TAMAT

11.1K 484 75
                                    

Hari Kamis minggu ini adalah hari yang sangat menegangkan baik menurutku maupun menurut Fajar dan Mas Hilmi. Aku sama sekali tidak berani untuk masuk ke dalam ruang sidang, karena aku tidak siap mendengarkan hakim membacakan amar putusan untuk Mas Hilmi. Sudah hampir 30 menit aku menunggu dengan kecemasan yang amat sangat.

Aku hanya bisa memandang pintu ruang sidang yang sedikit tertutup. Sidangnya Mas Hilmi memang terbuka bagi umum, sehingga orang yang tidak mempunyai kepentingan apa-apa bisa dengan leluasa keluar masuk ke dalam ruang sidang tersebut.

Tiba-tiba dari dalam ruang sidang berhambur keluar para pengunjung yang tadi sempat mengikuti jalannya persidangan. Fajar pun keluar dari ruang ini dengan bersimbah air mata. Aku terperanjat melihat Fajar dalam keadaan seperti itu. Aku langsung menyerbu ke arahnya sambil memeluk tubuhnya. Fajar pun membalas pelukanku. Aku sudah tidak perduli dengan orang sekitar yang memandang prilaku kami berdua.

"Jar, gimana keputusannya?" Aku usap sedikit air mata yang merembes melewati sudut matanya dengan menggunakan telapak tanganku.

"Gam..... Makasih ya, kamu sudah mengupayakan dan membantu kami semaksimal mungkin." Ucap Fajar sambil menatapku dengan mata sayu.

"Bukan masalah buat gue Jar, terus keputusannya bagaimana?" Aku semakin penasaran untuk mendengarkan hukuman apa yang bakal dijatuhkan kepada Mas Hilmi.

"Hakim menyatakan Mas Hilmi nggak bersalah, dan hari ini Mas Hilmi sudah harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum."

"HAAAA.....YANG BENAR JAR??!" Aku terlonjak girang mendengar penjelasan Fajar.

Semakin aku eratkan pelukkanku. Nyaris saja aku hendak mencium Fajar karena euforiaku, tetapi aku keburu sadar jika saat ini kami tidak sedang berada di kamarku. Ada rasa haru yang kurasakan saat ini yang terlihat dari beberapa tetes air mata yang mulai mengalir dari sudut mataku. 

Beberapa saat kemudian , Pak Agung dan Mas Hilmi berjalan keluar dari ruang sidang. Kulepaskan tubuhnya Fajar dari pelukanku, aku berjalan menuju mereka berdua.

"Pak Agung, terimakasih ya sudah bantu Mas Hilmi selama proses persidangan sampai dengan putusan." Ucapku santun dan langsung menyalami tangannya Pak Agung.

"Ini bukan hal besar kok Gam....Nanti kalau ketemu Bapakmu, sampaikan salam dari saya. Sekarang saya harus segera meninggalkan tempat ini, karena masih banyak yang harus saya kerjakan." Kata Pak Agung sambil melepaskan jabatan tangannya.

"Iya Pak Agung, nanti saya sampaikan, sekali lagi saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya."

"Sama-sama Gam... Saya duluan ya." Pamit Pak Agung yang diiringi dengan bungkukan badan kami bertiga untuk menghoramatinya.

Setelah Pak Agung berlalu dari hadapan kami bertiga, aku langsung memeluk Mas Hilmi tanpa minta persetujuan Fajar, dan sambil berkata, "Mas Hilmi, selamat ya...Akhirnya Mas Hilmi bisa menghirup udara bebas lagi."

"Terimakasih ya Gam, kalau bukan karena bantuan dan dukunganmu, mungkin sekarang aku belum bisa menghirup udara bebas."

"Sama-sama Mas Hilmi. Eh Mas, sekarang prosesnya gimana lagi? Apa sudah bisa langsung pulang ke rumah?" Tanyaku sambil melepaskan tubuhnya Mas Hilmi dari pelukanku

"Aku harus ngurus administrasi putusanku ke Rutan Kebon Waru, tapi nanti sore juga sudah beres kok."

"Mas Hilmi ke sananya saya bonceng aja, nggak usah pake mobil tahanan." Ajakku. Fajar hanya memandangku tanpa komentar sedikit pun.

"Nggak bisa Gam, aku harus ikut mobil tahanan dulu. Karena namaku masih tercatat di Rutan Kebon Waru." Ucap Mas Hilmi sambil mengucek-ucek rambutku.

Rumah Kebon WaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang