7] Where I Am?

4.8K 340 10
                                    

Tirai putih yang menutup kaca jendela, perlahan mulai kubuka, membiarkan cahaya Matahari genetika masuk menerangi kamarku. Kamar yang tak begitu besar dengan segala alat canggih masa depan yang menghiasi dekorasi kamar.

Menatap keindahan kota Veltron, tempat peradaan manusia yang tersisa di tengah keganasan iklim Bumi yang kian hari kian memburuk, berapa lama manusia dapat bertahan di dalam kubah baja ini? 100 tahun? 1000 tahun? Kecanggihan teknologi manusia takkan bisa melawan keganasan Bumi.

Secercah harapan muncul kala manusia dapat melakukan ekspedisi antar galaxy yang telah bertahun-tahun diteliti dan baru membuahkan hasil setelah 1,5 abad, hasilnya pun belum sepenuhnya sempurna.

Aku terus berpikir dan menatap setiap orang-orang yang terlihat sibuk berlalu lalang di tengah keramaian kota Veltron, mengapa bisa mereka tersenyum tanpa memikirkan kondisi dan keadaan umat manusia di kota Margin yang bernafas pun serasa hal yang mahal karena oksigen yang terbatas. Kehidupan yang sulit di tengah kota sialan dengan semua gedung-gedung yang terbengkalai, tempat sampah? Ya, sebutan layak dilontarkan bagi kota buangan, Margin.

26 Juli 2150, 3 bulan sudah aku berada disini, ditempat yang dikatakan surga oleh semua penduduk Margin. Kota Veltron, kota besar yang dipenuhi manipulasi teknologi, dari Matahari, alat rumah tangga sampai makanan yang diciptakan untuk menanggulangi sumber daya alam yang telah abis.

"masa lalu menentukan masa depan" itulah kata-kata yang selalu diucapkan Profesor Hou padaku. Menelaa setiap kata-kata profesor yang penuh makna selalu menjadi misteri tersendiri bagiku.

Apa yang mereka lakukan sekarang? Pertanyaan yang selalu ku tanyakan pada diriku menyangkut kehidupan di kota Margin.

Tak puas bagiku menatap keindahan kota Veltron. Akhir pekan ini tak ingin kusia-siakan dengan berdiam diri disini, aku ingin menjelajahi setiap detil sudut kota Veltron.

Aku ingin melepaskan beban yang sedang kupikul, misi besar profesor Hou dan informasi tentang Clary dan ayahnya, sejenak akan ku lepaskan dari pundakku.

***

Disinilah aku berada di jalan-jalan kota Veltron, memulai langkahku menelusuri setiap sudut kota ini.

Melangkah, melangkah dan terus melangkah. Tidak puas dengan semua visualisasi teknologi masa depan yang kulihat. Rasa penasaranku muncul ketika mengingat perkataan profesor saat pertama kali aku ditemukan, manusia hidup dalam kubah baja yang melindungi kedua kota yang tersisa dari sejarah peradaban manusia. Seperti apakah pemandangan diluar kubah ini? Apakah indah atau sebaliknya? Menjadi misteri yang sangat ingin ku telusuri dan jelajahi.

Ben pernah mengatakan padaku, di sebelah utara kota ini ada sebuah area terlarang yang sangat misterius dan menjadi perdebatan hebat dikalangan kaum awam.

Seperti apa dan ada apa disana, tak seorangpun mengetahuinya. Tak ada yang berani pergi ke area yang sangat terlarang. Tapi aku akan segera mengetahui apa yang ada disana.

***

Tembok besar berdiri kokoh 50 meter dari tempatku berada. Sebuah tembok pelindung yang terbuat dari bahan metal, cukup membuatku merasa takut. Sangat berbahaya dan beresiko, tapi ada hal yang aneh dari tempat ini, mengapa tempat yang terlarang seperti ini tak satupun Cyborg ataupun Poltron yang terlihat berjaga seperti yang ada di Veltron's Gate? Dan lagi, mengapa tempat ini terlarang?

Aku terus waspada, mengawasi setiap detil arah dan tempat-tempat di area ini kalau-kalau ada yang melihatku berada disini.

