p r o l o g u e

20.7K 985 128
                                    

Seorang bocah perempuan berusia enam tahun dengan pakaian bermotif bunga itu hanya bisa terdiam ketika mendengar derai tawa yang berasal dari halaman rumahnya. Tawa bahagia yang menghiasi wajah seorang bocah perempuan lagi yang kini berlari-lari riang di atas rerumputan sambil berusaha menangkap kelinci yang baru saja dibelikan oleh daddy mereka.

Laqueen, bocah yang hanya bisa termenung dengan batas sebuah dinding kaca tersenyum miris. Ia ingin merasakan kakinya menari di atas rerumputan. Ia ingin merasakan udara luar yang menghantarkan salam kebebasan. Tetapi apakah itu bisa terjadi? Sementara jeruji yang diciptakan oleh daddy-nya sulit untuk ditembus.

Tangan kecil Queen-panggilannya-mencengkeram tirai jendela. Ia mencoba untuk berjalan pelan menuju halaman melalui pintu yang terhubung langsung ke teras halaman. Senyumnya mengembang saat ia sudah berada di teras itu. Kakinya melangkah pelan untuk mengejar bocah perempuan yang kini tengah menggendong kelinci yang berhasil ia tangkap dan memutar-mutar tubuh kecilnya dengan lincah seperti penari balerina.

"Qui!" panggil Queen dengan suara khas anak kecil.

Laquisha, atau biasa dipanggil Qui menoleh dan terkejut mendapati Queen sudah berada di dekatnya. Ia menghentikan gerakan indahnya dan menatap Queen dengan takut-takut. Kepalanya mencoba mengintip ke dalam rumah, takut seseorang yang mereka takuti datang tiba-tiba.

"Queen, jangan bermain di atas rumput. Bagaimana jika kamu jatuh lagi? Aku takut daddy akan menghukumku." Qui memandang Queen dengan sedih.

Queen menatap Qui dengan tatapan yang juga menyiratkan kesedihan. Queen mengingat beberapa hari yang lalu Qui harus menerima hukuman dengan tidak boleh bermain seharian karena membuat Queen terjatuh di halaman rumah, padahal saat itu Qui tidak sengaja. Kedua tangan Queen memainkan ujung roknya. Akhirnya Queen memutuskan untuk mengalah dan ia memundurkan langkahnya. Qui mengikuti Queen masuk kembali ke dalam rumah.

"Hai anak-anak daddy...." Suara berat itu mengagetkan Queen dan Qui secara bersamaan.

Seorang lelaki yang masih cukup muda masuk ke dalam rumah dengan pakaian kasualnya. Ia membenahi letak kacamatanya dan tersenyum kepada dua putri kecilnya. Ia berjongkok dan merentangkan kedua tangannya. Queen dan Qui tersenyum sambil menghambur ke pelukan ayah mereka.

"Dad, minggu depan adalah pertunjukan balet pertamaku. Apakah daddy mau melihatnya?"

Lelaki itu tersenyum sambil mengacak rambut Qui dengan penuh cinta. "Tentu saja, sayang. Daddy tidak akan pernah melewatkan hari itu."

Qui tersenyum bangga dan mencium kedua pipi daddy-nya. Sementara Queen hanya menatap Qui dengan pilu. "Dad, apakah Queen bisa menjadi seorang balerina?"

Lelaki itu menyunggingkan senyumnya dan mencium pipi Queen. "Tentu saja bisa, Queen. Tetapi untuk sekarang daddy tidak akan ijinkan Queen belajar balet. Nanti ada saatnya jika Queen sudah sedikit besar daddy akan membawakan guru les balet ke rumah."

"Tetapi Queen mau belajar bersama Qui di ruangan yang banyak anak-anak. Daddy tahu teman Queen tidak sebanyak Qui. Bahkan mungkin hanya Qui yang menjadi teman Queen." Mata Queen telah berkaca-kaca.

Lelaki itu sedikit kebingungan untuk menjawab pertanyaan Queen. Ia mengerti, ada kalanya Queen merasa jenuh atas semua larangannya. Penjara tak kasat mata yang sengaja ia ciptakan untuk mengurung Queen di dalam rumah. Tetapi itu semua ia lakukan karena ia begitu mencintai Queen lebih dari apapun. Ia tidak ingin Queen terluka sedikitpun. Mengingat insiden minggu lalu yang hampir merenggut nyawa Queen membuat lelaki itu menghela napas berat.

"Apakah Queen mencintai daddy?"

"Tentu saja, Dad."

"Kalau begitu Queen harus menurut pada daddy. Semua yang daddy lakukan demi kebaikan Queen. Mengerti."

LaQueenWhere stories live. Discover now