LaQueen - 5

Mulai dari awal
                                    

Queen tidak ingin mengatakan bahwa Zurri yang menyebabkan ia seperti ini. Ia justru mengatakan pada Kenny bahwa Zurri yang menolongnya dan membawanya ke rumah sakit. Queen hanya tidak mau Zurri mendapat masalah dengan Kenny, mengingat bagaimana protektifnya Kenny terhadapnya.

"My baby!" Suara bariton seorang lelaki terdengar dari ambang pintu. Qui, Queen, dan Lynee menoleh cepat dan mendapati Kenny sudah berada di sana dengan jas dokternya. Segera kedua tangannya terentang untuk menyambut Qui ke dalam pelukannya.

"Daddy!" pekik Qui memeluk erat leher Kenny dan tak ingin melepaskanya. "Apakah daddy baik-baik saja?"

Kenny terkekeh dan melepaskan pelukannya sambil membelai wajah Qui. "Harusnya daddy yang bertanya apakah kamu baik-baik saja? Anak daddy yang hilang, hmm?"

Qui cemberut mendengar Kenny mengatakan bahwa ia anak yang hilang. Ia mencubit lengan Kenny pelan dengan tidak melepaskan senyum di bibirnya. "Aku bukan anak yang hilang, Dad. Karena rumahku berada di hati daddy dan Queen."

Kenny kembali terkekeh dan mengacak rambut putrinya itu. Mata birunya kemudian menatap Queen dengan penuh sayang. Ia dan Qui berjalan kembali ke sisi Queen.

"Sudah sehat, sugar?"

Queen mengangguk yakin. "Aku tidak perlu menginap di rumah sakit ini, 'kan?" tambah Queen dengan pandangan bertanya, menyiratkan perohonan agar ia tidak perlu berlama-lama di rumah sakit.

"Kamu bisa pulang nanti malam. Sayang sekali hari ini daddy ada jadwal operasi sehingga tidak bisa kembali bersamamu. Daddy sudah meminta tolong pada lelaki yang tadi mengantarmu. Dia temanmu, 'kan?"

Queen membelalakkan matanya. Menatap Qui dan Kenny bergantian. Ia sempat menangkap pandangan Qui yang tiba-tiba kosong. Tetapi cepat sekali Qui bisa menguasai dirinya lagi dan tersenyum penuh arti pada Queen. Queen mendesah dalam hati.  Merasakan getir dari pandangan Qui. Mereka adalah kembar identik, tentu Queen dapat merasakan sakit yang dirasakan Qui, begitu pula dengan Qui. Mereka seperti memiliki kontak batin walaupun kadang tidak berada di tempat yang sama.

"Aku bisa pulang sendiri, Dad. Aku sudah dewasa. Aku bisa menjaga diriku sendiri," tolak Queen dengan halus karena ia merasa tidak enak dengan Qui. Queen hanya bisa menebak bahwa Zurri adalah mantan kekasih Qui.

"Bisa menjaga dirimu sendiri? Kamu sudah berkali-kali mengatakan itu, sugar, dan hasilnya? Kamu tetap membuat jantung daddy-mu ini mau melompat dari tempatnya. Jangan membantah. Nanti lelaki itu akan kembali, tadi ia ijin untuk pergi sebentar," tegas Kenny. Meskipun nadanya begitu lembut, tetapi terdengar jelas bahwa perkataan itu tidak bisa dibantah lagi.

"Hmm... Queen maafkan aku tidak bisa mengantarmu. Aku... aku harus pergi sebentar lagi. Aku ada latihan untuk pertunjukanku."

Senyum samar terkembang dari bibir Queen. Saat mata hazel-nya akan menatap iris Qui, adiknya itu justru berusaha untuk menghindari tatapannya. Ada rasa bersalah yang menelusup ke dalam relung Queen. Jika memang Qui dan dosennya itu saling mengenal maka ia akan dengan senang hati mengalah dan menghindari Zurri. Lelaki itu terlalu mendominasi, membuat Queen takut tidak akan bisa lepas dari jerat pesonanya.

"Ah, maafkan aku Qui. Aku lupa bahwa minggu depan adalah pertunjukan besarmu." Queen pura-pura terkejut dan menutup bibirnya dengan satu telapak tangan. "Dad, ayolah aku mohon... ijinkan aku pulang sendiri. Atau aku bisa naik taxi. Aku ingin pergi ke boutique untuk membeli gaun yang akan aku kenakan untuk menonton pertunjukan Qui," rayu Queen untuk menghindari pertemuannya dengan Zurri.

"Tidak perlu mengkhawatirkan masalah itu, Queen. Daddy akan memesankan gaun dari paris untukmu tidak perlu mencari gaun di boutique."

Helaan napas berat terdengar dari bibir Queen. Ia tahu jika Kenny sudah berkehendak maka ia tidak bisa melawan lagi. Ia hanya berharap Qui tidak marah padanya jika ia pulang bersama Zurri nanti. Apalagi Qui telah memergoki dirinya berciuman dengan Zurri. Mengingat itu membuat kedua pipinya dipenuhi dengan rona merah.

"Daddy tentu akan memberikan yang terbaik untuk putri kesayangannya, Queen," timbal Qui dengan memaksakan sebuah senyum.

"Daddy akan memberikan yang terbaik untuk kalian berdua, karena kalian adalah kesayangan daddy." Kenny mencium kedua pipi Queen dan Qui bergantian. Membiarkan gelak tawa mereka terdengar memenuhi ruangan. Melupakan bahwa mereka kini sudah bertumbuh menjadi gadis yang dewasa. Karena terkadang momen ketika kebersamaan itu masih dalam rengkuhan akan menguar dengan deras kala pertemuan tak lagi mudah.

***

Langkah Qui yang terseret beradu dengan decit kursi roda pasien-pasien yang ada di rumah sakit ini. Ia sedikit oleng, rasa pening seakan menyergapnya dan memilin urat-urat syaraf di kepala. Membuat matanya kehilangan fokus. Bahkan untuk berjalan selangkah rasanya berat sekali. Qui mengutuki Lynee yang dengan seenaknya meninggalkannya pergi begitu saja karena harus mengurusi beberapa balerina lain yang sudah ada di gedung pertunjukan untuk berlatih.

Jika bukan karena Kenny yang menahannya, tentu Qui akan pergi sejak tadi meskipun ada rasa bersalah terhadap Queen karena ia tidak bisa lama melewati kebersamaan mereka. Tetapi Qui sudah berjanji ketika usai pertunjukan besarnya, ia akan mengambil cuti satu bulan penuh dan akan kembali ke apartemen Kenny dan Queen dan hidup bersama keluarganya sebelum ia kembali disibukkan oleh rutinitasnya.

Qui menatap gelap langit yang mulai meleburkan sinar matahari. Ia melihat jam tangannya dan berdecak sebal saat waktu seakan berjalan cepat. Jika tidak segera datang ke gedung pertunjukan tentu ia akan terlambat. Tetapi rasa pening ini tidak ingin berkompromi. Sakitnya semakin menjadi. Terlebih saat otaknya kembali memutar kenangan-kenangan yang terjadi empat tahun lalu. Walau samar, itu cukup menghujam bagai belati dan menguarkan darah di hatinya.

Ia benar-benar harus meninggalkan rumah sakit ini. Sebelum matanya kembali menangkap sosok lelaki itu. Ia sebisa mungkin harus menghindar. Qui mencari tiang untuk menopang dirinya yang tiba-tiba dilanda rasa mual dan membuat langkahnya seperti orang mabuk. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Ia benci berada di situasi seperti ini!

"Hhmmpptt!!!" teriak Qui tertahan saat merasakan seseorang ada di belakangnya. Memeluknya dari belakang sambil membekap bibirnya.

Qui mencoba meronta, sayangnya, tiba-tiba rumah sakit ini menjadi sepi dan sangat mengerikan. Pasien yang lalu lalang seolah hilang ditelan gelap yang mulai merayap. Tubuh itu tinggi, Qui bisa merasakan hembusan napas lelaki itu di lehernya. Kedua lengan kokoh itu pada akhirnya memaksa untuk membopong Qui. Qui membelalak saat mengetahui siapa yang dengan paksa berani menggendongnya.

Lelaki itu melepaskan bekapan  mulutnya, namun lidah Qui sudah terlalu kelu untuk sekedar berteriak. Suaranya telah tertahan di tenggorokan. Lelaki itu membawa Qui masuk ke dalam mobilnya. Dan dengan cepat ia mengunci pintu mobil. Menutup akses Qui untuk bisa melarikan diri.

"K-k-kamu!" pekik Qui dengan marah kepada lelaki yang kini hanya tersenyum sinis menatapnya dengan raut kemenangan.

Ia kemudian menyalakan mesin mobil dan fokus pada kemudi. Qui hanya bisa pasrah dan memasang sabuk pengaman. Membiarkan lelaki ini membawanya entah kemana. Ia lelah dan ia merasa sangat pening. Ia butuh untuk tidur. Sepanjang perjalanan, Qui hanya mampu terdiam. Karena lelaki itu sama sekali tidak membuka kata.

Qui menatap lampu-lampu kota yang mulai pijar menyerang menjadi terang malam. Membiarkan pandangannya terlena dengan pemandangan keramaian kota Moskow. Hingga kedua kelopak matanya merayap turun, mendatangkan gelap yang membawanya terputus dengan dunia hanya untuk sesaat.

"S-sea...," igaunya pelan sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

TBC

Nah loh... tebak siapa yang mau culik Qui?

Next part besok yaa... janji... wkwkwk...

Maaf kalau lama update... maklumi kesibukan di dunia nyata... :')

Jangan lupa votement yaa...

Peluk Cium, LupitAra :*

LaQueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang