A KISS IS NOT JUST A KISS

Beginne am Anfang
                                    

"Karena enak." Forget the word 'health'. Vara tahu makanan ini berkalori tinggi. Tetapi begitu jarinya terkena garam dalam popcorn, Vara tidak bisa berhenti mengambil lagi dari wadah dan memasukkan ke mulutnya. Lalu menjilati jarinya sampai bersih.

"Enak dari mana?"

"Kukira kamu nggak bakal mau dititipin ini tadi." Mulut Vara kembali sibuk mengunyah. Dia sedang tidak ingin berdebat dengan Darwin mengenai perbedaan selera.

"Kamu tahu, Savara? Aku masih merasa kamu tidak bisa mempercayaiku." Darwin tidak tahu apa yang membuat Vara berpikir bahwa Darwin tidak akan bersedia membelikan jagung untuknya.

"Nggak bisa mempercayai gimana?" Tangan Vara menggantung di udara.

"Bahwa kamu bisa mengandalkanku. Aku ada di sini, siap melakukan apa saja untukmu. Kamu tidak perlu takut untuk meminta apa saja dariku. Sepanjang aku mampu, aku akan mengusahakan untukmu. Because I love you, Savara. Just as you are. And I'd do anything for you, anything you want me to." Apa Vara masih merasa bahwa bergantung kepada Darwin—kekasihnya sendiri—termasuk perbuatan yang merepotkan? Jangankan membeli jagung, menanam jagung pun akan dia lakukan untuk Vara.

Vara menjatuhkan kembali popcorn di tangannya ke dalam wadah, mengambil gelas berisi air putih di depannya dan cepat-cepat meminumnya. Berusaha membuat lidahnya lancar bicara. Dia belum sanggup mendengar satu kalimat ini. I love you just as you are. Darwin mencintainya. Mencintainya apa adanya. Tidak mengharapkan Vara berubah menjadi siapa-siapa. Dia hanya perlu menjadi seorang Vara. Bahkan Vara tidak perlu melakukan apa-apa untuk membuat Darwin mencintainya. Tidak perlu menyukai Darwin untuk membuat Darwin menyukainya.

"Jangan mengada-ada. Mana pernah aku nggak percaya sama kamu?" Vara meletakkan wadah popcorn-nya di meja. Supaya Darwin percaya, ingin sekali Vara bisa membalas kalimat cinta dari Darwin. Hanya satu kalimat. I love you too. Satu kalimat itu bahkan terlalu susah untuk keluar dari mulutnya. Karena kalimat itu tidak ada di dalam hatinya. Dari mana dia harus mengeluarkannya?

"Mungkin itu hanya perasaanku saja." Darwin menghabiskan minuman di gelasnya. "Aku ingin tahu apa yang kamu rasakan, Vara. Apa kamu lelah? Marah? Tertekan?"

Vara menelan ludahnya sendiri. Tidak menyangka Darwin agak peka dengan hal-hal semacam ini. "Kenapa aku harus marah?"

Memang seharusnya Vara marah kepada dirinya sendiri. Karena dia tidak bisa juga memandang Darwin sebagai kekasih. Vara ingin membenturkan kepalanya ke dinding, siapa tahu dengan begitu dia bisa berpikir lebih waras.

"Karena aku memaksamu untuk mempercepat hubungan kita." Melabeli Vara dengan status miliknya memang sudah terlaksana, sesuai yang dia inginkan. Tetapi hati Vara belum masuk dalam paket tersebut. Dijual terpisah.

"Aku menyetujui hubungan kita, Darwin." Vara menundukkan kepala.

"Bibirmu memang bilang setuju, tapi hatimu siapa yang tahu." Darwin menggumam.

Vara menelan ludah. Inilah salah satu tantangan menjalin hubungan dengan laki-laki sekelas Darwin. Dia cerdas sekali, tidak akan mudah dibodohi.

"Aku pulang dulu ya." Tiba-tiba Darwin berdiri, sebelum Vara membela diri.

"Kamu belum pamit sama Mama dan Papa," kata Vara, sambil ikut berdiri.

Darwin memeriksa jam di pergelangan tangannya. "Tolong sampaikan pamitku pada orangtuamu, aku tidak ingin mengganggu istirahat mereka."

"Kenapa kamu buru-buru sekali?" Vara merasa tidak enak saat berjalan mengantar Darwin keluar, khawatir ada perkataannya yang menyinggung perasaan Darwin.

"Ada yang harus kukerjakan. Aku berangkat ke Malaysia besok siang. Kita ketemu lagi nanti hari Jumat. Kalau pesawatku tidak masuk ke laut." Darwin berdiri menghadap Vara di depan mobilnya.

"Jangan bicara aneh-aneh." Orang tidak boleh bercanda dengan kematian. Apa saja yang keluar dari mulut kita, bisa jadi dianggap doa, dan bisa terkabul.

Darwin mengulurkan tangan dan menyentuh pipi kanan Vara. "Aku pasti pulang. Karena merindukanmu."

Seharusnya Vara tahu apa yang akan dilakukan Darwin saat wajah Darwin semakin mendekat ke wajahnya. Dan seharusnya Vara melakukan hal yang sama. Namun, Vara hanya bisa mematung tak bergerak ketika bibir Darwin menyentuh bibirnya. Vara bisa merasakan bahwa Darwin tidak akan menyukai respons Vara.

"Apa kamu belum pernah ciuman?" tanya Darwin setelah menarik wajahnya.

"Per ... nah...." Terbata, Vara menjawab.

"Kalau begitu lakukan dengan benar," desis Darwin.

"Darwin ... itu ... aku ... maaf...." Vara benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa.

"Kamu tidak suka aku menciummu?" A kiss is not just a kiss. It is sign that two people are a good match. Katanya begitu. Jadi, kalau Vara tidak menyukainya ciumannya, apa Darwin boleh menyimpulkan bahwa Vara tidak mencintainya?

"Aku belum nyaman kita tiba-tiba jadi sedekat ini. Apa boleh ... kita pelan-pelan saja? Seperti ini dulu...." Vara meraih tangan Darwin dan menggenggamnya. "...bergandengan tangan. Aku belum nyaman untuk...."

Darwin menarik tubuh Vara dan mendekap kepala Vara di dadanya. "Katakan padaku, Vara, apa yang harus kulakukan? Kadang-kadang aku merasa sulit sekali untuk mendapatkan hatimu."

SAVARA: YOU BELONG WITH MEWo Geschichten leben. Entdecke jetzt