Tenderly Touched - Ch. 4

75.2K 4.8K 65
                                    

Emma mempercepat langkah kakinya.

Ia sudah terlambat 10 menit karena 'berbicara' dengan Rhys. Berani-beraninya pria itu menciumnya! Idenya tentang pria memang tak pernah salah. Mereka adalah makhluk menjijikan yang hanya bisa mengambil kepuasan dari tubuh wanita. Dan sekali lagi pikirannya terbukti benar.

Emma mengepalkan tangannya yang gemetaran. Ia masih dapat merasakan hembusan nafas pria itu di dalam mulutny dan itu membuatnya mual. Untunglah ia masih bisa mengendalikan dirinya di hadapan Rhys. Ia tidak bisa membiarkan dirinya runtuh dihadapan pria itu.

Pria itu akan menghacurkannya dan Emma sama sekali tidak memiliki waktu dan tenaga untuk mengumpulkan semangat hidupnya lagi jika hal itu sampai terjadi. Ia harus menjauhkan diri dari Rhys karena pria itu berbahaya bagi jiwanya.

Merogoh tasnya dengan tangan yang masih gemetar, Emma mengambil kunci apartemennya dan membuka pintu. Diletakannya tas kerjanya di konter dapurnya yang kecil sebelum mengambil segelas air putih dan meneguknya habis. Berharap ia bisa menghilangkan rasa Rhys dari mulut dan lidahnya.

Namun, rasa bibir Rhys di bibirnya seakan terpatri di hatinya. Lidah yang lembut itu menjelajahi mulutnya dengan menggoda. Membangkitkan perasaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya oleh Emma.

Ia gemetaran tapi tak mampu membuang rasa Rhys dari tubuhnya. Dan sekarang pikirannya melayang kepada setiap cumbuan dan sentuhan pria itu di kulitnya. Ya, Emma memang merasa jijik dan mual bila memikirkan ada pria yang menyentuhnya dan meneguk kenikmatan dari tubuhnya. Tapi kali ini sepertinya tubuhnya berkata lain.

Biasanya Emma akan berlari ketakutan dan panik bila ia menerima serangan seksual dari pria lain. Tidak biasanya Emma akan terdiam dan menerima perlakuan seperti yang telah Rhys lakukan.

Emma begitu terlena oleh setiap kecupan dan buaian Rhys sehingga tidak sadar bahwa ia sudah berada di pangkuan pria itu. Ia bahkan tidak menyadari bahwa Rhys terangsang padahal bukti nyata pria itu sudah menekan bagian kewanitaan Emma.

Sampai ketika Rhys menyudahi ciuman mereka, kesadaran Emma baru kembali. Dan seketika itu juga rasa panas dan sentuhan nikmat dari jari-jari Rhys terasa seperti sengatan dan melemparnya kembali ke masa lalu.

Dan ketika tatapan mereka bertemu, ia sudah berhasil mengumpulkan kendali dirinya kembali. Mengubur semua perasaan yang sempat keluar kedalam jiwanya dan menguncinya rapat-rapat, tidak membiarkan Rhys melihat betapa pria itu mempengaruhinya.

Demi Tuhan! Ada apa denganku?

Tidak cukupkah semua hal yang telah terjadi kepada dirinya dulu? Tidakkah ia bisa belajar dari pengalamannya yang pahit? Emma tidak boleh membiarkan Rhys mendekatinya karena ia tahu jika Rhys sampai menyentuhnya lagi, mungkin kali ini Emma akan benar-benar kehilanggan jati dirinya sendiri.

Emma mengingatkan dirinya kembali akan semua kepercayaannya tentang pria. Pria itu makhluk jahanam yang hanya akan menyakiti wanita. Mereka tidak pernah memperdulikan perasaan wanita dan tidak pernah sekalipun memperlakukan wanita dengan pantas.

Tidakkah kau ingat seberapa sering kau menyaksikan bagaimana seorang pria mengambil dan merampas kenikmatan dari tubuh ibumu sebelum meninggalkannya merana, Emma? Tanyanya pada diri sendiri. Tidakkah kau ingat bagaimana mereka menyiksa ibumu dan membiarkannya tergeletak begitu saja? Bagaimana mungkin kau melupakan kenyataan bahwa pria seperti itu jugalah yang telah merendahkan dirimu setelah merampas kehormatanmu?

Memori yang telah lama ia kubur membanjiri ingatannya. Ia kembali teringat akan setiap detik kehidupannya yang seperti di neraka itu. Bagaimana sepasang tangan kasar yang mencengkramnya erat dan menindih tubuhnya yang meronta tak berdaya. Bagaimana bibir dan lidah itu menjelajahi kulitnya dengan bau rokok dan alkohol yang kuat. Mendapati dirinya penuh dengan memar-memar dan guratan-guratan merah disekujur tubuhnya.

Dan setelahnya, ibunya...

Tidak! Teriaknya. Ia tidak akan kembali ke masa itu. Emma tidak mau mengingat kembali apa yang sudah dikuburnya dalam-dalam. Sudah 5 tahun berlalu dan Emma sudah meninggalkan masa lalunya. Hidupnya sekarang terlalu berharga untuk dicemari oleh memori itu.

"Kau sudah kembali, Ms. Browne."

Emma tersentak dari pikirannya.

Menoleh ke pemilik suara itu, Emma tersenyum dan menjawab, "Ya, aku baru saja kembali, Lindy. Maaf aku sedikit terlambat. Aku akan memberikan tambahan ke upah bulananmu."

Remaja tanggung yang bernama Lindy itu menggeleng. "Tidak apa, Ms. Browne. Hanya beberapa menit dan lagipula aku hanya menemani Micaela menonton kartun." Jawabnya sambil berjalan ke arah pintu. "Aku meninggalkan Micaela di ruang tamu menonton kartunnya, Ms. Browne. Karena kau sudah pulang, aku rasa sebaiknya aku segara kembali ke rumah. Aku tidak sempat memberitahu Mom kalau kau belum pulang tadi."

"Ya, tentu, Lindy. Jangan sampai orangtua mu khawatir karena kau belum pulang. Sampaikan salamku untuk mereka, dan terimakasih."

"Selamat malam, Ms. Browne."

"Selamat malam, Lindy. Berhati-hatilah."

Emma melihat gadis itu berjalan menuruni tangga apartemennya. Ketika Lindy sudah menghilang dari pandangannya, Emma mengunci pintu dan berjalan masuk ke ruang tamu mencari malaikat kecilnya.

"Mommy!" Seru Micaela.

Gadis itu langsung berlari ke dalam pelukan Emma dan mulai berceloteh tentang hari yang dilewatinya. Emma menghirup dalam-dalam bau tubuh Micaela yang selalu berhasil menenangkan hatinya yang sedang kacau.

"Kau ingin makan apa malam ini, Sweetie?" tanya Emma sambil menggendong Micaela dan membawanya ke dapur.

"Pizza! Aku mau pizza, Mommy!"

"Pizza? Mommy rasa kita memiliki pizza di dalam lemari es."

Micaela berseru senang dan memberikan senyum cerianya yang selalu berhasil menulari Emma.

Melupakan segala derita yang telah di alaminya, Emma menghabiskan malam itu bersama Micaela dan bersyukur akan hadiah terindah yang telah Tuhan anugerahkan padanya. Micaela merupakan harta terbesarnya dan satu-satunya hal di dunia ini yang menjadi penopang hidupnya.

Emma tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya jika saja Micaela tidak pernah hadir. Meskipun Emma masih bergidik jika mengingat situasi di balik penciptaan putrinya itu, ia tidak pernah menyesali kehadiran Micaela.

Mengembalikan pikirannya ke masa kini,  Emma menikmati pizza yang sudah dipanaskannya bersama dengan Micaela. Sesekali tersenyum mendengarkan celoteh Micaela yang tidak pernah berhenti.

***

Semalam ia tidak bisa tidur nyenyak karena tidak peduli seberapa keras usahanya untuk tidak memikirnya Rhys, bayangan pria itu selalu muncul setiap kali ia memejamkan mata. Dan pagi ini, ia terlambat bangun karenanya.

Emma berlari menuju halte bus setelah ia mengantar Micaela ke sekolah yang merangkap sebagai tempat penitipan anak. Ia menggambil tempat duduk favoritnya di bagian belakang bus di samping jendela.

Dilayangkannya pandangan ke luar jendela dan melihat halte bus yang selalu penuh pada pagi seperti ini. Ia tidak bisa menangkis perasaan bahwa ada seseorang yang sedang mengamatinya semenjak ia meninggalkan Micaela di sekolahnya.

Mencari di kerumunan orang-orang yang sedang menunggu bus, Emma tidak menemukan orang yang terlihat mencurigakan. Setelah beberapa saat, Emma memutuskan bahwa mungkin ini hanya perasaannya dan ia sedikit paranoid.

Namun, ketika bus yang di naikinya mulai berjalan meninggalkan halte, Emma menangkap tatapan seseorang yang sedang memerhatikannya. Seorang pria yang langsung membuang muka dan berjalan menjauh.

Emma tidak sempat melihat lebih banyak lagi karena bus sudah menjauhi halte bus. Ia tidak dapat mengenali pria ber-hoodie itu dan karena pria tersebut juga mengancingkan kerah jaketnya tinggi-tinggi untuk menutupi sebagian wajahnya.

Siapa? Tanyanya pada diri sendiri.

Tenderly Touched [WBS #1 | SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang