Chapter 3

4K 194 0
                                    


Flashback

Nesya yang sedang berbicara mengenai gebetannya itu benar-benar membuatku ingin tahu. Apalagi, Nesya mengatakan bahwa dia sudah mulai bisa move on dari doi-nya. Betapa irinya aku pada Nesya. Seandainya aku bisa begitu. Seandainya mengatakannya itu semudah kita merealisasikannya. Ternyata tidak. Aku tetap tidak bisa.

" Gue udah move on dong, Sel. Seneng banget gue " ujarnya riang. Ingin sekali aku menemukan sebuah kesedihan di kedua bola matanya itu. Tapi hasilnya nihil. Dia benar-benar telah melepaskan cintanya. Hingga hal seperti ini membuatku heran sendiri.

Apa cinta semudah itu? Kau bisa mencintai lalu melepaskan cinta? Apakah cinta tidak serumit yang kubayangkan? Tapi kenapa? Kenapa hanya aku yang menjalani cinta dengan sepenuh hati? Kenapa aku telah memberikan seluruh nafasku pada seorang lelaki yang belum tentu memiliki perasaan yang sama denganku?

" Aku juga udah move on, tos dulu dong! " seruku bahagia sambil berusaha menutupi kebohonganku. Rasanya sesak sekali.

" Jangan muna lo ya... gue sebagai sahabat lo tuh tau banget kalo lo mustahil move on dari Fadhil! " desis Nesya sambil nyengir kuda. Aku pun cemberut dengan raut wajah mengeruh. Aku tidak suka ini. Aku tidak suka fakta bahwa aku tidak bisa move on! Masa sih dari sekian banyaknya cowok didunia ini, aku harus menaruh hati pada seorang Fadhil? Dan astaga, aku sama sekali tidak bisa move on darinya! Parah banget kan?

Duniaku seakan ada padanya dan semua terasa berputar disekelilingnya. Hanya dia, bagaikan pusat dari segalanya. Segala yang kumiliki. Dan aku benci hal ini. Kadang aku suka berharap bahwa aku ditakdirkan menjadi seorang playgirl. Sayang sekali, aku ini tipe cewek yang setia. Saking setianya, aku bahkan tidak bisa move on. Menyedihkan.

" Kenapa aku ngga bisa move on dari dia? " tanyaku polos. Nesya pun tampak berpikir sebentar.

" Mungkin... lo-nya ngga punya niat besar buat move on atau... dia emang udah ditakdirkan jadi jodoh lo " begitulah jawaban ngawur yang amat membuatku ingin tertawa renyah. Niat yang kurang besar ya? Atau takdir tentang jodoh? Mana mungkin!

" Hei, kamu kira aku tokoh novel gitu? Yang dengan entengnya percaya tentang takdir? Sorry ya, aku ngga segitu gampangnya buat ditipu! " jawabku mantap. Nesya pun berdecak sambil menggelengkan kepalanya.

" Lo tuh ngga ngerti sih. Dasar bocah polos! Makanya sering-sering lo baca buku tentang takdir. Biar pinteran dikit! " jawab Nesya dengan pandangan mata ke arah lapangan basket.

" Percuma, aku ngga butuh referensi bacaan, Nes. Aku cuma butuh bukti nyata " ujarku menuntut. Sementara itu, Nesya masih saja memandang ke arah lapangan. Aku pun mengikuti arah pandangannya lalu kudapati sesosok adik kelas yang menjadi mantan gebetannya Nesya. Dari tatapannya, aku kurang yakin bahwa Nesya telah sepenuhnya move on dari cowok itu.

" Sebenernya gue naksir cowok lain " gumam Nesya sambil melamun.

Eh?

End Flashback.

***

Kubeli sebungkus nasi goreng di kantin untuk menghilangkan rasa laparku. Dengan santai, aku menduduki sebuah bangku besi yang letaknya tak jauh dari kantin. Selagi belum rame, aku berniat memakan makanan itu dengan tenang.

Nyam...

" Dasar tukang makan! " sebuah suara menyentakku. Sambil berusaha menjaga agar raut wajahku tetap datar, aku menghela nafas dan mulai memandang lurus ke depan. Objek yang pertama kulihat adalah sepasang kaki jenjang dengan sepatu cokelat bersimpul tali yang rumit. Aku mengernyit.

" Kalo orang lagi bicara tuh ditatap mukanya, bukan kakinya " celetuk orang itu dengan nada suara sok kesal. Alhasil aku mendengus begitu menyadari siapakah orang dihadapanku ini.

Waiting ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang