18. Garis bersinggungan

5.8K 214 0
                                    

Imel bingung harus berbuat apa, menelan air liurnya pun seakan menelan segerombol jarum, dan seketika waktu pun terasa berhenti saat dia mendengar bisikan nakal itu di telinganya--

"Kita tidak perlu bersandiwara lagi" Bisik Arjuna lembut tepat ditelinga Imel, nafas yang menerpa telinga Imel membuatnya merinding. Dia menarik lengan Imel agar semakin dekat padanya "sekarang tidurlah-- disofa" seringai setan muncul dibibirnya.

Dengan kesal Imel mendorong tubuh Arjuna hingga terhuyung kebelakang diikuti dera tawa yang menggelegar di ruangan tersebut. "Tanpa kau minta pun, sedari tadi aku sudah ingin tidur disana!" Celetuknya menarik selimut dan bantal.

Namun lagi, Arjuna kembali menarik tangannya "Apalagi sialan?!" Umpatnya.

"Aku tidak bisa tidur"

"Itu bukan urusanku" Kesal Imel berusaha menarik tangannya dari cengkraman Arjuna

"Aku serius" nada suara Arjuna di buatnya manja sambil menarik kembali tubuh Imel hingga duduk ditempat tidur berhadapan dengannya.

"Jangan mengerjaiku lagi, brengsek?"

"Kau tergoda?" Oh astaga, Arjuna melemparkan sunggingan menggodanya membuat Imel kembali kaku diposisinya "aku paling tidak bisa tidur jika tidak--memakai selimut" seringainya lagi.

Membuat Imel langsung berdiri melempar selimut itu kewajah Arjuna "Makan tuh selimut!" Dengan menghentakkan kakinya, dia membawa bantalnya berjalan kesofa.

Kekehan dari Arjuna masih terdengar.
"Berisik!" teriak Imel menutup telinganya dengan bantal.

#####

"Bagaimana semalam?" Suara lembut itu membuyarkan aktivitas Imel yang tengah meniup sup masakannya di sendok untuk mencicipinya.

Dia menoleh "Menurutmu?" Tanya Imel kembali, lalu menyesap supnya. Setelah menurutnya pas, Imel mematikan api kompornya.

"Dari wajah Tante sih sepertinya dia sangat puas. Aku malah sempat penasaran, saat dia masuk kekamar dengan cengiran" Cerita Kissanda mengambil duduk di mini bar.

Imel hanya tersenyum sambil memindahkan sup ke dalam mangkuk "Kami tidak melakukan apapun. Hanya desahan-desahan kecil"

"Oh ya--hm... sepertinya kamu makin pintar berakting, Mel" kekeh Kissanda membantu Imel membawa piring ke meja makan.

"Terkadang keadaan menuntut kita untuk berakting lebih. Dan kadang akting di butuhkan untuk kebaikan" Imel bisa merasakan senyuman canggung dari Kissanda, walaupun dia tidak menoleh melihatnya. Imel asyik menata sarapan dimeja, sedangkan Kissanda tengah mengisi minuman ke masing-masing gelas.

"Kamu sudah bangun Mel?"

Suara Rena menginterupsi pekerjaan mereka. Mereka berbarengan menoleh kearah Rena yang sedang berjalan kearah mereka.

Imel mengeryit "Memangnya kenapa,Ma? Sudah seharusnya-kan aku memasak, terutama untuk suamiku?"

Kini Rena berdiri didekatnya "Memang seharusnya seperti itu, pekerjaan yang lain boleh kamu berikan pada orang lain, tapi jangan coba-coba memberikan tugas memasak pada orang lain siapapun itu"

Imel tersenyum 'Dan selama ini, kewajiban itu telah dikerjakan oleh Kissanda' jawabnya dalam hati.

"Duduklah Ma, kita sarapan"

"Dimana suamimu? Apa dia kelelahan?"

'Oh Mama, kau merusak selera makanku'

Imel mendengus memutar bola matanya "Dia selalu olahraga setiap paginya Ma, mungkin dia sedang lari di taman kompleks" sahutnya sambil menyendok sup ke mangkuk kecilnya.

"Skypaper"Where stories live. Discover now