Apa yang sebenarnya ada dibalik tembok besar ini? Tak ada jalan, tak ada akses keluar.

Bola mata ini terus bergerak ke kiri, ke kanan depan dan kebelakang, menjadikan ku terus waspada sambil memikirkan cara melewati tembok ini.

Area cukup terbuka membuatku sulit mendekati tembok itu. Rasa was-was dan takut menyelimutiku membuat kaki ingin memutar tubuh ini 180 derajat dan ingin pulang, tapi rasa penasaran terus menggebu-gebu di dalam darahku.

Tak ada satu pintu yang menempel di tembok besar itu, bagaimana bisa aku keluar?

Di tengah kebingungan dan kegelisahanku, dari kejauhan secara samar-samar aku melihat mahkluk bergetak tapi cukup jauh di sisi kanan tembok ini. Rasa penasaran ini mendorongku mendekati, mengetahui sosok itu.

Ia terus bergerak semakin mendekati tembok itu. Aku pun mulai melangkah dengan sedikit mengendap dan terus waspada sambil tetap memfokuskan menuju ke sosok yang menggunakan jubah hitam yang menutupi seluruh bagian tubuhnya.

Apa yang dia lakukan dia lakukan ditempat ini? Menjadi pertanyaan dalam benakku.

Sosok hitam itu berhenti tepat di depan tembok besar itu, ia menatap ke kiri dan ke kanan, aku coba merunduk agar tak nampak olehnya. Perlahan bagian kecil dari tembok itu mulai terbuka dan sosok itupun melewati tembok dengan mudahnya dan pintu itupun mulai tertutup.

Mempercepat langkahku agar bisa mengetahui yang ada dibalik tembok besar ini, alhasil aku berada tepat di depan pintu yang tadi dilewati sosok hitam itu.

Apa? Dimana pintunya? Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa ditempat aku berdiri ada sebuah pintu, tapi nyatanya, nihil. Apa mungkin hanya halusinasiku saja? Tidak! Aku benar-benar melihat. Mungkin ada tombol atau apalah yang bisa membuka pintu ini. Aku mencoba menyentuh setiap tekstur metal di tembok ini yang terasa sedikit dingin.

Tit! Sesuatu berbunyi saat jari-jemariku menyentuh bagian tembok yang bisa kutebak adalah tombol untuk membuka pintu rahasia ini.

Pintu rahasia pun perlahan mulai terbuka sedikit demi sedikit hingga terbuka sepenuhnya. Aku menarik nafas, memantapkan diri ini dan bersiap menghadapi apa yang ada dibalik ini.

Aku mulai melangkahkan kaki kananku dan kemudian kaki kiriku begitu seterusnya sambil perlahan pintu mulai menutup, menghalangi setiap cahaya untuk masuk ke ruangan yang hanya berurukuran 1 meter.

Gelap dan pengap di dalam tempat ini. Perasaan was-was terus menyelimutiku menyisiri lorong gelap tanpa tahu kemana aku berjalan.

Nafasku mulai terasa sesak, oksigen yang mulai menipis saat aku terus masuk kedalam lorong gelap ini. Aku tak tahu berada dimana dan berakhir dimana, hanya suara tapakkan kaki yang berbenturan dengan bental metal yang bisa kudengar.

Disaat rasa putus asa mulai mencengkram tubuhku. Disaat oksigen hampir tak dapat kuhirup, secercah cahaya kini mulai nampak walau hanya kecil. Aku mulai berlari menuju cahaya itu. Detak jantung yang mulai berdegup kencang, nafas yang mulai tersedak tak bisa ku tahan lagi. Aku segera mendapati cahaya itu yang adalah ujung dari lorong ini, dengan cepat kubuka pintu itu berharap mendapat sedikit oksigen.

Cahaya yang sangat terang menyilaukan mataku yang cukup lama bersenggama dengan gelapnya lorong yang ku lewati.

Tempat apa ini? Gersang, panas, kosong tak berpenghuni. Oksigen, aku butuh oksigen. Kepala ku mulai pusing, detaknya jatungku melemah.

Bruk! Aku terjatuh, tergeletak di tanah tandus. Samar-samar di kesilauan cahaya, aku melihat seseorang berdiri dihadapanku.

EARTH IN 2150Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang