Dr. Fadlan Basyir

15.4K 906 12
                                    

  Rain sudah masuk ke dalam kamarnya sejak satu jam yang lalu, ia sudah beberapa kali mengecek apakah Adlan sudah selesai membaca buku dan kembali ke kamarnya. Tapi nyatanya sampai saat ini Adlan masih belum kembali dari balkon. Ia khawatir Adlan akan masuk angin jika terlalu lama di luar ruangan.

Akhirnya Rain memutuskan keluar kamar dan menuju dapur untuk berpura-pura mengambil minum. Dengan ujung matanya Rain mengintip Adlan yang masih duduk membelakanginya dengan kepala menunduk dan tidak bergerak sama sekali. Karena khawatir dan ditambah rasa penasaran, akhirnya Rain berjalan menghampiri Adlan.

"Kak, mau kopi lagi?" Tanya Rain di pintu balkon. Adlan masih tak menggubris.

"Kak?" Ucap Rain kedua kalinya dengan suara agak keras. Lalu akhirnya Rain menyerah dan berniat masuk.

Brukkk. Buku yang di pegang Adlan tiba-tiba terjatuh dan tergeletak. Tubuh Adlan pun seperti tersengat listrik, karena terkejut bukunya tak berada lagi di genggamannya.

Rain baru mengerti, dan menyadari bahwa Adlan baru saja tertidur dengan posisi duduk.

Adlan dengan terburu-buru meraih buku yang sudah terjatuh, lalu membenarkan kacamata bacanya, dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ia sama sekali tak menyadari keberadaan Rain yang tepat berada di pintu balkon.
Rain membawa cangkir bekas kopi Adlan ke tempat kotor, lalu menutup pintu balkon.

Ia masuk ke dalam kamar Adlan dengan langkah gontai agar Adlan tak terbangun. Ia berhenti sejenak dan menghampiri Adlan yang sedang tidur dengan memiringkan tubuhnya ke kanan. Rain berlutut untuk mengamati wajah Adlan yang sedang tertidur pulas. Hanya ketika Adlan tidurlah Rain bisa melihat wajahnya dengan waktu yang lama. Ia mengamati kantung mata yang mulai terlihat jelas di wajah Adlan. Tidurnya teramat lelap, hanya wajah polosnya yang saat ini dapat Rain lihat, tidak seperti ketika ia terbangun dan selalu menyakiti Rain dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya begitu saja.

"Suatu saat, Kakak akan jatuh cinta kepadaku," Ucap Rain setengah berbisik. Lalu ia meninggalkan Adlan dan masuk ke dalam kamarnya.

----------------------------------------
Seperti hari sebelumnya, Rain terbangun di pagi hari sebelum Adlan bangun, dan ia mulai membuat sarapan yang mungkin nasibnya akan sama lagi seperti nasi goreng yang kemarin ia buat, tapi kali ini ia menambahkan segelas susu hangat di meja makan. Setidaknya jika Adlan menolak lagi menyantap sarapan yang Rain buatkan, ia bisa meminum susu hangat.

"Kak, hari ini mau praktek?" Tanya Rain sembari menyembulkan kepalanya di pintu kamar Adlan.

Adlan yang masih dengan wajah mengantuk dan sedang memainkan ponselnya menoleh.

"Ya," Jawabnya dan melanjutkan memainkan ponselnya lagi.

"Sarapanlah dulu, aku sudah membuatkan nasi goreng, susu hangat dan roti bakar." Ucap Rain sembari masuk ke dalam kamarnya, karena ia juga harus datang ke butiknya yang berada agak jauh dari Apartemennya.

Hampir tiga puluh menit Rain berada di kamarnya untuk bersiap-siap, ketika ia keluar dari kamarnya. Adlan sudah tak berada di kamarnya, keadaan kasur dan kamarnya sudah rapi. Berarti suaminya sedang sarapan. Tapi ketika Rain keluar dari kamar Adlan, Adlan sudah tak berada di ruang keluarga maupun ruang tamu. Lalu ia melihat meja makan yang masih berisi nasi goreng dan roti bakar utuh. Hanya susu hangat yang Adlan minum. Dan itupun tak lebih dari setengah. Adlan bahkan berangkat ke rumah sakit tanpa berpamitan dulu kepada dirinya.

