Air dari sedotan Kyra tak sengaja terciprat ke mata Lynn. Tidak terima Lynn membalas. Disedotnya es teh dari gelas, namun tidak ditegaknya. Dengan ujung sedotan yang masih di bibirnya, Lynn mengarahkan ujung sedotan sisi yang lain tepat ke wajah Kyra, sedetik kemudian dia langsung menyemburkannya. Wajah Kyra yang memasang ekspresi bak Detektive yang sedang mengungkap kejahatan langsung berubah murka.
"LO NGAJAK PERANG?!" Kyra menggebrak meja dengan satu tangannya.
Orang-orang yang dapat mendengar suara toa Kyra di Kantin langsung memandang meja mereka dengan penasaran. Apalagi melihat wajah Kyra mendadak basah di siang bolong yang panas ini. Mereka bertiga bagai magnet yang menarik perhatian.
Kyra melakukan hal yang sama pada sedotannya seperti yang Lynn contohkan. Gadis bertubuh langsing itu menyemburkan pop ice miliknya tepat ke wajah Lynn. Namun sayang, Lynn dapat menghindar. Pembalasan Kyra barusan merupakan pernyataan perang. Lynn tidak segan-segan menyemburkan air dari sedotannya.
Rhea lebih memilih menghindar. Dia hanya tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya yang kekanakan. Tingkah mereka berdua yang seperti anak kecil tidak luput dari perhatian anak-anak lain. Seisi Kantin malah sibuk meneriaki mereka memberi semangat.
Maurer, Daryl, dan Bryan yang baru datang memandang kedua orang itu heran. Mereka bertiga berdiri berdampingan di dekat Rhea sambil memperhatikan tingkah keduanya.
"Lo nggak ikutan?" tanya Maurer kalem pada Rhea.
"Emangnya gue bocah?" Rhea malah bertanya balik.
Maurer manggut-manggut mendengarnya. Meski tidak membantah kalimat Rhea, dari raut wajah Maurer dan kedua sahabatnya terlihat seolah menyetujui, jika Rhea memang benar adalah bocah. Lynn dan Kyra sama- sama tidak ada yang mau melakukan gencatan senjata. Alat tembak berupa sedotan, dan misil berupa air pop ice dan teh, dibidikan ke wajah musuh.
Seseorang menepuk pelan pundak Lynn dari belakang, Lynn yang kaget tak sengaja menyemburkan air dari sedotan di mulutnya. Tembakannya jitu! Air dari sedotannya menyembur membasahi wajah orang yang tadi menepuk bahunya. Yura. Seluruh penghuni Kantin memandang kedua gadis yang sama-sama terpaku itu.
"Ikut gue!" perintah Yura sembari mengusap wajahnya.
Lynn menaruh seperangkat alat perangnya berupa gelas dan sedotan di atas meja. Dia mengikuti langkah Yura tepat di belakangnya. Kyra dan Rhea tidak berusaha menghalau. Lynn sudah bercerita secara gamblang tentang tragedi di Rumah Ayahnya. Pandangan mata Maurer tak segaja bertemu dengan Lynn. Maurer mengangguk pelan memberikan support, Lynn balas tersenyum.
Yura mengajaknya berbicara berdua di atas atap sekolah. Lynn berdiri di dekat pembatas. Ia mendongak memandang langit. Yura berdiri di sebelahnya, menatap Lynn dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. Tidak ada tatapan benci seperti dulu ketika Yura selalu melihatnya, namun tidak ada tatapan perdamaian juga di sana.
"Maaf."
Lynn semerta-merta mengalihkan pandangannya menatap Yura. Satu kata yang sederhana. Satu kata yang akan membuat hubungan mereka berubah. Lynn menyunggingkan senyumnya. Meski Yura berusaha memasang wajah angkuh, tapi gelagat tubuhnya mengisyaratkan dirinya salah tingah.
"Nggak usah senyum lo! Lo mau maafin gue atau nggak?!"
"Minta maaf karena apa?" Lynn balas bertanya.
Yura memincingkan matanya menyelidik. "Lo mau hakimin gue ya?"
"Ngapain?" Lynn mengangkat satu alisnya. "Gue nggak berhak ngehakimin siapapun. Seseorang minta maaf, pasti karena tahu jika dia buat satu kesalahan. Dan gue cuman nanya, lo minta maaf untuk apa?"
YOU ARE READING
I'm Not A Troublemaker #1
General FictionTiga cewek cantik, jago berantem berada di satu kelas yang sama dengan geng cowok yang mengganggu hidup mereka. Lynn, Kyra, dan Rhea harus menghadapi kelakuan Maurer, Daryl, dan Bryan yang absurd. Kyra dan Rhea yang moody, mudah emosi, mudah bt tent...
PART 24
Start from the beginning
