JUST GO HOME AND JERK OFF

41.6K 3.3K 250
                                    

Saat ini mendadak Darwin menyadari satu hal. Kenapa lagu cinta, novel, dan film roman menjadi industri yang keuntungannya mencapai miliaran dolar karena—pada satu titik tertentu—orang merasa hal-hal cengeng seperti ini menjadi sangat masuk akal. All people need love. All people need romantic relationship. Begitu juga dengan Darwin. Saat dia sedang tidak tahu di mana barus menemukan cinta, ada gadis yang menyedot perhatiannya. Gadis yang membuatnya lupa bagaimana cara bernapas.

"Cantik ya?"

"Shit! You scared the hell...." umpat Darwin, langsung berhenti saat melihat Daisy berdiri di sampingnya. Kakaknya, satu-satunya kakak yang dimilikinya, menikah dengan Adrien, kakak laki-laki dari pengantin wanita di resepsi kali ini.

"Mau kukenalkan? Biar bisa ngajak kencan." Daisy tertawa pelan melihat adiknya sejak tadi tidak berkedip memperhatikan Vara, sebelum berlalu tanpa menunggu jawaban.

Mengajak kencan? Darwin mendengus. Memangnya semudah itu? Menurutnya, ada beberapa pekerjaan sulit di dunia ini. Mulai dari memenangkan balap sepeda Tour De France dengan jarak tempuh 3.000 mil tanpa bantuan steroid dan obat dopping—banyak di antara pemenang itu selanjutnya diperiksa atau dibatalkan kemenangannya karena ketahuan curang—sampai pekerjaan sulit lain seperti memasukkan kembali pasta gigi yang sudah terlanjur keluar ke dalam tube-nya. Di antara kedua pekerjaan mahasulit tersebut, ada pekerjaan yang tidak kalah sukar. Mengajak seorang wanita berkencan. Wanita istimewa yang benar-benar membuat jatuh cinta. Bukan wanita yang menjadi pengisi waktu luang atau untuk ditiduri lalu minggu depan berganti wanita lagi.

Kalau ada laki-laki di dunia ini yang mengatakan sebaliknya—bahwa mengajak wanita berkencan adalah pekerjaan paling mudah di dunia, semudah menekan tombol flush di toilet—menurutnya laki-laki itu hanya bermulut besar. Atau dia delusional.

"Kamu ada waktu hari Minggu nanti? Aku terlanjur beli dua tiket konser dan temanku tidak bisa pergi." Mengatakan ini sama dengan membuat laki-laki sengaja mengundang sebuah bencana hebat bernama penolakan. Bukankah ditolak adalah salah satu ketakutan terbesar manusia? Termasuk bagi laki-laki.

"Just go home and jerk off!" Sebagian besar otak laki-laki memutuskan begini daripada mengambil risiko ditolak wanita.

Lalu kenapa masih banyak laki-laki yang berani mengajak wanita berkencan? Sebab tetap ada kemungkinan—sekecil apa pun itu—wanita yang disukai juga menyukai mereka dan menerima ajakan kencannya.

Mata Darwin mengikuti Daisy yang melangkah mendekati gadis itu, yang hanya berjarak sepuluh langkah dari tempat Darwin berdiri. Sekali lagi Darwin melihat gadis itu tertawa sambil mencium Lea yang kini digendong Daisy. Manis sekali. Mungkin gadis ini mewakili apa yang dimaksud orang dengan 'cantiknya wanita Jawa'.

Daripada gila karena gadis yang tidak dikenalnya, Darwin memutuskan bergerak untuk mendekati Amia dan suaminya. Lebih cepat pergi dari sini lebih baik baginya.

"Selamat ya, Mia." Darwin menyalami Amia lalu suaminya.

"Thank you ... Ah, Ini adiknya Kak Daisy. Darwin." Amia mengenalkan Darwin pada suaminya.

"Eh, foto sekalian dulu kita," ajak Amia, setelah Darwin dan Gavin bersalaman.

"Nggak usah, Mia. Aku buru-buru." Kalau mendatangi pesta pernikahan berama-ramai bersama teman-temannya, Darwin dengan senang hati akan ikut berfoto. Kalau sendirian begini? Berfoto bersama pengantin terlihat menggelikan. Apa dia harus berdiri di antara kedua mempelai? Terlihat sangat putus asa sekali.

 Apa dia harus berdiri di antara kedua mempelai? Terlihat sangat putus asa sekali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu pasti dateng sendiri makanya nggak mau foto. Tapi.... " Dan pintarnya, atau sialnya, Amia bisa menebak alasan sesungguhnya kenapa Darwin keberatan berfoto. "Vara! Sini!" Amia sedikit mengeraskan suaranya.

Kepala Darwin otomatis mengikuti arah pandangan Amia dan melihat gadis yang tadi bersama Lea mendekati mereka.

"Ada apa, Am? Ada yang bisa kubantu?" Tanya gadis cantik itu—oke, baginya kata cantik susah ditinggalkan kalau menyangkut gadis bergaun panjang semata kaki itu—ketika sudah berdiri di dekat Amia.

"Ada. Foto, yuk. Temenin Darwin. Kasihan kondangan sendiri. Ini Darwin adiknya Kak Daisy. Ini Savara. Vara. Mau, kan? Sudah kucarikan temen foto yang cantik begini." Amia bicara dengan cepat lalu menarik Vara untuk berdiri di sampingnya.

Darwin mengulurkan tangan untuk salaman dengan Vara sambil menyebutkan nama. Sementara gadis yang dikenalkan padanya itu hanya mengangguk sambil tersenyum samar. Mengecewakan. Tapi setidaknya dia dan gadis itu bisa berada dalam satu frame. Meski tidak berdiri berdampingan, karena Darwin mengambil posisi di samping Gavin.

Vara lebih dulu meninggalkan mereka bertiga setelah dipotret, sedangkan Darwin bercakap dengan Amia dan Gavin sebentar. Saat mengamati sekelilingnya, Darwin melihat Vara sedang berdiri di samping meja gudeg. Darwin tersenyum dan memutuskan untuk mengarahkan langkahnya ke sana.

"Kamu keluarga Amia?" Tanya Darwin setelah berdiri di dekat Vara.

"Teman." Vara menerima sepiring gudeg dan mengucapkan terima kasih.

Darwin menyimpulkan Vara adalah salah satu anggota keluarga berdasarkan warna gaun Vara, yang sama seperti gaun yang dikenakan Daisy dan beberapa wanita di sini.

"Datang sendiri?" Darwin setengah berharap Vara tidak punya pasangan.

Pertanyaan yang menyebalkan. Vara hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. Sepertinya hanya Vara yang merana sendirian di pesta pernikahan sahabatnya. Mata Vara menyapu ruangan dan tidak ada satu pun yang berdiri sendiri. Mendatangi kondangan sendirian itu menyedihkan. Saking menyedihkannya, sampai ada jasa sewa pasangan dengan tarif perjam sekian ratus ribu.

Dengan menikahnya Amia hari ini—teman kondangannya yang setia—dimulai pula petualangannya mendatangi resepsi pernikahan sendirian. Karena Amia punya suami dan akan selalu menghadiri resepsi pernikahan bersamanya suaminya.

Dulu kalau Vara harus datang ke kondangan, dia bisa datang bersama Amia, kalau yang menikah adalah teman kuliah atau teman sekantor. Meski pacaran dengan Gavin, Amia lebih memilih pergi bersama Vara. Tidak terlalu buruk. Setidaknya Vara ada teman bicara saat mengantre siomay. Mungkin setelah ini, tanpa Amia, tingkat keengganannya mendatangi kondangan akan melonjak dua kali lipat.

Saat ini, saat menghadiri resepsi pernikahan Amia, Vara menyadari bahwa dia harus rela kehilangan sahabatnya. The best friend who was always all hers, has someone special in her life. Vara tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya tanpa sahabatnya.

"Vara?" Seseorang menyentuh lengannya.

"Huh?" Vara menoleh ke sampingnya, ke arah Darwin yang sedang menggelengkan kepala sambil tertawa pelan. "Sorry, kamu tanya apa tadi?"

Mungkin ada yang tidak beres dengan dirinya. Ada laki-laki seperti Darwin yang mengajaknya bicara dan dia malah sibuk meratapi nasib.

Vara tersenyum saat Darwin mengulang pertanyaannya. Hidup seseorang tidak akan menjadi lebih baik, kalau bukan mereka sendiri yang mengubahnya. Anggap saja ini sebuah upaya untuk memperbaiki salah satu aspek penting dalam hidupnya: hubungan sosial. Lagi pula, teman bicaranya menyenangkan dipandang mata.

####

SAVARA: YOU BELONG WITH MEWhere stories live. Discover now