"Gue?" Lynn menunjuk dirinya sendiri dengan mata berkaca-kaca. Pertama kalinya Yura mendengar keluh kesah saudara tirinya. Pertama kalinya Lynn dan Yura mau mengungkapkan isi hati mereka.
"Kadang gue meragukan apa benar orang yang ada di depan gue ini adalah Papa gue. Omong kosong kalau gue bilang, gue nggak ada orang tua! Gue punya orang tua. Tapi orang tua yang nggak ada buat gue." Awalnya Lynn mengucapkan dengan nada penuh penekanan tapi, pada akhirnya kembali menjadi lemah.
"Lo pikir gue akan bersimpati mendengar cerita lo?" tanya Yura dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan, "katakan kalau lo benci Papa! Katakan kalau lo benci gue!"
"Benci? Lo boleh nggak percaya tapi, gue nggak pernah benci Papa, Nyokap lo, ataupun Lo!"
Yura tertawa keras dan tampak dibuat-buat, "Lo bercanda? Ini bukan acara lawakan! Papa sering memukuli dan sudah mengusir lo! Gue? Nggak perlu gue katakan apa yang pernah gue lakukan pada lo kan?"
"Lalu? Kenapa gue harus benci?" tanya Lynn balik. Yura menatap Lynn tidak percaya tapi dia diam, menunggu Lynn melanjutkan kalimatnya.
"Gue marah... iya, gue marah! Tapi gue nggak benci. Gue selalu bertanya-tanya kapan kalian bisa menerima kehadiran gue. Kapan Papa bisa percaya sama gue. Kapan lo berhenti melampiaskan amarah ke gue! Sebanyak apapun kata-kata kasar yang lo katakan. Seberapa besar rasa dendam lo ke gue. Kenapa gue harus benci lo? Bukankah kita adalah keluarga?"
"Keluarga?" Yura menatap Lynn sayu. "keluarga...," sekali lagi dikatakannya kata tersebut. Kedua matanya terlihat tidak fokus.
"Apakah hubungan gue, lo, Papa, dan Nyokap gue ini yang lo sebut keluarga?" tanya Yura tak bisa menyembunyikan kebenciannya, "Papa selalu mukul lo! Papa terlihat percaya sama gue! Tapi apa lo tahu siapa sebenarnya di antara kita yang tidak berharga buatnya? Lo pikir orang yang gue sebut Papa itu mencintai Nyokap gue, istrinya sekarang?"
"Apa yang lo maksud?" kembali Lynn melemparkan pertanyaan.
"Gue nggak berharga Lynn! Gue hanya anak dari wanita yang terpaksa dinikahinya! Papa ngebela gue itu hanya sebagai kamuflase! Papa tahu lo nggak salah! Tapi dia tetep bela gue? Kenapa?" Ada jeda sejenak sebelum Yura melanjutkan kalimatnya. "Untuk menyakinkan dirinya jika Papa punya cinta yang sama buat kita berdua! Gue anak yang nggak dikehendaikinya! Mereka menikah karena kesalahan. Dan kesalahan itu adalah gue," Yura terlihat makin kacau. Air mata yang turun dari kelopak matanya diusap kasar.
"Yura. Cukup!" sentak Justin namun Yura mengabaikan.
"Kenapa Pa? Kenapa nggak sekalian Papa beri tahu Lynn betapa sayangnya Papa sama dia? Jadi anak Papa nggak salah paham lagi," kata Yura ketika membalas tatapan tajam Justin padanya.
"Gue beri satu contohnya! Saat kita kecil. Ketika kita jatuh berdua dan ada Papa di sana. Lo inget siapa yang digendong?" Lynn tidak menjawab pertanyaan Yura meski dia tahu jawabannya.
"Lo Lynn! Gue nggak dianggap! Pelayan yang rawat luka gue, dan Papa cuman khawatirin keadaan lo!" Yura kembali mendorong bahu Lynn kasar.
Lynn tidak menjawab. Apa yang dikatakan Yura benar adanya. Itu dulu, saat mereka masih kecil dan Yura belum bisa mengucap fitnah. Tapi, Yura sama sekali tidak tahu alasan sebenarnya. Alasan mengapa Justin melakukan itu padanya.
"Lo tahu apa yang Papa lakukan tiap malam? Papa mandangin foto lo berdua dengan Nyokap lo! Kadang Papa nangis sendiri! Gue tahu Papa nggak pernah benar-benar perduli sama Nyokap gue! Sedikit saja... gue ingin Papa sedikit perduli pada kami. Tapi apa? Lo pernah tahu rasa sakit Nyokap gue ketika melihat dengan kedua matanya sendiri Papa terlihat sedih menatap wanita masa lalunya itu!
"Apa lo tahu betapa sakitnya hati Nyokap gue saat Papa selalu menanggapi kami dengan dingin?"
"Yura... cukup sayang. Cukup...," Verla hendak maju menghampiri Yura tapi Justin menahannya. Maurer diam. Berusaha menyelami permasalahan kedua saudara tiri itu.
YOU ARE READING
I'm Not A Troublemaker #1
General FictionTiga cewek cantik, jago berantem berada di satu kelas yang sama dengan geng cowok yang mengganggu hidup mereka. Lynn, Kyra, dan Rhea harus menghadapi kelakuan Maurer, Daryl, dan Bryan yang absurd. Kyra dan Rhea yang moody, mudah emosi, mudah bt tent...
PART 22
Start from the beginning
