DON'T CLOSE YOUR EYES

19.1K 2.3K 186
                                    


Sebelum SAVARA, lebih dulu baca BELLAMIA dan DAISY ya. Supaya bisa kenalan dengan semua tokoh-tokoh yang menyenangkan.

####

"Bukankah wanita lebih suka punya suami bergaji tetap? Orangtua seorang gadis juga. Senang kalau anaknya dapat suami pegawai BUMN, pegawai bank, orang migas, ya, kan? Apalagi kalau dapat suami PNS, bisa dapat uang pensiun, bahkan ketika sudah meninggal."

"Nggak tahu, belum pernah nanya Mama." Topik yang dihindari Vara jika bicara dengan orangtuanya. Segala sesuatu mengenai calon menantu.

"Coba tanya. Orangtuamu lebih suka punya menantu pegawai bank seperti Mahir atau orang yang tidak jelas pekerjaannya sepertiku."

Vara tidak mengatakan apa-apa.

"Apa orangtuamu ... orang yang berpikiran terbuka? Berwawasan?" tanya Darwin setelah tiga menit mereka diam. Ini hal penting yang harus diketahui.

"Tentu saja. Orangtuaku peduli pada perkembangan zaman." Vara menjawab setengah tidak terima.

"Hey, no offense." Darwin mengangkat tangannya. "Kadang aku membayangkan bagaimana kalau aku ingin menikah, lalu calon mertuaku masih ... kuno. Yang belum tahu bahwa bekerja tidak harus berseragam, pergi ke kantor, duduk dari jam delapan sampai lima sore. Krisis tidak krisis tetap dapat gaji di akhir bulan. Kalau kubilang aku pedagang, nanti mereka tanya kenapa aku tidak punya toko. Cari duit dari rumah, nanti dikira cuma bermalas-malasan. Tidak ada keseriusan untuk memberi nafkah keluarga.

"Apa yang harus kujelaskan kepada orangtuanya? Aku punya usaha. Aku jualan. Tapi yang kujual tidak kelihatan barangnya. Aku harus menjelaskan apa itu software dan apa itu CRM? Bisa panjang cerita. Tiga SKS satu semester."

Vara tertawa mendengar penjelasan Darwin. Lalu terdiam, saat ingat tadi malam untuk pertama kalinya, ibunya dengan serius menanyakan apa Vara sudah punya pacar atau belum. Amia sebentar lagi akan melahirkan dan Vara masih saja dianggap terlalu santai oleh orangtuanya.

"Kalau aku jadi gadis itu, aku akan membantu ... membantu orang yang melamarku untuk menjelaskan segalanya pada orangtuaku," kata Vara.

"Janji ya?" Darwin kali ini tersenyum lebar.

"Maksudku orang yang melamarku bukan kamu." Vara memutar bola mata.

"Ouch." Darwin pura-pura menyentuh dadanya. "Kenapa kamu tega membunuh harapanku yang baru saja tumbuh?"

"Sudahlah. Aku pulang dulu, ya." Daripada terjebak dalam pembicaraan yang tidak dia inginkan, lebih baik Vara memberi waktu Darwin untuk istirahat.

"Rasanya aku rela opname bertahun-tahun kalau begini."

"Jangan bicara macam-macam. Kamu harus cepat sembuh." Aneh sekali Darwin ini. Orang umumnya tidak suka tinggal di rumah sakit. "Siapa yang nemenin kamu di sini?" Sedari tadi tidak tampak ada anggota keluarga Darwin.

"Sendiri. I am a big boy." Darwin tertawa.

"Kamu nggak ngabarin orangtuamu? Kak Daisy?" Vara mengangkut tasnya.

"Aku pernah sakit juga di Amerika, Vara. Dan aku sendirian. Tidak ada masalah. Sekarang, sakit di Indonesia? Kurasa nasibku jauh lebih baik dan patut disyukuri."

"Disyukuri?" Vara mengerutkan kening.

Seandainya Darwin tidak terbaring lemah begini, Vara tidak akan datang menemuinya. Harus Darwin yang bergerak untuk mendekatinya. Kalau tadi siang dia kesal sekali karena harus menginap di rumah sakit—banyak janji terkait pekerjaan yang terpaksa dibatalkan—sekarang malah setengah berharap dia rawat inap agak lama. Supaya bisa sering menghabiskan waktu bersama Vara.

SAVARA: YOU BELONG WITH MEWhere stories live. Discover now