Maurer menganggukan kepalanya mengerti. "Lo nggak kesepian?" tanya Maurer lagi.
"Nggak!" jawab Lynn yakin, "Gue punya Kyra dan Rhea, mereka selalu ada di sisi gue, kecuali saat gue di Jepang. Mereka selalu kepoin gue, nelpon gue pagi, siang, malem, bombardir gue dengan SMS ngaco dan gak penting. Tapi karena itu gue ngerasa, 'ahh ... masih ada yang sayang sama gue!', karena itu gue nggak pernah kesepian."
Maurer ikut tersenyum bersama Lynn. "Bener juga! Gimana lo bisa kesepian temenan sama dua cewek ajaib itu," ujar Maurer.
Lynn tertawa geli. Dia menyetujui ucapan Maurer. Kyra dan Rhea memang dua sahabat ajaib, sifat dan perilaku mereka sangat langka, tapi Lynn bahagia memiliki mereka berdua. Dan kini, mungkin ada seorang lagi yang berharga dan menempati posisi khusus di hatinya. Dia yang kini serius memandangnya, dia yang kini sedang berusaha untuk menyelami masa lalunya, dia yang kini hendak merengkuhnya dalam pelukan.
"Lo beruntung punya mereka." Maurer menambahi.
"Dulu gue pernah berpikir, kalau Tuhan itu nggak adil. Anak-anak lain bisa hidup dalam kelimpahan kasih sayang orang tua, sedangkan gue nggak. Tapi setelah apa yang gue lalui, gue sadar kalau Tuhan udah ngatur kehidupan gue dengan baik. Gue diberi keluarga baru, Kyra mirip Mama, yang cerewetnya minta ampun. Rhea kayak Papa, yang langsung pasang badan ngebela gue dengan jurus karatenya. Gue diberi sahabat sekaligus keluarga yang baik!"
"Jangan lupakan gue, calon suami setia yang dikirimin Tuhan buat lo!"
Lynn mengernyitkan dahi seolah tidak setuju. "Lo jadi mirip Bryan! PD banget lo jadi suami gue, pacaran aja nggak!"
"Itu kode? Lo mau gue tembak sekarang?" Maurer menyeringai menggoda.
Wajah Lynn merah padam. "Nggak! Siapa yang kode?!" kilahnya.
"Lynn ... mau kan lo jadi cewek gue? Menemani gue dalam suka dan duka, setia di samping gue saat miskin dan kaya, jad--"
"Bodo ah bodo! Gue nggak denger!" Lynn turun dari kursi ayunan, berjalan cepat menuju mobil Maurer yang tidak jauh darinya.
Maurer terkikik geli. Diikutinya langkah Lynn tepat di belakang. Lynn boleh lolos hari ini, tapi selanjutnya ... Maurer tidak akan membiarkannya.
◆◇◆
Tiga hari semenjak kejadian itu, Yura sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Kantin, Perpustakaan, Lapangan, dan tempat-tempat umum sama sekali Lynn tidak pernah bertemu pandang dengan saudara tirinya itu. Ada rasa khawatir yang terselip, Lynn takut luka di hati Yura terlalu dalam dan ia terjebak di dalamnya.
Tidak ada satupun kebencian di dunia ini yang mutlak, karena pada dasarnya hati seorang manusia itu fleksibel. Lynn selalu yakin, Yura tidak benar-benar membencinya. Kalaupun benci, suatu hari perasaan itu pasti hilang dan berganti dengan cinta. Lynn sudah melakukan apa yang dikatakan Ibunya.
Tidak boleh membalas kebencian dengan kebencian, mengalah, dan menerima kehadiran orang-orang yang mengabaikannya. Kini, tinggal menunggu waktu yang menjawab.
"Lo jadian sama Maurer ya?" tanya Rhea menyelidik.
"Nggak," jawab Lynn langsung.
Lynn bertingkah seolah tak perduli. Menikmati bakso yang paling lezat di Kantin. Padahal hatinya dag dig dug dengan pertanyaan Rhea barusan, entah mengapa ia merasa seperti maling sendal yang tertangkap basah.
"Anak-anak pada ngomongin lo berdua. Banyak saksi mata yang bilang lihat kalian jalan berduaan sepulang sekolah. Makan malem juga! Nah, kita berdua malah nggak tahu! Apa yang lo sembunyiin dari kita, hah?! Ngaku!" Kyra menodongkan senjata berupa sedotan pop ice tepat ke wajah Lynn.
YOU ARE READING
I'm Not A Troublemaker #1
General FictionTiga cewek cantik, jago berantem berada di satu kelas yang sama dengan geng cowok yang mengganggu hidup mereka. Lynn, Kyra, dan Rhea harus menghadapi kelakuan Maurer, Daryl, dan Bryan yang absurd. Kyra dan Rhea yang moody, mudah emosi, mudah bt tent...
PART 24
Start from the beginning
