BUAH USAHA

5.2K 534 66
                                    

Di ruang tengah rumah yang luas dan mewah, Mora dan Choky sedang membicarakan sesuatu.

"Pa, apa tidak sebaiknya kita carikan rumah untuk Al sama Ily? Mama khawatir dengan usia kandungan Ily," ujar Mora hati-hati.

"Jangan dulu, Papa mau lihat usaha Al sampai di mana. Kalau melihat dia, Papa yakin, dalam waktu dekat, dia akan datang ke sini meminta bantuan," jawab Choky santai sambil membaca buku.

"Halah, Papa ini! Tahu dari mana Al dalam waktu dekat datang ke sini?" cibir Mora yang tidak percaya dengan ucapan suaminya itu.

"Kemarin dia telepon Papa, minta dicarikan rumah, secukupnya uang yang dia punya," jawab Choky datar tanpa menoleh Mora.

"Uang dari mana mereka?"

"Hasil jual apartemen Al dulu waktu masih di Jakarta."

"Terus Papa sudah carikan?"

"Belum."

"Kenapa belum?"

"Dia belum kasih Papa uangnya."

"Kenapa enggak kita saja yang membelikannya, Pa?" sahut Mora kali ini membuat Choky menatapnya tajam.

"Enggak! Itu akan membuat mereka manja dan enggak mau berusaha. Kita bisa saja mencukupi mereka, tapi apa Mama mau, mereka selalu bergantung dengan kita? Mama enggak mau melihat mereka berusaha?" ujar Choky membuat Mora berpikir keras.

Di sisi lain, Mora tidak tega melihat kondisi rumah tangga keponakannya itu, tetapi betul juga apa yang dikatakan Choky.

"Iya deh, Pa, kita lihat saja usaha mereka dulu sampai mana. Semoga saja Al segera mendiskusikan masalah ini dengan kita, Pa," kata Mora dijawab anggukan Choky.

***

Pagi-pagi sekali Al dan Ily sudah berada di rumah Choky. Benar apa yang sudah dibahas Choky dan Mora kemarin malam. Al datang pagi ini, mendiskusikan rumah yang akan dia beli.

"Gimana, Al, sudah dapat rumahnya?" tanya Choky memecah keheningan.

"Begini, Om, saya sudah dapat rumah yang cocok dan dekat dengan pelabuhan. Tapi uang yang saya punya kurang," jelas Al sungkan.

"Terus mau kamu bagaimana?" tanya Mora santai, duduk di samping Choky.

"Kalau boleh, saya mau pinjam uang buat menutup kekurangannya, biar kami mendapat tempat tinggal dulu," ujar Al hati-hati dan sungkan.

"Kamu punya uang berapa?" tanya Choky.

"Cuma 200 juta, Om. Saya tanya harga rumah itu 350 juta, masih bisa dinego," jelas Al ditanggapi Choky dengan anggukan paham.

"Oke, kita bantu kamu, tapi soal pembayaran utang, kamu harus mencicil per bulan, bagaimana?" tanya Choky berniat ingin menguji Al.

Bukan persoalan uang, Choky hanya ingin mendidik kedua keponakannya itu agar bertanggung jawab dan menepati janji. Janji adalah utang dan itu harus dibayar.

"Baiklah, Om, potong saja gaji saya setengah untuk mencicilnya," jawab Al mantap dan dia sudah yakin dengan keputusannya itu.

Yang Al pikirkan hanya ingin menempatkan Ily di tempat yang lebih layak daripada tempat yang sekarang sebelum dia melahirkan.

"Kapan kita datangi rumah itu? Sekarang?" ujar Choky enteng membuat Al tak percaya, semudah itukah omnya mengeluarkan uang besar itu dalam sekejap?

"Kalau Om enggak keberatan, boleh kita berangkat sekarang."

"Tentu enggak, Al. Justru kami senang, berarti ada kemajuan dalam hidupmu dan Ily. Enggak hanya jalan di tempat, walau baru satu tangga, tapi Tante harap kamu dan Ily melewati setiap tangga itu bersama agar kalian bisa mencapai tangga teratas bersama juga," sahut Mora antusias karena ternyata Al menunjukan perubahan yang positif.

PERNIKAHAN DINI (KOMPLIT)Where stories live. Discover now