***********************

Poppy, Kent, beserta kedua orang tua Kent, dan tentu saja si centil Berry hendak datang menjenguk Brenda pada pukul delapan pagi. Russel tidak pulang kerumahnya walau sudah dibujuk sedemikian rupa. Mereka semua memasuki ruangan Brenda, dan terssentak kaget...

"ASTAGA, BRENDA!!" teruak Poppy yang membuat Russel bangun dari tidurnya. Ia menatap satu-persatu keluarganya yang sudah berada dalam ruangan dengan mata setengah mengantuk.

"Kak Russel, dimana Brenda?" lanjut Poppy.

Russel yang tersentak kaget dengan pertanyaan Poppy langsung melihat kearah ranjang Brenda. Betapa kagetnya Russel melihat ranjang itu sudah kosong. Russel langsung bangun dari duduknya dan menatap kepenjuru ruangan....

"Mana?? Dimana brenda??" tanya Russel kepada seluruh orang yang berada di ruangan.

"Hey, ada juga kami yang bertanya seperti itu padamu Russel. Kamu kan yang menjaga Brenda?" tanya Kent degan bingung dan mulai merasa khawatir.

"Tadi....semalam…..masih ada. Semalam Brenda masih ada diruangan ini..." ucap Russel frustasi sambil menataik-narik rambutnya.

"Tante Poppy, mana tante Blendanya?" tanya Berry yang sedang berada di gendongan Poppy.

Poppy tersentak kaget, "Emm, tante Brendanya lagi keluar sebentar ya sayang." Berry mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.

Mereka sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing, sampai pintu kamar terbuka dan seseorang masuk kedalam.

"Selamat pagi semua..." ucap Brenda pada seluruh orang yang berada dikamar dan menatapnya tidak percaya. Brenda sedang berdiri dipintu dengan menggunakan tongkat penyangga, dan sedang dibantu suster untuk berdiri.

"BRENDA..." teriak Russel lalu langsung berlari dan memeluk Brenda.

"AAAAAWWWWWW..." teriak Brenda dengan kencang. Sontak Russel melepaskan pelukannya dan mengangkat kedua tangannya keudara seperti orang yang sedang menyerah.

"Kamu itu gak punya mata ya? Kamu gak liat kondisi badan aku? Main meluk-meluk aku sembarangan." ucap Brenda dengan kesal. Karena pelukan Russel mendadak itu membuat badan Brenda menjadi sakit.

Russel malah terkekeh kecil, "Ini baru Brenda." ucapnya dengan senyum. Tangan kananya terulus kepipi Brenda dan mengusapnya dengan perlahan, "Kamu tau, aku sangat senang karena kamu sudah kembali, Brenda." Russel langsung mendekati Brenda, lalu langsung mencium kening Brenda dengan dalam sampai-sampai Brenda memejamkan matanya.

Setelah Russel melepaskan ciumannya, Brenda menundukan wajahnya karena malu. Brenda bisa merasakan kalau Russel sedang tersenyum kearahnya karena wajahnya yang sekarang tengah memerah karena malu. Brenda mencoba berjala dengan tertatih-tatih kearah kasurnya masih dibantu oleh suster.

Brenda sedang berkonsentrasi untuk berjalan, ia merasa kalau tubuhnya sudah melayang. Ketika ia mendongak ia melihat wajah Russel dengan dekat, ia sedang tersenyum. Ketika ia sadar, sekarang ia sedang berada dalam gendongan Russel. Russel merasa benar-benar tidak tega ketika melihat Brenda berjalan dengan tertatih-tatih.

"Russel, turunkan ku. Aku malu dilihat banyak orang...." bisik Brenda, sambil melihat kesekeliling.

Russel masih menggendong Brenda, ia mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa malu sayang?? Kamu kan pasangan aku." Entah bagaimana perkataan Russel membuat ia sedih. Ia merasa perkataan Russel tidak tulus, itu hanya kebohongan.

Russel menurunkan Brenda diatas ranjangnya lalu sebuah suara mungil bergema didalam kamar, "Tante Blenda, Bely kangen..." ucap Berry seraya mencium seluruh wajah Brenda dengan hati-hati. Brenda menerima pelukan dan ciuman Berry.

"Tante Brenda juga kangen sayang."

"Kalau sama aku kangen gak?" goda Russel yang masih duduk di sisi ranjang Brenda, masih menggenggam tangan Brenda dengan kencang.

Brenda mendelik kearah Russel, "Huh, ngapain aku kangen sama kamu.." Brenda berpikir bila ia pergi nanti ia pasti akan merindukan saat-saat seperti ini, saat-saat dimana ia bertengkar dengan Russel. Brenda mencoba menahan air matanya yang mendesak ingin keluar.

"Kalau aku, kangen banget." ucap Russel dengan serius sambil membawa tangan Brenda, dan Russel mencium punggung tangan Brenda. Brendaberpikir, betapa indahnya bila semua ini kenyataan. Kenyataan diamana Russel benar-benar mencintainya, tapi Brenda juga sadar bahwa semua itu tidak mungkin. Russel hanya berpura-pura seperti ini hanya karena keluarganya.

************************

"Sayang, beberapa hari lagi kamu sudah boleh pulang." ucap Russel sambil menghampiri Brenda yang sedang duduk diranjangnya. Seperti mlalam-malam sebelumnya, Brenda hanya ditemani oleh Russel.

"Oh, kalau gitu aku akan mengabari Mila. Aku akan meminta dia menjemputku disini.."

Russel mengernyitkan keningnya, kini ia sudah duduk di sisi ranjang Brenda, "Maksud kamu?

"Ia, ak akan minta Mila menjemputku. Untuk sementara waktu aku akan tinggal dengan Mila."

"Kamu itu apa-apaan sih, kamu akan pulang denganku Brenda. Kita akan kembali ke Rudyard House."

Entah mengapa Brenda menjadi sedih ketika mendengar kata Rudyard House. Brenda menundukan kepalanya, dan mulai terisak dengan pelan.

'apa aku sanggup kembali ke Rudyard house? aku gak bisa kembali ke Rudyrd House, itu bukan rumahku lagi. kalau aku kembali ke Rudyard House itu malah bisa membuat aku menjadi sedih.' pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dibenak Brenda.

"A-aku gak bisa, Russel." ucap brenda masih disela-sela tangisnya.

Russel yang melihat dan mendengar Brenda menangis, langsung merengkuh Brenda kedalam pelukannya. Brenda merasa Russel sedang menghantarkan kehangatan ke tubuhnya dengan usapan-usapan di punggung dan tangannya.

Setelah dirasa tenang, Russel melepaskan pelukannya, kedua tangan kekar Russel menangkupkan wajah Brenda membuat wanita itu menatap Russel sepenuhnya.

Russel memajukan wajahnya, "Kita akan kembali ke Rudyard House. Aku tidak menerima penolakan." ucap Russel dengan nada lembut namun sarat akan penekanan.

 ##################################################

Maaf ya sedikit :P

Kita lanjut di part selanjutnya ya.

Ingat, cerita ini akan segera selesai, Jadi jangan lupa comment dan votenya :)

Rudyard HouseWhere stories live. Discover now