Chap 7 : Safe

6.4K 318 10
                                    

Viah's POV

Pagi harinya kami bangun dan senam pagi. Di lanjutkan dengan sarapan bersama lalu kami mandi pagi.

Senior pun mengarahkan kami untuk berkumpul. Kami di beritahu bahwa sebentar kami akan bersepeda lalu mendaki gunung bersama. Pendamping kelompoku adalah kak Ansel.

"Ade-ade ayo sekarang perkelompok masing-masing ambil sepedanya kita akan bersepeda sampai ke kaki gunung. Habis itu dari kaki gunung kita mendaki sampai ke puncak. Ngerti?"
"Iya kak!!!"
"Ok! Let's go!!!"

Aku membawa sepeda hingga ke kaki gunung. Sejenak melirik ternyata di belakangku kak Ansel. Tapi aku merasa ada yang aneh dengan sepeda yang ku kendarai ini. Rantainya berulang kali tersangkut. Aku cukup takut karena di sampingku ini ada jurang yang lumayan curam.

Tiba-tiba rantaiku sepedaku tersangkut dan macet. Sepedaku tak bisa ku kendalikan, dan akhirnya aku terjatuh dari sepeda. Tubuhku sedikit terguling dan terjerembab ke jurang. Aku nyaris jatuh ke dalam jurang, tapi aku berpegangan pada pohon kecil yang tak jauh dari bibir jurang.

Kulihat kak Ansel melompat turun dari sepedanya. Dia langsung menolongku yang sudah berteriak setengah mati. Aku hampir kehabisan tenaga untuk berpegangan pada pohon kecil yang sudah hampir patah ini.

"Viah bertahan, pegang tangan kakak Viah!!!"
"Nggak sampe kak, Viah nggak kuat"
"Raih Viah, ayo berusaha"

Aku terus berusaha. Dan hap!!! Akhirnya aku bisa meraih tangan kak Ansel dan dia menariku ke atas.

Dia langsung memeluku, dan memberiku air minum. Sementara aku masih ter-isak karena syok dengan kejadian tadi. Ada apa sebenarnya dengan sepeda itu.

"Kamu nggak apa-apa?"
"Aku masih takut kak"
"Nggak usah takut kok ada kakak disini"

Kak Fahri, kak Ficqih, dan kak Fandy memeriksa sepedaku.

"Bro! Kayaknya ada yang sengaja nih mutusin rantainya"
"Masa sih tadi baik-baik aja"
"Dia emang nggak mutusin langsung cuman dikit. Tapi karena di paksa ngeroda jadinya putus deh"

Hah! Siapa yang tega melakukan itu? Aku tidak pernah memiliki masalah dengan orang lain. Adelia dan Indira dengan wajah paniknya datang menghampiriku.

"Viah kamu nggak apa-apa?"
"Nggak kok tenang aja"
"Kamu masih kuat buat lanjut mendaki. Atau kita istirahat aja di basecamp?"
"Nggak Adel aku masih kuat aku masih pengen lanjut. Tenang aja deh"
"Ya, udah ayo. Kita jalan aja udah di depan kok"

Kami pun melanjutkan mendaki gunung. Aku tak luput dari pengawasan kak Ansel. Katanya dia takut, kalau terjadi sesuatu lagi padaku.

Kami pun sampai di puncak gunung. Kami langsung di suguhkan dengan pemandangan yang sangat indah. Kami di ajarkan bagaimana menjadi seorang pemimpin dan sikap seorang pemimpin dalam memimpin kelompoknya. Kami juga memain-kan berbagai macam permainan.

Setelah itu kami kembali ke basecamp. Nanti malam akan diadakan permainan jerit malam. Cukup menantang dan sepertinya menyenangkan. Kami pun bersiap-siap.

"Ade-ade kalian berkelompok dua orang putarin jalur yang udah di bikin. Di sana nggak ada penjaga jadi jangan sampai salah jalan. Ok, ayo mulai"

Pasangan per-pasangan berhasil memutari jalur tersebut. Ada juga yang lari ketakutan sambil berteriak.

