Haneul sedikit berlari ke arah Minseok, duduk menyamping di jok belakang sepeda dan mengeratkan pegangannya disisi kemeja Minseok.
"Siap? Setelah ini kau harus mentraktir ku makan."
"Terserah kau saja, oppa."
Setelah nya, Minseok mengayuh sepeda nya. Mengarungi jalanan luas kota Seoul yang hanya diterangi lampu menjulang tinggi, dan udara dingin khas musim dingin yang semakin menusuk tulang.
.
.
.
"Ini pesanan kalian anak-anak." Bibi Jung, pemilik kedai di sekitar apartemen kecil yang selalu buka 24 jam menyodorkan semangkuk jajangmyeon dan bibimbap pada Haneul dan Minseok.
"Aaa terima kasih bibi Jung." Balas Minseok semangat, menyambar sumpit nya dan makan tidak sabaran.
Sementara Haneul tersenyum ramah pada bibi Jung yang ikut duduk di antara lingkup mereka berdua. "Terima kasih bibi. Aku pasti membayar nya nanti."
"Aishh, tidak usah bayar Haneul-ah. Makan saja sepuas mu." Sahut bibi Jung.
"Ah benar itu. Seharus nya bibi Jung juga bersikap seperti itu pada ku." Ujar Minseok dengan mie yang masih tergantung bebas di mulutnya.
Bibi Jung melotot, memukul keras lengan Minseok yang sedang mengunyah makanan nya hingga pria itu sedikit meringis dengan tatapan tak terima.
"Ya! Khusus untuk mu kau harus membayar nya, Minseok-ie." Bibi Jung mencubit pipi gembul Minseok gemas.
"Bibi Jung! Apa yang kau lakukan pada bakpau kebanggaan ku?" Minseok memegang pipi nya yang sekarang terasa panas.
Kedua perempuan di hadapan Minseok terkekeh. Yang satu dengan kekehan pelan, yang satu bergelak tawa kencang memenuhi isi restoran yang sedang sepi pengunjung itu terasa diisi oleh ribuan pengunjung.
Minseok merenggut kesal. Merasa dirinya terlalu bagus untuk dijadikan bahan tertawaan.
"Minseok oppa, bibi Jung hanya bercanda. Bakpau mu tidak akan menciut jika bibi Jung mencubit mu sekeras apapun." Balas Haneul di ikuti satu suapan ke mulutnya.
"Kau itu menggemaskan Minseok-ie~ mumumuuu." Bibi Jung mencubit Minseok sekali lagi menggunakan kedua tangannya.
Sungguh, bibi Jung serasa mencubit boneka teddy bear. Pipi Minseok menyerupai sebuah boneka teddy bear yang pernah ia beli untuk cucu nya.
"Haneul-ah, sudah kelas berapa kau sekarang?" Tanya bibi Jung setelah menghentikkan cubitannya di pipi Minseok.
Haneul tersenyum, mengunyah makanannya sengaja ia hentikan dan beralih menatap bibi Jung yang sudah melipat tangannya di atas meja.
"Aku sudah kelas 2 SMA bi,"
"Ah benarkah? Kenapa aku baru tahu sekarang?"
"Mungkin karena bibi tidak pernah menanyakannya." Jawab Haneul.
"Benar juga." Bibi Jung menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.
Bibi Jung sudah mengetahui bagaimana Haneul berjuang sendiri di tempat sekeras ini. Kadang gadis ini harus di datangi oleh beberapa gangster bertubuh besar hanya untuk menagih uang sewa apartemen pada Haneul.
Ya, Haneul sudah tinggal di deretan tinggi ini semenjak ia berusia 12 tahun.
Saat ayah dan ibu nya terbunuh dengan kondisi naas, Haneul tengah berjalan seorang diri di trotoar jalan, membawa tas berisi baju-baju di dalam nya. Dan saat itu bibi Jung juga tengah menyusuri trotoar jalan dan akhirnya menemukan Haneul yang sedang menangis.
Bibi Jung sudah menyuruhnya untuk tinggal di kediaman miliknya, dan membantu sedikit pekerjaan restoran yang bibi Jung bangun dengan suami nya.
Tetapi penolakan pun berkali-kali bibi Jung terima. Alasannya karena ia tidak ingin menambah beban bibi Jung untuk mengurus hidup nya. Maka dari itu, Haneul mulai mencari pekerjaan dan sampai sekarang pekerjaan menjadi pelayan restoran masih ia naungi sampai saat ini.
"Apa kau juga membayar sekolah mu?"
Haneul menggeleng lalu tersenyum lagi. "Tidak. Aku mendapatkan beasiswa. Jadi beban ku sedikit berkurang. Yang ku pikirkan sekarang bagaimana mendapat uang sebanyak-banyak nya untuk membayar apartemen."
"Iya, mulai sekarang kau hanya fokus pada biaya apartemen mu." Bibi Jung ikut tersenyum dan memandang Minseok yang tengah mengusap perutnya akibat kekenyangan.
"Hey bakpau, apa kau sudah kenyang?"
Minseok menoleh dan mengangguk. Sendawa pun akhirnya ia keluarkan dari mulut nya.
"Sudah bi. Makanan buatan bibi lezat sekali. Sudah waktu nya pulang bi, terima kasih atas makanannya." Minseok bangkit, diikuti Haneul. Mereka sedikit membungkuk dan berjalan keluar kedai dengan perut kenyang.
Menaiki beberapa anak tangga dalam obrolan kecil layak nya kakak dan adik yang juga diikuti tawa kecil yang keluar dari bibir masing-masing.
Dan setelah mereka menapakkan kaki mereka di masing-masing pintu apartemen, mereka cukup melambai lalu masuk ke apartemen kecil mereka.
Mereka harus menghadapi esok hari.
Memulai lagi kehidupan baru dan juga lembaran baru.
****
Gadis berkacamata bulat tidak pernah melepaskan telunjuknya dari beberapa buku yang berjejer rapi di dalam rak buku kayu.
Kaki nya sedikit berjinjit, mencari-cari buku di rak paling atas yang nanti nya buku itu akan ia pinjam dan akan ia bawa pulang sebagai bahan hiburan untuk nya.
Di apartemen nya tidak ada tv. Jika dia ingin menonton tv dia harus menumpang ke apartemen Minseok yang hanya dibatasi satu kamar apartemen lain.
Haneul menarik satu buku bacaan, kemudian membawa nya menuju meja.
Haneul membuka nya, dan mulai membaca. Tidak mendengar setiap pekikan para wanita yang tiba-tiba saja berubah sesak nafas.
Lebih tepat nya Haneul tidak memperdulikan itu. Apa pentingnya ia memperdulikan pekikan para gadis remaja di perpustakaan? Ayolah, perpustakaan bukan kah seharus nya diam, tetapi kenapa-
"Haneul." Panggil seorang pemuda yang kini sudah duduk di samping Haneul.
Haneul hanya melirik sekilas lewat ekor mata nya, setelah itu menghembuskan nafas lelah lewat mulut nya. Mau cari apalagi dia? Haneul membatin sendiri.
Haneul bangkit, membereskan buku bacaan yang belum ada dua paragraf ia baca, lalu beranjak pergi.
Namun niatan nya ia kurungkan karena sebuah tangan telah menahan kepergiannya. Tangan yang dingin tapi mampu menyalurkan setiap sengatan hangat yang kini diam-diam menghentikkan urat-urat nadi Haneul.
"Yang kemarin di restoran. Itu kau kan?"
Haneul memutar bola mata jengah. Kemudian menepis tangan Sehun dari pergelangan tangannya yang sekarang pegangan itu terlepas.
"Iya. Aku yang bekerja di restoran kemarin."
Haneul pergi, meninggalkan Sehun dan juga meninggalkan beberapa pasang mata yang menyaksikan kejadian tadi seolah kejadian tadi adalah tontonan gratis.
"Tapi, kenapa penampilan mu sangat berbeda Haneul?"
TBC
Gimana? Fast update apa late update? T_T sebelum nya maaf yaaa karena aku masih di penuhin tugas skolah, dan mulai selasa kemarin udh mulai try out. Jdi buat nulis satu chapter ini kek ngrasa gak ada waktu trs ya wlaupun nulis nya pke hape.
Kayaknya untuk FF yang satu ini, aku gak tau chapter nya bakal sepanjang mana T_T aku aja buat nya tiap chapter 1000 words :"
Oke see you babayy❤
YOU ARE READING
From nerd to be..(?)
RandomAku hanyalah si gadis berkacamata bulat. Pengidap kutu buku akut yang tidak bisa lepas dari kehidupan ku. sebelum aku bertemu dengannya. A man who becomes a liar to me.
Part Three
Start from the beginning
