Part 14 [I'm Hungry!]

193K 9.7K 357
                                    

Paris's POV
Aku menatap jam dinding yang terdapat di dalam ruangan fitness dengan mata yang sudah berkunang-kunang.
Demi apapun juga, ini sangat melelahkan dan Faris tak kunjung kembali setelah terakhir kali dia mengingatkanku untuk tetap berlari.
Rasanya ini sudah 2 jam lebih dan dia tetap tak kembali.
Padahal ini hanya berlari, tapi aku seakan merasa bahwa jiwaku telah mengudara karena terlalu lelah dan rasanya nafasku semakin menipis.
Keringat yang memenuhi tubuhku terus mengalir seiring dengan gerakan kakiku, dan kepalaku semakin pusing setiap kali kakiku bergerak untuk berlari.

Aku sudah hampir terjatuh, ketika pintu ruang fitness mulai terbuka dan Faris muncul sambil tertawa-tawa. Aku segera menghentikan mesin sialan itu dan menuruninya agar bisa secepatnya melakukan protes terhadap Faris.

"Wah,wah, keringatmu banyak sekali, apa dari tadi kau terus berlari?" Tanya Faris masih dengan senyum lebarnya.

"Ya" Entah mengapa, hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku sementara nafasku masih terdengar terengah-engah, padahal mulanya aku berniat untuk melakukan protes besar-besaran kepadanya.

"3 jam kamu berlari? Wow, kupikir kamu sudah dari tadi menyerah, ternyata aku salah. Baguslah, ayo kita cek. Berapa kilogram yang hari ini sudah kamu bakar." Katanya dengan senyum menyebalkan.

"Tadi aku lupa mengecek berat badanku sebelum berolahraga." Jawabku masih dengan wajah yang banjir keringat.

"Hmmm, cobalah mengingat berat badan terakhirmu agar kita bisa melihat berapa persentase penurunan berat badanmu melalui olahraga berlari seperti ini." Katanya mulai terlihat serius.

"Ya." Jawabku singkat.

"Ayo, cepat timbang berat badanmu." Perintahnya sambil menunjuk timbangan yang ada di pojok ruangan.

"Bos, ketahuilah, timbangan itu musuh terbesarku. Aku tak ingin memperlihatkan berat badanku kepada bos." Kataku tegas.

"Astaga Faris, aku ini dokter, jadi timbangan itu seperti sahabat sejati dimana setiap pasien harus menimbang berat badannya dan di cek tinggi badannya, jadi tak perlu malu denganku." Jawabnya dengan wajah serius.

"Demi apapun juga bos, semua wanita tak ingin berat badannya di ketahui oleh pria. Itu adalah hal tabu yang sangat sakral." Kataku sambil menyilangkan kedua tanganku ketika dia masih menunjuk timbangan itu dengan tatapan serius.

"Ahhh Paris, tanpa kau beritahupun aku sudah bisa memperkirakan berat badanmu berkisah di antara 120 s.d 130 bukan?" Ujarnya dengan wajah datar.

"Oh Tuhan, mengapa bos bisa menebaknya?" Tanyaku dengan wajah yang di buat seolah-olah takut.

"Sudah, cepat timbang berat badanmu." Perintahnya dengan muka yang mulai terlihat kesal.

"Iya,iya." Kataku mengalah dan mulai mendekati timbangan itu.

Dengan takut-takut aku menginjakkan kakiku di atas timbangan itu dan bosku hanya menatap timbangan itu dengan datar.
Terlihat angka-angka yang mulai bergerak cepat hingga berhenti tepat di angka 124.3 kg.

"Heeee?" Protesku dengan kesal.

"Kenapa?" Tanyanya santai sambil menulis berat badanku di kertas yang di bawanya.

"Rasanya kemarin aku menimbang berat badanku, beratku 125 kg, dan sekarang menjadi 124.3 kg doang? Jangan bilang, aku berlari selama 3 jam dan beratku hanya turun 0.7 kg? Astaga, cobaan macam apa ini?" Protesku kesal.

"Ya, itulah program diet sehat, dimana badanmu akan mengecil dalam jangka waktu yang tak sebentar, mungkin perlu waktu 1 atau 2 tahun atau bahkan lebih?" Tuturnya santai sambil menyampirkan handuk yang tadi di bawanya di pundakku.

When a Man Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang