11] The Meeting

3.7K 284 26
                                    

Hari ini semua orang terlihat begitu sibuk, lobi Gedung WTC di penuhi orang-orang penting dari berbagai bidang dan divisi pemerintahan. Hari ini juga bertepatan dengan diadakan rapat besar yang di peruntuhkan untuk semua divisi-divisi pemerintahan untuk agenda yang aku pun belum tahu. Lengkap dengan pakaian rapih dari ujung kepala hingga ujung kaki, aku bediri tepat disamping Ben dengan beberapa anggota YSA.

Seseorang pria parubaya berpakaian rapih lengkap dengan lencana Presiden yang menggantung rapih di saku jas sebelah kiri. Seorang wanita cantik yang terlihat elegan dengan pakaian serba hitam yang ia kenakan. Mereka berdua turun dari sebuah Limousine berserta beberapa pengawal yang serentak turun dari mobil yang berderet di belakang Limousine.

"Selamat datang Pak Presiden"

Beriringan dengan ucapan yang di lontarkan oleh Ben, semua orang di lobi serentak membungkukkan tubuh mereka termasuk diriku. Semua memberi hormat.

"Semua sudah siap?" Tanya Presiden pada Ben.

"Sudah siap" Jawab Ben dengan mantap.

Semua orang yang berada di lobi pun serentak mengikuti langkah kaki Presiden yang berjalan menuju sebuah lift. Sedangkan diriku hanya berdiri tegak di depan pintu lift.

"Apa yang kau tunggu, lift ini cukup untuk 10 orang" Kata Ben padaku.

Aku segera mengikuti yang lain masuk ke dalam lift. Beberapa masih terlihat berdiri di depan lift menunggu giliran mereka.

Tak satupun bisik-bisik yang terdengar di dalam lift. Hanya saja, mataku tak bisa berpaling pada seorang wanita di balik tubuh pria parubaya--Presiden. Tak ada respon darinya. Ia--Clary hanya terlihat berdiri tanpa ekspresi yang jelas.

Pintu lift terbuka ketika angka 25 menyala. Kami pun langsung menuju ke dalam ruang rapat. Ruang rapat di lantai 25 begitu besar, mungkin cukup untuk 100 petinggi Bumi sesuai divisi mereka. Tempatnya lebih seperti sebuah panggung pertunjukkan dimana pusatnya berada lebih tinggi dari yang lainnya. Presiden dan Ben langsung menempati 2 kursi kosong diantara 3 kursi yang tersedia. Aku, aku sibuk mencari tempat untuk duduk. Akhirnya ku putuskan berada di barisan paling belakang. Pandanganku tak bisa menembus jarak dimana Ben dan Presiden berada, hanya 2 buah layar hologram yang besar berada di sisi kanan dan kiri memberiku sedikit kesempatan untuk melihat jelas pusat panggung tersebut.

Sekitar 10 menit kemudian, hampir seluruh kursi bisa terpenuhi, kecuali kursi di barisan belakang dimana aku duduk. Merasa cukup sepi dan terasingkam berada di belakang, tapi cukup pantas bagiku yang tak memiliki jabatan dan tak di butuhkan disini.

"Apa kursi itu kosong?"

Suara lembut yang terdengar, hampir bisa membuatku terkejut. Aku menoleh kearah sumber suara disisi kananku, dia Clary berdiri tepat disampingku.

"Y-ya tentu"

Ia pun duduk disampingku, berada di barisan belakang dimana tak seorangpun kecuali kami berdua yang duduk.

"Apa yang kau lakukan disini? Seharusnya kau berada disana, bersamanya--Presiden"

"Entahlah, aku tak pernah diizinkan duduk disana, katanya aku tak berhak. Aku cukup mengerti apa maksudnya. Lagipula berada disini lebih baik kurasa"

Aku menatapnya sekilas lalu membalikkan pandanganku kearah pusat panggung. Dari kejauhan seorang berpakaian putih lengkap dengan kaca matanya, perlahan mulai menaiki panggung dan duduk di sisi kiri Presiden.

Semua kursi divisi sudah terisi. Mulai dari divisi Militer dan Pertahanan, Kesehatan, Logistik, YSA, PROC dan beberapa divisi lainnya.

Seorang wanita berdiri di sisi kiri panggung tepat di depan sebuah mimbar berukuran kecil, sedang merapihkan pakaian dan sebuah microphone.

"Baiklah, para hadirin sekalian, rapat kita akan segera kita mulaikan mohon setiap divisi pemerintahan untuk tetap tenang. Sekarang waktu dan kesempatan di berikan kepada Pak Presiden"

Presiden pun mulai mengarahkan microphone tepat kedepan mulutnya.

"Terima kasih kepada setiap divisi yang bersedia hadir pada saat ini. Hal yang akan kita bahas mengenai Ekspedisi Antar Galaxy"

Ia--Presiden menjeda sembari menarik nafas dan melanjutkannya kembali.

"Kondisi Bumi setelah seabad ini mulai berada pada kondisi kritis. Bumi, melalui penelitian yang di lakukan oleh divisi Planetary Research Observation Center saat berada pada kondisi 8% layak huni. Hal ini cukup memprihatinkan dimana manusia di prediksi tidak akan mampu bertahan dalam kondisi seperti ini dalam waktu kurang dari 1 bulan. Jika kita terus berdiam diri, peradaban manusia akan lenyap dari alam semesta. Untuk itu, proyek Ekspedisi Antar Galaxy harus segera kita lakukan!"

Ruang rapat yang tadinya hanya terdengar suara dari Presiden, kini menghasilkan suara-suara bisikan yang tak jelas terdengar. Setiap divisi terlihat melakukan diskusi-diskusi dengan berbagai argumentasi yang tercipta. Sontak pernyataan Presiden memunculkan pro dan kontra. Beberapa orang mengangkat tangan dan menyuarakan penolakkan terhadap proyek tersebut dengan alasan teknologi manusia belum bisa menembus jarak jutaan cahaya untuk menuju planet yang layak huni. Hal tersebut justru akan membuat manusia terpuruk di anta-branta galaxy yang luas.

Adapula divisi dan individu yang terlihat begitu antusias mengemukakan dukungan mereka terhadap proyek tersebut, dengan dalil tidak ada cara lain lagi untuk mempertahankan peradaban.

Pro dan kontra yang terjadi menghasilkan konflik antar mulut dengan mulut. Setiap orang mengklaim opini mereka adalah benar, tak ada yang mau mengalah.

"Akhirnya itu terjadi juga. Yang lemah takkan selamat, yang kuat tetap bertahan"

Di tengah kebisingan ruangan, terdengar suara lembut namun sinis dari sampingku. Aku menoleh kearah samping dimana Clary duduk. Ekspresi dingin Clary seakan terasa aneh bagiku, seakan mengisyatkan sesuatu yang buruk.

"A-apa maksud perkataanmu?"

"Hm! Ekpedisi Antar Galaxy itu hanyalah kedok untuk proyek pemusnahan massal. Semuanya hanya manipulasi"

Apa yang barusan di katakan Clary, memperkuat kecurigaanku terhadap Ekpedisi tersebut. Jika hal itu terjadi, maka manusia akan... lenyap? Ini tidak bisa terjadi. Apa benar Presiden adalah dalang dari semua ini? Tapi untuk apa proyek pemusnahan itu dilakukan? Lagi-lagi pertanyaan muncul di benakku.

"Diam!"

Masih dalam kondisi berpikir, tiba-tiba suara hentakkan terdengar jelas. Sontak semua terhening, dan suara bising tak terdengar lagi. Rupa-rupa John yang terlihat hanya berdiam diri, kini menjadi lebih agresif.

"Keberadaan kita disini untuk memutuskan hal penting bukan untuk saling mengklaim siapa benar siapa salah. Selama proses rapat terjalin dengan baik, aku rasa kita akan bisa memutuskan hal yang benar-benar terbaik untuk kita ambil. Aku harap semua divisi dapat menenangkan diri!"

Kembali suasana menjadi teduh. Tak adalah lagi bisik-bisik yang terdengar. Aku menatap Clary yang masih duduk dengan ekspresi dingin sambil tersenyum sinis. Ia terlihat berbeda kali ini, tak sama seperti Clary yang kukenal.

EARTH IN 2150Where stories live. Discover now