Sekarang giliranku dan Indira. Indira adalah orang kepercayaanku selain Adelia. Kami juga sudah bersahabat lama, hanya tidak sedekat aku dan Adel.

"Ra lo nggak takut?"
"Takut sih tapi mau gimana lagi"
"Ya udah jalan yuk"
"Yuk"

Kami pun berjalan menyusuri jalur tersebut. Tiba-tiba aku terpisah dengan Indira.

"Ra! Ra! Lo jangan bikin gue takut dong Ra"

Nihil aku tidak tahu dia dimana.

Grekkk...

Suara daun kering yang di injak

"Siapa di situ"

Ku arahkan senterku. Tiba-tiba seperti suatu balok kayu menghantam kepalaku. Aku merasakan ada sesuatu yang mengalir. Apakah itu darah?

"Rasain loh!!! Hahaha"

Aku tidak bisa melihat wajahnya. Namun dari suara dan tawa liciknya aku seperti mengenalnya.

"Viah!!!"

Suara kak Ansel

"Ya ampun Viah kamu kenapa?"

Mataku semakin buram.

"Rika?!"

"Lo apain Viah hah?"
"Enggak aku nggak ngapa-ngapain dia"
"Itu tongkat buat apa? Kamu mukul Viah? Jawab!!!"
"Bukan gitu...."
"Ikut gue sekarang"

Kak Ansel menariku dan Kak Rika. Kak Rika tampak meronta dan memohon pada kak Ansel. Sementara aku, kepalaku terasa sangat pusing dan penglihatanku sangat buram. Dia membawa kami ke base camp.

"Viah lo kenapa" teriakan panik Adelia dan Indira.

"Sekarang lo ngaku! lo apain Viah?"
"Aku nggak ngapa-ngapain dia"
"Terus tongkat itu? Dan darah di baju loh? Loh mau nyelakain Viah? Jawab!!!"

Kak Rika tertunduk tak bergeming.

"Aku-aku sebenarnya cemburu lihat kamu deket sama Viah. Aku- aku masih cinta sama kamu Ansel"
"Kamu gila apa. Berarti sepeda tadi juga ulah kamu?"
"I-iya. Aku minta maaf"
"Heh maaf? Jangan harap. Gue bakalan laporin loh ke polisi!!!"

Kam Ansel hendak maju dan hendak menampar kak Rika namun di tahan.

"Sel! Sel! Udah mending kita bawa secepatnya Viah ke rumah sakit, darahnya mengalir terus"

Kepalaku terasa sangat pusing aku mulai melemah. Kak Ansel telah menyelamatkanku dua kali hari ini. Aku sangat berterima kasih kepadanya.

"Kak Ansel..." Lirihku. Aku sempat melihat dia kembali ke arahku dan menggendongku dan seketika semuanya gelap.

••••••••••••••••••••••••••

Heyo! maaf ya readersku tercinta. Setelah sekian lama aku baru muncul lagi. Sekarang lagi ada sedikit masalah sih sama Ansel dan Viah di dunia nyata. Doain yah moga cepat selesai.

Yang di mulmed itu Rika. Cantik namun licik, banyak mah yang kayak gitu. Penampilan menipu, yang author lihat juga banyak. Yuk sama-sama kita singkirin PHO dari muka bumi ini.

Dan jangan lupa yah, sabtu konsernya 5SOS HAHAHAHAHAHA. Yang nggak bisa nonton sabar yah, sini sama author sama-sama nggak nonton. Kita nyesek bareng yuks!

Malam konsernya kita pakai #TeamNyesek di twitter. Sama kayak waktu 1D konser dulu hahahah. Udah bahas 5SOS-nya. Follow twitter-nya author link in Bio

Dan HBD juga buat abang Justin ku sayang 💜🎉🎊🎈🎁💜. Moga makin cakep dan makin sayang sama Author. *tamparauthor

Back to Topik
Jangan lupa

VOTE
N
COMMENT

YAN💜

Tanda Tangan Kakak OSIS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang