16. Throw•back 8

24K 2K 170
                                    

Indonesia 2008
Kinara

Dua hari setelah kejadian Raka menemukan bekas luka di sekujur tubuhku, Kak Arya datang dengan pesan singkat berisi ia tak ingin menemuiku lagi. Aku sempat mengajaknya bertemu dan berbicara tapi ia hanya berkata bahwa kita sudah seharusnya masing-masing saja. Di halaman belakang sekolah, aku bisa melihat punggungnya menjauh setelah memutuskanku tanpa penjelasan yang gamblang. Walau pada awalnya aku menerima Kak Arya hanya karna pelampiasan untuk melupakan Raka tapi sedikit banyak Kak Arya telah memberiku hari-hari yang menyenangkan.

Hari-hari berlalu seperti hari-hari yang lain dimana aku banyak menghabiskan waktu dengan Raka, pertemanan kami telah kembali pada sedia kala. Kami berdua kembali menghabiskan waktu hanya untuk belajar bersama setelah pulang sekolah atau jalan ke Mall jika sedang suntuk. Tak terasa sudah setahun berlalu kami berdua sudah naik kelas tiga, detik-detik ujian akhir mulai mengahantui. Les tambahan dan try out mulai menghiasi hari-hari kami demi mempersiapkan mental menghadapi tiga hari sakral.

Sepulang bimbingan belajar aku belum ingin pulang, Ayah sedang rapat diluar kota. Rumah terasa sepi, hingga aku meminta Raka untuk menculikku. Raka langsung melajukan motornya ke tempat favorite Raka, ke atas gedung pencangkar langit milik Barata Group. Motor Raka berhenti sembarangan di lobi kantor, kemudian menarikku masuk ke dalam sebuah gedung pencakar langit setelah ia melambaikan salam kepada satpam penjaga. Dari gerak tubuhnya, satpam itu terlihat sangat hormat kepada Raka. Selama ini aku tak pernah tahu bahwa Raka Barata adalah anak dari seorang pengusaha yang selalu masuk majalah SWA sebagai perusahaan termaju di Asia. Raka dengan sifat low profile-nya tak pernah bersombong ria atas kekayaan orang tuanya.

Lift berdenting di angka 25 menampakan ruangan ruangan kerja dan meeting yang sudah redup, terkesan sedikit mengerikan. Aku mempererat tautan jariku pada jemari Raka. Raka membawa tanganku menuju salah satu lorong yang berujung pada suatu pintu, mengeluarkan kunci yang tadi diberikan satpam dari saku kemeja seragamnya, Raka memutar kunci. Tersuguhlah tangga-tangga yang langsung menghubungkan dengan pintu di atas. Saat sudah berada di anak tangga paling atas, Raka mendorong pintu putih, dan terpapanglah hamparan rooftop gedung ini.

Sang matahari sudah berganti menjadi rembulan, bersinar diantara langit kelam. Sedikit limbung dan berdebar saat mendekat ke pagar pembatas, tapi itu semua tak mengurungkan niatku semakin mendekat.

Angin malam langsung menyerbu, menerbangkan poni dan helaian-helaian rambut yang sudah keluar dari ikatanya. Ada pagar-pagar besi yang membatasi area gedung dan udara luas setinggi dada. Aku langsung melempar tasku ke sembarang arah lalu berlari ke pagar besi. Bibirku tak henti-hentinya bergumam takjub melihat ke bawah, pemandangan yang luar biasa. Keindahan lampu-lampu kota bagaikan bintang yang ada di atas tanah.

Aku membalikan badanku mencari sosok Raka, yang aku dapati sedang tersenyum sembari duduk menekuk lututnya di tengah-tengah rooftop. Kakiku beranjak ke arahnya lalu duduk di sebelahnya. "Rak tempat ini keren banget"

"Ini belum apa-apa, lemme show you the best part. Come on, close your eyes!" perintahnya.

Aku lalu perlahan menutup mataku, berdebar menanti apa yang akan ditunjukan oleh Raka. Perlahan aku dapat merasakan hangat yang datang dari jari Raka menjalar ke bahuku. Aku ingin mengintip saat merasakan hangat hembusan nafas Raka di telingaku, tapi lagi-lagi aku tak berani.

"Lay down here," bisiknya.

Aku lalu mengambil posisi berbaring masih dengan memejamkan mata, aku penasaran apa yang sedang Raka lalukan. Wangi tubuh Raka menyerang indra penciumanku dan kemudian ada rasa hangat menyelimuti bagian atas tubuhku dengan jaket jeansnya.

"Open your eyes," bisiknya di telingaku dengan suata seraknya.

Perlahan aku membuka mataku langsung menatap langit, berkali lipat lebih takjub dari sebelumnya. Langit malam itu begitu indah bertabur ratusan bintang entahlah mungkin ribuan, atau jutaan, aku tak bisa menghitung pasti. Kecantikan malam tak lupa dilengkapi dengan bulan sabit. Belum pernah aku melihat bintang sebanyak ini. Langit malam kali ini benar-benar berkerlap-kelip, indah.

Broken Vow (SERIES 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang