Chapter 27

2K 113 7
                                    


Hai kalian! Aku cuma mau ngasih tau aja, chapter ini akan 'lumayan' panjang, 2766 kata! Jadi siap-siap aja bawa kantong plastik buat muntah. Huehehe, happy reading!^-^

Typo & salah kata = Sorry

.HaveFun.

P-

***

You can cry and give up, or make the sadness blow into your heart.

But when you fall so deep, there is no way to return anymore.

***

Aku mendesah berat kemudian meneguk air mineral yang sisa beberapa mili lagi. Sambil duduk sendiri di bangku taman kampusku dan menatap kosong ke arah tanaman kaktus yang tumbuh tegak tak jauh di hadapanku. Kaktus dengan duri-duri yang aku yakin jika jariku menyentuhnya, maka akan terluka dan berdarah. Tapi itu tidak seberapa dengan rasa sakit yang dirasakan oleh hati malangku.

Memang malang. Kenapa aku merasa semua ini salahku? Semua masalah ini, seakan aku adalah penyebabnya. Tapi demi apapun, apa salahku?! Kenapa aku tidak pernah bisa merasa bahagia lagi? Oh, aku ini pembawa sial.

" Apa salahku coba? " oke, kalian boleh menganggapku gila. Kini aku berani mengajak ngobrol si tumbuhan kaktus yang masih bungkam di depanku. Seandainya tanaman bisa bicara ya?

Rumput yang bergoyang aja bisa bicara!

" Apa yang harus kulakukan? Mereka mengancamku dan menyuruhku untuk datang hari ini. Habislah aku! Aku nggak mungkin menghubungi polisi, nanti mereka akan membunuh cowok itu. Dasar penjahat licik! " gerutuku, lagi-lagi pada si kaktus tak berdosa. Si kaktus- alias tuan kaktus, tetap diam dan tidak menanggapi celotehanku tadi. Dalam khayalanku, si tuan kaktus seakan mengejekku dan mengatakan " Tamat riwayatmu, Essel! ".

Alhasil, aku menggeram dan menendang kaktus itu dengan kaki kiriku. Dan disaat yang sama, aku meringis karena menyadari dua hal. Pertama, kaktus itu berduri dan keras, jadi percuma menendangnya karena malah akulah yang merasa sakit. Kedua, aku seharusnya nendang pake kaki kanan! Tahu kenapa? Karena kaki kirikulah yang sedang bermasalah. Demi apapun, aku bisa karatan kalau disuruh nunggu sampai beberapa bulan supaya tulang kakiku bisa balik ke posisi semula.

" Liat aja nanti, aku ngga selemah yang mereka kira! Kalo mereka pengen kematianku, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kecuali kalo emang masa hidupku udah ditakdirkan sampai hari ini aja " cerocosku sinis.

" Mereka siapa? "

" Para penjahat menyebalkan itu, siapa lagi " desisku lalu meneguk beberapa tetes terakhir air mineralku dan melemparnya ke tong sampah. Mendadak tubuhku kaku. Sulit rasanya untuk bergerak dan sekedar melihat kiri-kanan. Itu... suara siapa tadi? Tidak mungkin kan si tuan kaktus dengan ajaibnya bisa bicara? Atau mungkin itu cuma halusinasiku saja? Ah, sial. Semakin lama aku semakin gila.

" Whats wrong with you, Essel? " suara itu lagi. Kali ini aku bisa menebak darimana asalnya. Dengan sigap, kutolehkan kepala dan sorot mataku mendingin. Walaupun aku kaget luar biasa karena si pemilik suara itu muncul begitu saja, aku tetap harus mempertahankan sikap dinginku.

" Nyebelin kamu, Fadh... " gerutuku judes lalu kembali memandang ke arah si tuan kaktus. Ya ampun, hari ini memang sial bagiku. Kalau sampai Fadhil tahu tentang masalahku dengan para penjahat itu, dia juga bisa dalam bahaya.

" Jangan ngalihin pembicaraan! " tegasnya dan mengambil posisi duduk di hadapanku.

Deg deg

Sialan dia! Kenapa jantungku nggak pernah bisa nurut kalau Fadhil sedang berada di dekatku?

" I'm fine, okay?! Hari ini aku cuma rada gila. Jadi abaikan aja omongan gajeku yang kamu denger tadi. Nggak ada yang penting " gumamku frustasi. Lalu aku memijit pelipisku, merasa pusing dengan situasi ini.

Waiting ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang