara mengangguk. Ia memberi kode pada Virtha untuk memaklumi dan Virtha hanya mengangguk lalu meninggalkan keduanya.

Bel masuk padahal sudah sedari tadi berbunyi. Tapi KBM sedari tadi pula belum dimulai. Halaman belakang yang jarang dikunjungi murid sekolahan menjadi tempat Haikal mengajak Rara.

"Ra, gue maunya ngomong sekarang. Tapi kalau lo mau di tempat yang romantis gue ngomongnya boleh aja. Tapi entar pas pulang sekolah, gimana? Lo pilih yang mana?" tanya Haikal. Ia sedikit gugup.

Rara terkekeh "Emang mau ngapain sih? Pake pilihan segala! Kok pake tempat romantis segala?"

Haikal ingin mati segera. Rara tidak peka atau bagaimana? Atau mungkin Haikal kurang mengerti memberi kode makanya Rara tidak peka sedikit pun.

Haikal menjadi murung "Ya nanti aja deh. Pulang sekolah aja, ya? Tunggu gue di parkiran" ujar Haikal.

Rara mengangguk "Oke! Gue ke kelas dulu" pamit Rara.

Haikal menahannya "Gue anter aja deh? Mau nggak?" tawar Haikal.

Rara menggeleng menolak. Haikal hari ini cukup aneh "Dih apaan coba? Nggak usah"

Setelah Rara melenggang pergi. Haikal mengumpat kesal. Sesulit inikah mengungkapkan perasaan pada perempuan? Kenapa Haikal yang begitu percaya diri dalam segala hal kini tak bernyali sama sekali.

DAFFINAWhere stories live. Discover now