Rain tak memperbesar masalah itu, tak apa baginya. Memang itu yang Adlan inginkan. Menjalankan hidup masing-masing dan melupakan status. Tapi ia akan mencoba mengubah pengaturan Adlan. Ia ingin mengubah tujuan Adlan kepada Brendya.

----------------------------------------
Rain menikmati makan siangnya di butik seorang diri. Sembari berusaha mencari inspirasi desain terbaru untuk kemajuan tren. Hari ini tak mampu menyelesaikan satu pun desain pakaian. Saat ia memasukkan suapan terakhir kedalam mulutnya, ponselnya berbunyi tanda telepon masuk.

Neta

Rain menggeser layar handphonenya dan menerima telepon dari Neta sahabatnya.

"Ya, hallo." Jawab Rain sembari
mengunyah makanannya.

"Rain lo lagi dimana?" Tanya Neta dengan suara khasnya.

"Butiklah, kerja. Kenapa?" Tanya Rain.

"Hari ini jadwal check up Mommy, harusnya gue nemenin. Tapi karena ada pekerjaan yang kalau gue cancel bakal beresiko, jadi gue nggak bisa nganter Mommy. Lo senggang nggak sekarang?" Tanya Neta dengan terburu-buru, karena ini masih dalam jam kerjanya.

"Okey, gue senggang kok. Jam berapa jadwal nya?" Jawab Rain sembari menutup kotak makannya.

"Jam dua, lo jemput Mommy ya? Enggak apa-apa kan?" Tanya Neta dengan suara yang sedikit ia kurangi volumenya.

"It's okay." Rain melihat arlojinya. "Sekarang gue jemput Mommy dulu, ya."

Rain cukup dekat dengan keluarga Neta. Terutama Ibunya. Jadi ia tak sungkan lagi memanggil Ibu Neta dengan sebutan Mommy.

"Oke. Makasih banyak Rain." Ucap Neta sebelum mematikan sambungan teleponnya.

----------------------------------------
"Sekarang kita langsung ke rumah sakit, Mom?" Tanya Rain sembari memutar setirnya ke kanan untuk keluar dari kompleks rumah Neta.

"Iya, sayang." Jawab Ibu Neta dengan lembut. Rain mengangguk mengerti.

"Ya ampun, aku lupa. Mommy check up nya di rumah sakit mana?" Tanya Rain sembari terkekeh.

  "Mommy kira kamu tahu, makanya Mommy diam saja." Jawab Ibu Neta dengan terkekeh juga.

  "Rumah sakit Amster, Rain." Jawab Ibu Neta.

  "Rumah sakit.. Amster?" Tanya Rain merasa sangat familiar dengan nama rumah sakit itu.

  "Iya rumah sakit itu. Dokter nya juga masih muda Rain. Mukanya ganteng mirip artis." Jelas Ibu Neta sembari tersenyum.

  "Oh ya? Wah, jangan-jangan memang artis, Mom." Canda Rain yang dijawab kekehan oleh Ibu Neta.

  "Bukan. Dia salah satu dokter jenius di rumah sakit Amster, maka dari itu Ayah nya Neta menyuruh Mommy konsultasi ke dia." Jelas Ibu Neta sembari menerawang.

  "Woaw. Perfect sekali, muda, tampan, jenius. Dokter apa itu, Mom?" Tanya Rain sekilas melirik Ibu Neta dengan senyum tipisnya.

  "Dokter umum termuda di rumah sakit Amster. Dr. Fadlan Basyir." Jawab Ibu Neta yang membuat Rain mengerem mendadak.
-------------------------------------
aku mau sampein sesuatu. Mood dan keterampilan menulisku turun naik. Ada saat dimana dalam hitungan menit aku mampu menuliskan ratusan kata dengan lancar. Ada juga saat berhari2 aku cuman mampu nulis 2 bait. Atau ada juga saat tulisan ku siap di publish, tapi aku merasa ini itu ga cocok jadi aku unpublish. Aku mohon maaf aja karena pembuat karakter Adlan dan Rain ini begitu menyebalkan😊.

Vomment ajasih kalau mau dilanjutmah hehe.

Rain marriageWhere stories live. Discover now