Part 15 - Tawaran Ella

Start from the beginning
                                    

Jujur saja, sejak kemarin, Ella tidak bisa duduk tenang. Dia terus kepikiran perihal hukuman apa yang akan diterima Kafka. Bukannya dia sok perhatianatau apa, tapi bagaimana kalau Kafka sampai berurusan dengan yang namanya drop out atau skorsing panjang? Bagaimana pun, ia merasa punya andil atas hukuman Kafka. Kalau saja kemarin ia tidak membawa-bawa bungkus rokok dan pemantik milik Kafka yang tertinggal, mungkin hasilnya akan lain.

Dan semalam, Ella sempat bertanya pada Nola tentang bagaimana perangai Kafka selama di kelas, dan jawaban Nola membuat Ella agak ngeri.

"Yaelah, Cin, lo kayak nggak tau gimana si Kafka aja. Lo sama dia kan sama-sama trouble maker, sebelas dua belas. Hati-hati aja sama dia, siapa tau nanti dia balas dendam dan balik ngusilin lo hahaha."

Jawaban itu juga yang membuat Ella tidak bisa tidur. Nola benar. Bagaimana kalau nanti Kafka tiba-tiba ingin membalas apa yang terjadi kemarin? Dan bagaimana kalau yang menerima akibatnya saat itu adalah Cinder? Melihat hubungan Cinder dan Kafka yang kurang baik, bukan hal yang mustahil kan kalau Kafka mungkin akan menjahili Cinder di kemudian hari? Dan dia tidak bisa diam begitu saja. Di Gentra, Cinder sedang melindunginya dari Donna, dan di sini, Ella akan berusaha melindungi Cinder dari Kafka.

Bukan, Ella nggak berpikir untuk balik menjahili atau debat kusir dengan Kafka. Dia hanya ingin meminta maaf dan kalau bisa—kalau ya—meringankan sedikit hukuman cowok itu. Siapa tahu saja kekesalan Kafka atas kecerobohannya kemarin bisa sedikit berkurang. Siapa tau saja, kan?

Tungkai kaki Ella semakin diseret cepat. Langkahnya berusaha menjajari langkah Kafka yang panjang dan lebar dengan susah payah.

"Jadi, kamu dapet hukuman apa dari Bu Hana?" tanya Ella lagi, setelah berhasil menyeimbangkan langkahnya sejajar Kafka. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum lebar.

Kafka tidak menyahut. Tidak berhenti. Bahkan menoleh saja tidak. Cowok itu tidak menganggap Ella ada di sampingnya sama sekali.

"Kafka, aku tuh lagi ngomong sama kamu. Nggak bisa ya kamu jawab pertanyaan aku?" protes Ella, tanpa sadar menarik tepian seragam Kafka yang tidak dimasukkan.

Langkah Kafka berhenti seketika. Sorot malasnya menatap Ella tanpa ekspresi dan menepis tangan cewek itu yang masih bertengger di ujung seragamnya. "Nggak penting dan bukan urusan lo buat tau gue dapat hukuman apa," sahutnya tanpa nada, lalu kembali melangkah.

Ella mengembuskan napas pelan, berusaha sabar. Kenapa sih susah banget mau ngomong baik-baik sama Kafka? Ella kan cuma mau minta maaf, bukan minta uang.

Langkah Ella diayun lebih cepat, berusaha menyusul Kafka sekali lagi. "Kamu pasti marah sama aku. Nggak apa-apa kok, aku tau aku salah. Tapi aku cuma mau—"

Kata-kata Ella terpenggal seketika dan berjengit mundur. Kafka berhenti mendadak di depannya tanpa aba-aba dan berbalik cepat menghadapnya. Nyaris saja Ella menubruk dada cowok itu kalau tidak punya refleks yang bagus.

Sesaat, keduanya sama-sama bungkam. Dan dalam senyap, sama-sama saling menilai. Tinggi Ella hanya sebatas dagu Kafka, dan jujur saja, buat Ella, itu sedikit mengintimidasi. Belum lagi sorot mata cowok itu yang seperti menguliti. Kalau tidak ingat kesalahan dan akibat yang mungkin akan diterima Cinder nantinya, Ella pasti akan menuruti omongan Cinder untuk menjauhi Kafka. Lama-lama berdekatan dengan cowok itu, entah mengapa, selalu membuatnya sesak napas.

Begitu pun dengan Kafka. Ia merasa sosok Cinder di hadapannya saat ini begitu berbeda. Ada sesuatu yang lain dalam diri cewek itu. Dia memang tidak tahu apa yang membedakannya, tapi jujur saja, berada di sekitar sosok Cinder yang sekarang, tak jarang membuatnya digerogoti rikuh.

CINDER - ELLAWhere stories live. Discover now