13^ De Javu Again

5.2K 318 7
                                    

pic di mulmed Sachika Refansari Sanjaya. adiknya Rickie, si Chikka. cantik ya. 

maaf, telat updatenya. janjinya sih semalam publish. hanya ada masalah. author lagi di todong buat makalah ma teman author. T^T jadi baru kali ini publishnya. maaf ya. :D

happy reading~~

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

"Maaf Jo, maafkan gue. gue harusnya bisa nyelametin Dinda. Maaf Jo." Gue dengan menangis mencoba ngehampiri Johan. tapi tangan gue ditampis dengan kasarnya. Ada siratan kemarahan pada matanya.

"HARUSNYA ELO YANG MATI! BUKAN DINDA!! ELO KIE!! BUKAN DINDA!! SEKARANG BALIKIN DINDA GUE!! BALIKIN DINDA!!" Gue hanya natap Jo dengan nanar atas kata-katanya barusan. Gue tau, gue salah. Gue gak akan menuntut Jo maafin gue. yeah, gue yang ngebunuh Dinda saat itu. Harusnya gue yang di suruh ngambil bahan masakkan. Harusnya gue. tapi sayang, secara gak sengaja gue nyuguhin Dinda pada kejadian itu. Gue nyuruh Dinda yang mengambil. Dan beberapa menit kemudian. Pondok kayu itu meledak. Dan menghanguskan semuanya. Semuanya. Termasuk Dinda yang ada didalamnya. Jo yang ngetahui itu, marah besar. Alangkah takutnya gue ngeliat sorot kebencian yang ada di mata Jo sekarang. Andai waktu bisa berjalan dengan mundur. Gue ingin sekali nyelametin Dinda.

Gue yang seharusnya mati. Bukan Dinda. Jo sudah berlalu ninggalin gue. gue hanya tertunduk menahan tangis gue yang bentar lagi meluncur dengan indahnya. Tapi tiba-tiba gue ngerasakan pelukkan yang hangat. Iya hanya Farrel yang kini ada di hadapan gue. dia tersenyum dengan penuh ketulusan.

"Ini bukan salah elo, Rick. Ini sudah jadi takdir Dinda. Semua orang pasti akan mati. Tapi kita tidak tau kapan itu akan tiba. Bukan begitu?" gue hanya tersenyum ngedenger ucapan Farrel. Benar. Semua orang akan mati. Tapi tidak ada yang tau kapan mereka akan menjemput ajal mereka. Andai. Andai, gue tau tentang kematian seseorang. Andai gue tau kapan kematian Dinda, gue bakal nyelametin Dinda kemarin.

Semenjak kemarin, kejadian Dinda, semua pandangan siswa dan siswi di sekolah menatap gue dengan sinisnya. Mereka seakan menyalahkan gue atas kematian Dinda. Gue ngerasa gue ada di penjara. Gue ngerasa dicap pembunuh oleh semuanya. Semua serasa memusuhi gue. tapi masih ada Farrel yang ada di samping gue. yeah. Gue masih punya Farrel, yang selalu memihak gue, walau seluruh dunia membenci gue.

.

.

.

Mimpikah? Mimpikah tadi? Astaga. Kenapa gue ngerasa itu nyata ya? Gue perjapin mata gue, ngeliat sekeliling gue. putih! Itu yang ada di ruangan ini. Semuanya putih. Apa gue udah mati? Wweee... masak? Terus bunda gue gimana? Gue masih pengen makan.

"Rickie! Astaga! Syukurlah lo dah bangun. Gue panggil Jo dulu." Gue ngeliat Dinda yang dengan terburu-buru keluar ruangan. Hem? Ada Dinda. Berarti gue belum mati. Gue mandangin sekeliling gue. tempatnya putih. Rumah sakit kah? Gue hanya ngeliat ini gue lagi duduk di sebuah kasur. Hem? Di mana ini?

"Udah sadar?" gue nolehin kepala gue ke asal suara. "Gue kira lo koid tadi. Sayang banget. Hahaha." Sial Jo ngedoain gitu amat.

"Ngarep banget gue koid." Gue Cuma ngendus kesal ngedenger kata-katanya.

"Elah bro. Elo kayak anak perawan aja ngambekkan." Gue liat Jo duduk di samping kasur gue. gue sih sadar kalau dia natap gue dengan penuh kecemasan. "Gue merinding elo tatap gitu. Gue gak naksir ma lo, Jo. Sorry banget."

I LOVE YOU (yaoi) (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang