Chapter 35

2.7K 107 11
                                    


Mereka bercerita padaku tentang semua hal yang terjadi selama ini, selama aku tidak ikut reuni. Dan aku terpaksa mendengar pengalaman pacaran mereka yang menurutku agak... ugh, aku tidak bisa mendeskripsikannya. Nesya bercerita tentang bagaimana hatinya bisa berlabuh pada Ilham. Dan begitu juga sebaliknya. Aku tidak tahu harus menyebut mereka pasangan serasi atau tidak.

Tak jarang juga mereka membicarakan Fadhil. Katanya, cowok itu sangat berjasa dan baik pada mereka. Karena Fadhil, aku mau datang. Padahal alasan utamaku datang bukan karena cowok itu, tapi karena sahabatku. Ah ya, sedari tadi aku masih belum melihat batang hidung cowok itu. Apa mungkin aku saja yang tidak menyadari kehadirannya?

" Eh, gue mau ke temen-temen gue dulu ya! Bye " itu suara Ilham. Lalu dia menghilang dari hadapanku dan Nesya dalam sekejap. Nah, gini kan baru enak. Aku ingin kebersamaanku dengan Nesya saja, tanpa si provokator bernama Ilham itu.

" Nes "

" Sel "

Kami berbarengan memanggil nama satu sama lain. Oke, sekarang situasinya jadi agak canggung.

" Kamu duluan deh "

" Gapapa, lo yang duluan " dia mempersilahkanku untuk bicara duluan padanya. Yang ingin kukatakan padanya memang lumayan penting dan daritadi aku nggak tahan mau bahas ini sedari tadi.

" Kamu punya sodara sepupu namanya Kaira? "

" Lo kenal Kaira? "

" Iya, dia temen satu jurusanku "

" Wah, tu anak susah diatur ngga? Nyusahin ngga? Banyak ngomong? " mendengar pertanyaan Nesya sontak membuatku tertawa. Sepertinya Nesya lebih tahu sifat asli Kaira dibanding aku.

" Ya begitulah "

" Dunia itu sempit ya? Lo bisa kenal Kaira, yang notabene adalah sodara gue "

Aku menganggukan kepala sebagai tanda mengiyakan. Aku sudah sadar sejak lama kalau dunia itu sempit, terlalu sempit sampai-sampai aku harus berurusan dengan orang yang sama. Fadhil misalnya. Aneh juga, bagaimana dia bisa pindah kuliah padahal dulunya dia di Columbia University? Bukannya universitas itu jauh lebih baik kualitasnya dibanding perguruan tinggi manapun di Indonesia? Ah, Fadhil terlalu unpredictable.

" Nes, aku heran. Masa Fadhil pindah tempat kuliah ke sini padahal di luar negeri sana udah bagus. Dan dia berubah banget. Aku sampe ngga yakin kalo itu emang Fadhil " aku menceritakan keherananku pada gadis itu. Sementara Nesya hanya diam. Dia menatapku berkabut.

" Sel- "

" Satu lagi! Kamu harus tau ini. Masa dia bikin candaan yang bener-bener konyol dan murahan. Dia... nyatain perasaannya padaku- kayak nyatain gitu, tapi mana mungkin aku bisa ditipu? Aku tau dia cuma bercanda, jadi aku ketawain aja. Ya ampun, itu cowok gabisa ditebak maunya apa " curhatku panjang lebar sambil sesekali terkekeh.

   Tiba-tiba keheningan menyelimuti gadis di hadapanku itu. Ada jeda enam-tujuh detik untuknya sebelum jiwanya tersedot kembali ke dunia nyata. Kadang dia melirik ke sekitarnya dan menghela napas berat. Sangat berat sehingga mendengarkannya saja membuatku mengernyit. Ia pun memijit pelipisnya pelan sambil memandangku cemas. Aih? Emang ada yang salah?

" Emang kenapa dia bisa ngomong gitu ke lo? Lo bilang apa ama dia sebelumnya? "

" Oh... aku bilang kalo cewek itu punya perasaan sama kamu, dia bakal diem atau salah tingkah pas kamu nyatain perasaan. Tapi kalo dia nanggepinnya bercanda, berarti dia ngga ada perasaan sedikitpun sama kamu. Ya begitula- "

" Bodoh! "

" Hah?! "

" Lo bodoh, Sel. Gue ngga nyangka lo ga sepeka cewek-cewek laen " Nesya menatapku semakin khawatir. Dari tatapan matanya, ia seperti menyembunyikan sesuatu. Jelas sekali, karena dia sedang ragu. Ah, ternyata Nesya masih sama seperti dulu. Dia masih bisa kutebak dengan gampang.

Waiting ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang