"Oh, dokter apa?" Tanya Arsen lagi lebih mendetail. Rain diam. Ia tidak tahu suaminya dokter di bidang apa. Ia benar-benar tak tahu.

  "Dokter umum," Jawab Rain asal. Arsen mengangguk mengerti. Ia meneguk minumannya.

"Haruskah aku menjadi dokter dulu untuk menjadi suami mu?" Canda Arsen, Rain melihat Arsen tertawa, namun tidak dengan matanya. Matanya menyimpan begitu banyak kesedihan. Itu seperti yang selalu Rain rasakan ketika berada di sisi Adlan.

"Jadi diri kamu sendiri, Ar. kamu suatu saat pasti ketemu wanita yang lebih baik dari aku Ar. Yang membuat kamu jatuh cinta lebih dari kamu mencintai aku. Aku sudah menikah, apa yang kamu harapkan?" Jawab Rain sembari mengenggam tangan Arsen.

"Tidak. Aku akan menunggu kamu seperti tahun-tahun sebelumnya, Rain. Kita berada disini secara tak sengaja, kamu nggak percaya itu sebuah takdir? Kamu nggak bisa merubah takdir Rain, hari ini kamu menjadi istri orang lain, bisa saja besok kamu menjadi istriku. Kita nggak tahu, hei." Jelas Arsen dengan serius. Rain tak menyangka makan malam nya bisa berubah menegangkan seperti ini.

"Jadi kamu mendoakan aku cerai dengan suamiku, Ar?" Tanya Rain dengan nada bercandanya. Ia berusaha mencairkan suasana, namun Arsen hanya tersenyum kaku.

"Setelah ini mau menikmati Eiffel di malam hari? Sebentar saja." Tawar Arsen yang langsung di setujui oleh Rain.

----------------------
  "Kamu sering menikmati Eiffel dari sini?" Tanya Rain sembari merapatkan jaket tebalnya. Arsen mengangguk. Mereka berdiri di Place Concorde, salah satu tempat terbaik untuk mengambil foto dengan latar Eiffel.

  "Ya, tentu saja. Siapa yang tak suka datang kesini?" Jawab Arsen dengan menampilkan sederet gigi putihnya. Rain tersenyum membenarkan apa yang Arsen ucapkan.

"Rain, kamu belum mengandung, hm maksudku hamil?" Tanya Arsen dengan canggung. Rain tertawa melihat wajah canggung nya Arsen.

  "Belum," Jawab Rain dengan murung. Hamil? Jangankah hamil, menikah saja baru beberapa hari.

  "Kalian menunda memiliki anak?" Tanya Arsen lagi. Rain menggeleng. Tidak ada yang menunda. Karena tidak ada yang melakukan.

  "Enggak. Mungkin belum rejeki kami," Jawab Rain dengan tulus dan penuh kebohongan.

Semakin malam, suhu udara semakin dingin dan membuat kebiasaan sesak nafas Rain kambuh. Ia mulai mengatur nafasnya dengan perlahan.

  "Kamu kenapa, Rain?" Tanya Arsen dengan terkejut. Karena kesulitan bernafas, Rain hanya menggeleng.

  "Ayo kita pulang,"  Ucap Arsen menuntun Rain ke mobil, dan mengantarkannya pulang.

--------------------------------------
Rain terbangun dengan selimut melilit di tubuhnya, belum lagi ia memakai berbagai jenis penghangat tubuh lainnya. Hari ini benar-benar dingin. Karena sudah beberapa tahun ini ia kembali ke Indonesia, ia menjadi tak terbiasa dengan udara dingin. Ia perlu beradaptasi lagi. Rain beberapa kali melihat ponselnya, apakah Adlan sudah membalas pesannya atau tidak. Sebelumnya Rain mengirimkan pesan singkatnya, hanya untuk menanyakan kabarnya. Begitu ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk, Rain tersenyum dan segera meraih ponselnya. Namun harapannya pupus begitu melihat bukan Adlan lah yang mengirimi pesan.

   From: Arsen

Gimana? Udh sehat? Siang ini pekerjaanku selesai, mau main ke Sacre coeur?

Rain menimang sebentar, jika ia terus menerus bergelung di kasur itu hanya akan membuat dirinya membeku. Jadi ia memutuskan untuk menerima ajakan Arsen.

Arsen menunggu di depan gedung hotel, ia khawatir melihat wajah Rain yang begitu pucat.

  "Kamu serius mau jalan-jalan, Rain? Muka kamu.. Pucat." Tanya Arsen.

  "Enggak apa-apa. Ayo." Jawab Rain dan masuk ke dalam mobil Arsen.

Mereka menikmati seharian penuh dengan berjalan-jalan di Paris, mengunjungi tempat-tempat terbaik di Paris, keadaan tubuh Rain juga semakin membaik seiring perasaannya yang membaik karena melupakan sebentar bahwa Adlan sama sekali tak menghubunginya. Rain merasa dirinya harusnya lebih sadar lagi bahwa ia hanya istri sementara. Tak lebih.

  "Rain, mau tulis nama siapa?" Tanya Arsen ketika melihat Rain hanya memegang spidol dan gembok sembari merenung. Mereka saat ini sedang berada di gembok cinta dan masing-masing sudah memegang gembok dan spidol.

  "Entah," Jawab Rain berusaha menjauhi Arsen untuk menuliskan nama di gembok miliknya. Ia tak ingin menyakiti hati Arsen lebih jauh lagi. Dihari terakhir dirinya berada di Paris, ia menuliskan nama nya dengan Adlan di gembok cinta. Ia akan menggembok namanya dengan nama Adlan agar mereka suatu saat abadi. Bersama. Bahagia.

                         Fadlan
                            And
                      Raindita

-------------------
Udah yaaaa, semoga tak semengecewakan yang tadi. Bayy

Rain marriageWhere stories live. Discover now