21. "Aku berhenti--!"

Começar do início
                                    

####

Aku memantulkan bola basket ke lantai berkali-kali, mataku menyusuri keranjang basket yang menjulang tinggi di atasku. Aku menarik nafas, mengangkat bola keatas kepala--sedikit berjinjit dan--

Mataku melotot. Aku tersentak kaget berbalik ke belakang.

"Apa sekarang kau sudah jadi seorang atlet?"

Aku menatapnya tak percaya. Dia.. aku langsung menghamburkan tubuhku kedalam pelukannya. Aku memeluknya kencang--bahkan sangat kencang. Seakan aku tidak ingin dia pergi, tidak lagi. Aku merindukannya. Sangat.

"Rain, kau mau membunuhku?" Dia sedikit berbatuk-batuk mengatakannya. Aku rasa dia hanya melebih-lebihkan. Aku tidak sekuat itu.

Aku tak perduli. Aku terus memeluknya dan malah semakin kencang, hingga aku tak bisa lagi membendung perasaanku, aku Terisak di pelukannya.

"Rain-- hey, kau kenapa? Kau menangis?" Tanyanya, menghentikan penolakannya yang tadinya berusaha melepaskan pelukanku.

Aku menggeleng dalam pelukannya.

Dia memegang lenganku, menjauhkan tubuhku dari tubuhnya. Aku menundukkan wajahku, berusaha menutupi tangisanku darinya.

"Rain? Katakan--ada apa?" Tanyanya lembut merengkuh wajahku dengan tangannya.

Aku mengangkat wajahku dengan bibir sedikit gemetar dan pandanganku berkabut. Aku menatap matanya "Sky--kau kemana saja? Aku merindukanmu" ucapku lirih dengan satu buliran lolos mengalir.

Dia tersenyum "Bukan itu yang ingin kudengar. Katakan, ada apa? Apa yang membuatmu merindukanku?"

Dengan kesal aku memukul dadanya "Apa maksudku dengan bertanya apa yang membuat aku merindukanmu hah?! Jadi, aku tidak boleh merindukanmu. Kau menghilang begitu saja. Kau mengabari Naomi tapi tidak denganku!"

Dia terkekeh "Jadi kau cemburu?"

"Menurutmu ?!" Aku menghapus air mataku dengan kasar.

"Baiklah--" Dia meraih tanganku dan mengajakku duduk di tengah lapangan basket. Kami sekarang berada di lapangan basket kampusku. Lapangannya tertutup, tampak seperti aula. Entah dari mana dia tau posisiku, mungkin dari Naomi. Aku tadi sempat bertemu dengannya, tapi aku bilang aku sedang tidak ingin masuk kuliah.

"Katakan-- ceritakan semua yang terjadi selama aku tidak bersamamu dan tidak berkomunikasi denganmu" Katanya menggenggam kedua tanganku.

Aku menatapnya jengkel "Jadi kau sengaja melakukannya?"

"Ayolah--aku tidak mau bertengkar denganmu. Sekarang ceritakan apa yang ingin kau ceritakan padaku"

"Notbad! Aku tidak mau, sebelum kau yang menceritakan padaku dahulu. Apa yang membuatmu menghilang bahkan memutuskan komunikasi kita. Kenapa kau berbohong padaku dengan tidak mengatakan bahwa sebenarnya kau itu pergi ke Paris dan bukan ke Bandung. Kenapa kau mengabari Naomi tapi tidak mengabariku. Dan-- kenapa, apa yang membuatmu kembali sekarang?!" Dengan amarah aku menarik tanganku dari genggamannya.

"Okey--okey" Dia mendengus pasrah "aku akui aku salah. Maaf. Itu semua dadakan, diluar rencana. Saat di jalan aku di hubungi untuk melakukan penerbangan ke Paris dan bukan ke Bandung, lebih tepatnya untuk mengatasi sedikit masalah di salah satu cabang di sana. Maaf banget aku tidak mengabarimu, aku hanya tidak bisa fokus jika sudah menyangkut denganmu. Aku tidak bermaksud apa-apa sungguh"

Aku memicingkan mataku menatapnya, melihatnya yang tampak frustasi "menyangkut aku? maksudmu? Oh, Kau sudah muak gitu dengan aku dan segala kerumitan yang mencakup hidupku?"

"Astaga-- Rain. Bukan seperti itu" Dia mendesah meraih tanganku "dengar, jika aku sudah muak, sudah pasti aku tidak akan ada di sini. Aku juga sangat nerindukanmu, sangat. Bahkan sangat mengkhawatirkan mu, ingin tau apa kau sudah membaik? Tapi ada hal yang harus ku selesaikan, aku harus menahan rasa itu agar aku bisa kembali lagi padamu, menemuimu"

"Skypaper"Onde histórias criam vida. Descubra agora