Chapter 32

1.7K 95 4
                                    


Flashback

Aku sedang bersembunyi di balik semak-semak dekat parkiran sekolah dan mendengarkan percakapan dua orang yang sangat kusayangi. Air mukaku menegang dan hatiku rasanya seperti ditusuk-tusuk oleh jarum saat itu. Aku sedih dan merasa dikhianati karena...

" Gue cinta sama lo! " itulah pengakuan cinta dari seorang Anesya Widianti terhadap Fadhil Abrisam Badhrika. Mendengarnya saja membuatku menahan napas dan terkejut setengah mati. Dia- tidak pernah bercerita tentang perasaannya pada Fadhil. Padahal dia bisa berterus terang padaku karena tidak ada yang bisa melarang seseorang untuk jatuh cinta pada siapa, bukan?

Dan aku merasa kalau Nesya tidak cukup mempercayaiku sebagai sahabat. Disitulah aku merasa sakit dan terluka. Apalagi aku ingat kalau dia sendiri bilang seharusnya laki-lakilah yang nembak duluan, jangan perempuan. Supaya bisa jual mahal, tapi kenyataannya? Dia yang nembak duluan, ke cowok gebetanku, dan melakukannya dibelakangku. Tanpa aku tahu sedikitpun.

Pantas gadis itu akrab dengan Fadhil belakangan ini. Dia sangat dekat dengan cowok itu, dan aku hanya menganggapnya wajar karena Nesya berpartisipasi dalam pensi sekolah, begitu juga Fadhil. Itu hanya angin lalu, pikirku. Tapi aku tidak tahu kenyataan dibalik semua itu. Aku tidak tahu niat Nesya yang sebenarnya untuk berada di dekat Fadhil.

" Kenapa? " tanya Fadhil dengan raut wajah bingung.

" Gatau kenapa... gue tiba-tiba aja suka. Cinta ngga perlu alasan kan? " balas Nesya sambil tersenyum manis.

Aku tidak mau mendengarnya lagi. Dan aku sudah pesimis dengan jawaban Fadhil. Lagian, kedekatan mereka sudah sangat jelas dan pasti setiap orang yang melihatnya akan berpikir kalau mereka udah pacaran. Itu wajar, dan lebih wajar lagi kalau Fadhil juga suka sama Nesya. Terlebih karena Nesya itu cantik dan perilakunya baik.

Aku hendak pergi dari tempat persembunyianku tapi jawaban Fadhil menahanku.

" Haha... yah- gue ngga percaya itu. Tapi gue ngehargain perasaan lo. Gue ngga nyangka bakal ada yang suka gue. Padahal aslinya gue orangnya dingin dan nyebelin. Seandainya aja lo tau gue pas SD, lo ngga bakal kenal gue sebagai orang yang baik dan ramah. Dan mungkin lo bakal mikir tujuh kali buat jatuh cinta sama gue " perkataan Fadhil membuatku bernapas tersendat-sendat.

Fadhil nolak?

Kok bisa?

" Fadhil... maksud lo- "

" Gue mau pulang, Nes. Oh ya, gue mau ngomong sesuatu ke elo sebelumnya. Yang tadi gue bilang, bukan berarti gue nolak ataupun nerima. Tapi gue ngga bisa bilang kalo gue bakal ngebalas perasaan lo, makanya gue ngomong gitu. Dan, gue udah terlanjur nganggep lo sebagai temen deket atau sahabat. Gue mikir itu udah cukup buat lo. Maafin gue ya? Gue ngga bisa nganggep lo lebih dari itu "

" G-gue ngga ngerasa cukup, Fadh " gumam Nesya dengan nada suara bergetar, seperti hendak menangis. Fadhil pun pergi dari tempat itu sementara Nesya masih berdiri mematung dengan tatapan kosong ke aspal.

Kejadian itu terus terngiang-ngiang dalam benakku. Tapi bodohnya, aku membiarkan itu berlalu. Aku berpura-pura tidak tahu tentang kejadian itu. Karena aku ingin mendengar pengakuan dari mulut Nesya sendiri. Jika dia memang sahabatku, dia pasti akan menceritakannya, dan aku akan memakluminya. Tapi aku harus menelan pil pahit karena Nesya tidak kunjung bercerita. Dan aku baru sadar, semua senyum dan tawanya dihadapanku sejatinya adalah topeng tebalnya.

Hingga suatu saat-

" Nesya, kenapa kamu ngga mau jujur sama aku? " aku mendatangi Nesya yang dibalut kebaya putih bersihnya karena ini adalah hari yang sangat penting bagi kami para anak kelas 9. Ini adalah acara kelulusan. Dan aku ingin meminta jawabannya saat ini.

Waiting ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang