STRATEGI

5.9K 505 39
                                    

Di ruang tamu apartemen, Al duduk di sofa seakan sedang memikirkan sesuatu. Sudah satu minggu ini dia tidak bisa menemui Ily. Setiap datang ke rumahnya, orang tua Ily selalu mengusir.

"Gue udah pikirkan, kali ini gue bener-bener harus lakukan itu," ujar Al sambil memijat pelan pelipisnya.

"Lo yakin, Al?" sahut Corin cepat.

Semenjak kejadian itu, saat Al diusir dari rumah Ily, Corin dan Putri membantu Al mencari cara agar dapat mepertemukan mereka berdua. Namun, sia-sia setiap mereka datang ke rumah Ily, kedua orang tuanya selalu menolak dan tidak mengizinkan siapa pun menemuinya.

"Gue sudah pikirkan itu dan gue sudah yakin, Rin," jawab Al mantap dan penuh keyakinan.

"Oke, kalau begitu kita susun strategi, kita siap bantu lo, Al," sahut Putri duduk di sofa depan Al.

"Gue juga siap bantu lo, Al," timpal Corin yang duduk di sebelah Putri.

Mereka mulai menyusun strategi dan Al membagi tugas. Tidak hanya mereka berdua yang Al mintai bantuan, Dion dan Briana pun ikut andil dalam rencana Al kali ini.

"Kalian paham, kan?" tanya Al setelah menjelaskan semua rencananya itu.

"Iya, kita paham," jawab Corin.

"Kapan kita bergerak, Al?" tanya Briana yang tadi langsung datang ke apartemen Al saat Al menghubunginya.

"Besok malam, kalian siap?" tanya Al.

"Oke, Brother, kita jalankan peran kita masing-masing," sahut Dion menepuk bahu Al.

"Thanks guys, di saat seperti ini kalian masih mau jadi sohib gue. Gue seneng punya teman seperti kalian," ujar Al memandang satu per satu teman-teman yang ada di depannya itu.

"Yang namanya teman sejati itu, dia akan selalu ada, entah saat dibutuhkan atau tidak," tukas Dion bijak.

"Iya, Al. Kami ikhlas bantu lo dan Ily, jangan sungkan untuk minta bantuan kami," sahut Briana diikuti anggukan teman-temannya.

"Gue pikir kalian akan jauhi gue dan Ily saat kalian tahu kondisi kami seperti ini, apalagi kalian tahu gue sudah tidak punya apa-apalagi," ujar Al menyapu pandangannya pada wajah teman-temannya.

"Lo sama Ily sudah baik pada kami, Al. Tidak mungkin kami meninggalkan teman sebaik kalian di saat sedang mendapat ujian seperti ini," sahut Corin.

Teman yang baik tidak akan menertawakan kita saat kita terjatuh. Dia akan sigap dengan tangan terbuka, terulur untuk membantu kita berdiri lagi. Mereka akan membantu mengobati luka, bukan justru meninggalkan kita apalagi sampai tak mengacuhkan kita. Mereka ada di saat kita dalam kondisi lebih, maupun kurang. Materi bukanlah suatu barometer untuk mencari siapa yang pantas untuk menjadi teman kita.

***

Di kamar dengan penerangan yang redup, Ily tak henti-hentinya menangis. Dalam kondisi wajah yang kacau dan keadaan tidak baik. Air matanya seolah tidak pernah habis walau seharian penuh menangis. Tubuhnya terlihat kurus tak terurus. Widya masuk membawakan segelas susu hangat dan makan untu Ily. Sudah beberapa hari belakangan ini Ily hanya makan sesuap, dua suap, sudah terasa kenyang. Belum lagi saat dia merasa mual, makanan itu akan keluar.

"Sayang, makan dulu, ya?" ujar Widya menaruh nampan yang berisi segelas susu putih dan sepiring nasi dengan lauk pauk di nakas.

Ily hanya diam menatap kosong ke depan, lingkaran hitam yang melingkari matanya terlihat jelas. Sisa air mata di wajahnya tidak pernah mengering. Widya tidak tega melihat putrinya seperti itu. Setiap Widya masuk ke kamar Ily, hatinya terasa seperti tersayat pisau yang sangat tajam hingga perih dan sakit. Bagaimana tidak seperti itu, melihat buah hatinya seperti mayat hidup. Air mata menetes di pipi Widya. Hingga Widya tak tega hati melihat Ily, akhirnya dia pergi keluar dari kamar itu.

PERNIKAHAN DINI (KOMPLIT)Where stories live. Discover now