Aku mengendus lagi saat mendengar panggilan itu, berusaha memasang ekspresi datar tapi sebenarnya jauh dilubuk hatiku ada sebuah getaran samar. Rasanya benci masih bisa merasakan efeknya terhadapku.

"You want me? I'm just single parent with two kids," ujarku sarkas.

Ekspresi muka Raka sedikit berbeda saat mendengar ucapanku, ia tampak sedih. Membuat aku merasa ingin memukul bibirku ini yang seenaknya bicara.

"So make it double, cause they are my kids too. Aku harus nikah sama kamu. Kita sama-sama bangun keluarga kita, besarin Janet sama Jared... Bener kata kamu, aku mungkin nggak siap jadi ayah anak-anak, maka dari itu tolong ajarin aku."

Bagai luka yang ditaburi garam, aku meringis saat mendengar  Raka berkata harus, aku tersenyum karna dibalik kata itu tersimpan makna tersembunyi, yaitu sebuah keterpaksaan. Akan jadi apa jika pernikahan aku nanti dilandasi hanya dengan pasal-pasal hak dan kewajiban, melakukanya hanya untuk sebuah keterpaksaan bukan ketulusan karna memang benar-benar menginginkanya.

"Stop pretending like you want us... It's not funny at all!" cicitku sambil menahan rasa sakit di dadaku.

Raut muka Raka seketika berubah, tak ada lagi senyum di wajahnya. "Gimana kamu bisa ngomong kaya gitu, Kinara? Jelas, aku mau kamu dan aku mau mereka. Biar aku perjelas, mereka anak-anak aku juga, mereka gak akan ada tanpa aku."

Aku memandang kearah lain, tak ingin melihat matanya yang menatapku sedih. Takut aku luluh hanya karna tatapannya. Memejamkan mata aku coba ingat malam terakhir pertemuanku dan Raka sebelum aku berangkat ke LA. Kini dengan keberanian yang bulat, aku kembali menatap dalam matanya tanpa gentar.

"Malam terakhir kita ketemu, kamu bilang, kamu takut jadi seorang ayah. Makanya kata 'anak' gak ada dalam list hidup kamu. Sekarang katakan dengan jelas, gimana aku bisa percaya kalo kamu memang pengen mereka di hidup kamu?"

"Yeah, aku akui i was scared, so fucking scared... Tapi asal kamu tahu, Kin. Perlahan rasa takut itu hilang dalam diriku, saat tadi malem mereka cium punggung tangan aku. Berganti dengan rasa ingin melindungi dan merengkuh mereka kepelukan aku..." Raka mengambil perhatianku begitu suaranya terdengar bergetar sambil menghapus bulir airmata yang jatuh ke pipinya yang lebam, "i missed more than 2000 days with them. Melihat mereka semalam, perasaan sedih begitu besar... Dimana aku sebagai ayah mereka, sudah melewatkan momen mereka pertama kali menangis, pertama kali berjalan, pertama kali bicara, dan pertama-pertama lainnya. Semua terasa tambah menyesakan saat mereka panggil aku dengan sebutan uncle..."

"Sejenak perasaan bahagia singgah begitu aku lihat mata mereka punya mata yang sama kayak kamu. Mata yang selalu bikin aku jatuh cinta sama kamu. So please... Kinara, aku mohon bantu aku, aku gak mau melewatkan moment-moment yang lainnya."

Harusnya aku orang yang paling senang jika Raka menderita terpisah dari Double J tapi miris, sekarang aku meneteskan airmata karna aku membayangkan betapa tersiksanya jika aku diposisi Raka. Aku tak akan sanggup jika harus jauh dari Double J... Aku akan sangat rela memberikan apapun tanpa berfikir ulang demi bertukar dengan dua malaikat kecilku. Satu sisi hatiku tergerak untuk mengakhiri tindakan egois ini, tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar dan penyiksaan ini bukan suatu yang mudah.

"Rak, tapi bukan berarti  kamu perlu nikahin aku. Aku tahu jelas kamu gak pengen sebuah pernikahan. Kamu nggak usah merasa bahwa kamu punya suatu kewajiban terhadap aku dan Double J. Kamu cukup tahu mereka anak-anak kamu dan aku janji aku nggak akan minta apa-apa dari kamu," ucapku.

Raka langsung berdiri dari duduknya untuk menghampiriku. Tubuhnya sejajar denganku karna ia sedang berlutut dihadapanku.

"BLOODY HELL, I LOVE YOU KINARA. Apa kurang jelas buat kamu kalo aku cinta kamu," ucap Raka setengah berteriak.

Broken Vow (SERIES 2)Where stories live. Discover now