Part 17

37.3K 1.3K 24
                                    

Russel terpaku pada layar yang menunjukan garis datar. Russel menggoyang-goyangkan tubuh Brenda dengan kencang.

"BRENDA!! ENGGA... BANGUN SAYANG, JANGAN TINGGALIN AKU SENDIRI!!" teriak Russel sambil terus mengguncang-guncang bahu Brenda. Tiba-tiba dokter berdatangan kearah ranjang Brenda, ia lalu melakukan tindakan dengan segera setelah melihat kondisi Brenda.

"Tuan Russel, sebaiknya anda tunggu diluar." ucap dokter mencoba meminta Russel untuk keluar.

"Engga, saya mau disini, dok!! Saya tidak akan keluar." bantah Russel yang masih menggenggam tangan Brenda. Jantung Russel serasa diremas-remas melihat kondisi Brenda yang tergeletak tak berdaya di atas kasurnya.

"Saya mohon tuan, ini untuk kebaikan nona Brenda."

Poppy mencoba menarik tangan Russel agar ia keluar ruangan dengan susah payah. Russel bersikeras ingin tetap menemani Brenda, berkali-kali Russel meneriaki nama Brenda. Poppy bisa melihat mata Russel yang basah karena air mata. Poppy sendiri tidak bisa memungkiri perasaan sedihnya. Poppy langsung menelfon seluhuh keluarganya dan keluarga Brenda tentang kondisi Brenda yang baru saja terjadi. Kini semua orang yang menyayangi Brenda tengah berkumpul dengan cemas, menanti bagaimana kabar Brenda.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, sontak seluruh mata tertuju pada dokter yang baru saja keluar ruangan tersebut.

"Dok, bagaimana kondisi Brenda?" tanya Russel yang langsung berlari kearah dokter.

Dokter menghela nafas panjang, "Nona Brenda sudah berhasil kami selamatkan...." semua orang bernafas lega karena Brenda orang yang mereka sayangi sudah selamat.

"Untuk kali ini..." lanjut dokter. Russel yang tadinya tersenyum senang bercampur lega, lagsung menatap dokter dan mengerutkan keningnya.

"Maksud dokter?" tanya Russel.

"Serangan yang dialami nona Brenda tadi merupakan serangan yang sangat serius, beruntung nona Brenda bisa diselamatkan. Namun, kalau sampai nona Brenda mendapatkan serangan seperti itu lagi, kami tim dokter khawatir nona Brenda tidak bisa melewatinya dengan baik seperti sekarang ini..."

****************************

Ruangan Brenda tampak sepi. Brenda masih memejamkan matanya, seakan Brenda merasa nyaman dengan memejamkan matanya. Sedangkan Russel, tertidur disamping ranjang Brenda dengan kepala bersandar keranjang Brenda.

Tanpa disadari Russel, Brenda mulai menggerak-gerakan jari tangannya. Brenda mengejap-ngejapkan matanya, samar-samar Brena melihat kepenjuru ruangan. Ia menatap dengan bingung, ruangan putih bersih, lalu ia melihat infus mengganting disisi kirinya, Brenda juga mencium bau yang khas, bau rumah sakit. Seketika itu Brenda mengingat semuanya, mengingat peristiwa dua minggu lalu, diama ia sedang disekap oleh sahabatnya sendiri.

Brenda benar-benar tidak menyangka kalau James bisa berbuat sekejam itu. Brenda sudah menganggap James sudah seperti saudaranya sendiri. Mengingat peristiwa itu membuat Brenda merasa takut dan sedih, tidak terasa air mata jatuh. Sewaktu ia ingin mengangkat tangannya, ia meraka kalau ada yang sedang memegangi tangannya erat.

Russel. Ya, tangannya sedang digenggam erat oleh Russel. Ada perasaan tenang, senang, rindu, sedih, kecewa begitu ia mengingat tentang Russel. Dengan sangat hati-hati Brenda mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Russel. Setelah berhasil melepaskannya, perlahan Brenda mengelus rambut Russel dengan sangat pelan. Tidak terasa air mata Brenda jatuh kembali.

Russel. Brenda merasa tidak pantas untuk Russel, Russel berhak mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik darinya. Brenda sadar, ia bukan siapa-siapa saat ini dan ia tidak memiliki apapun saat ini. Perkataan James masih mengiang-ngiang dibenak Brenda. Ia sudah tidak memiliki apa-apa, ia juga sudah tidak memiliki rumah yang sangat ia banggakan sedari dulu, rumah peninggalan kedua orang tuanya, Rudyard House. Brenda berpikir bahwa ia harus pergi jauh dari kehidupan Russel.

Rudyard HouseWhere stories live. Discover now