[9]

8.4K 356 19
                                    

Ada sebuah pepatah yang berbunyi 'Kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenal orang lain'. Sepertinya mudah untuk menerapkan pepatah ini, tetapi banyak sekali orang yang tidak mengenal dirinya sendiri. Dari pertama kali aku mengetahui pepatah ini, aku sudah menerapkannya kepada diriku sendiri. Salah satu yang kukenal tentang diriku sendiri adalah sifat ingin tahuku sangat besar, sama besarnya dengan libidoku. Terutama jika aku berdekatan dengan seorang lelaki yang aku suka seperti Fajar.

Keinginanku untuk mengetahui tubuhnya Fajar pada saat dia tidak menggunakan sehelai benang pun sangat besar sekali. Sama besarnya dengan libidoku yang ingin menggauli tubuhnya sampai hasrat birahi ini terpuaskan.

Sepanjang siang sampai dengan sore hari, otakku sudah berlumuran hal-hal yang cemar. Aku ingin sekali melihat ekspresi wajah Fajar ketika dia menggelinjang akibat perbuatanku seperti yang aku lakukan kepada Ipung.

Tok....tok....tok.....

"Bang Agam....!!!" Suara Gilang memanggilku dari balik pintu kamarku.

"Masuk aja Dul...." Aku malas beranjak dari kasur. Biasanya juga Gilang langsung masuk ke dalam kamarku tanpa harus kubuka pintu kamarnya.

"Bang.... Nih ada temennya Bang Agam. Masuk aja Mas Fajar..." Gilang mempersilahkan Fajar masuk ke dalam kamarku.

Aku tidak menyangka jika Fajar datang lebih cepat dibanding dugaanku. Tentu saja hal ini membuat aku gelagapan, karena aku hanya mengenakan celana boxer tanpa mengenakan baju.

"Eh Jar.... Ma..masuk." Ucapku tergagap.

Aku langsung bangkit dari kasurku dan bergegas menuju lemari bajuku untuk mengenakan kaos.

"Dul... tolong buatin air minum buat Mas Fajar ya, sekalian buat gue juga."

"Iya Bang.... Mas Fajar mau minum apa? Kopi, teh, atau air jeruk?"

"Air putih aja Lang.... Terimakasih ya..."

"Sama-sama Mas Fajar...." Ucap Gilang berlalu dari kamarku sambil menutup pintu kamar.

"Santai aja Gam.... Maaf ya ganggu waktu istirahat kamu." Fajar berjalan ke arah kasurku, kemudian dia duduk di sudut kasur.

"Eh... Nggak ganggu kok Jar. Gimana kabar Mas Hilmi? Tadi ketemu nggak dengan pengacaranya?" Tanyaku sambil berjalan menuju meja belajarku kemudian duduk di kursi.

"Tadi aku udah ketemu dengan pengacaranya, beliau akan segera minta penangguhan penahanan ke Kejaksaan siang tadi. Tapi Gam... aku sekarang benar-benar lagi sedih." Terlihat ekspresi wajah Fajar yang begitu memelas.

"Emangnya kenapa Jar? Ada masalah lain?" Tanyaku sambil mendorong kursi yang beroda ini mendekati Fajar.

"Pagi tadi Mas Hilmi dibawa ke Kejaksaan yang ada di jalan Riau. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Sebelum aku pulang dari kantor kejaksaan, Mas Hilmi sudah dibawa pergi lagi. Katanya dititipkan di Rutan Kebon Waru."

"Haaa.... Rutan Kebon Waru itu yang ada di jalan Jakarta kan?" Hatiku ikut terenyuh mendengar penjelasan Fajar. Aku langsung membayangkan cerita Babe beberapa waktu yang lalu tentang kehidupan di penjara.

"Iya Gam.... Aku sudah gak bisa ketemu setiap saat, karena di sana ada jadwal kunjungannya. Aku kasihan sama kakakku kalau sampai dia masuk ke dalam penjara." Fajar menarik nafas dalam dan langsung membuangnya sambil menutup mukuanya dengan kedua tangannya. Dia terlihat sangat frustrasi menghadapi permasalahan ini.

"Sabar ya Jar... Gue selalu ada untuk loe kok..." Ucapku sambil berdiri kemudian mengelus punggungnya Fajar untuk memberikan sedikit ketenangan jiwa.

Rumah Kebon WaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang