#5 To Recover Pain of Heart is only Another Love

26.2K 2.5K 29
                                    

Rebecca menatap Abby yang terlihat syok saat mendengar kata-katanya. Tapi ia sudah berdiri sebelum Abby mengatakan sesuatu. Kepergiannya selalu dengan cara yang sangat anggun.

Abby menatap Alan panik, ia telah membuat hati bibinya yang baik itu sakit. "Paman..."

Alan mendesah dan duduk ditempat tadi isterinya duduk. "Kau melakukan kesalahan kali ini Abby. Bibimu jarang .... amat sangat jarang marah."

"Aku... maafkan aku... aku hanya..." Abby menutup wajahnya dan pundaknya gemetar.

Alan meraih Abby dan duduk disisinya, mengangkat tubuh mungilnya dan memangkunya. Memeluknya erat seakan Abby masih berusia 5 tahun.

"Sarah kecil selalu mengatakan hal yang sama. Kurasa semua orang yang sakit selalu merasakan hal yang sama. Tidak ingin menyusahkan orang-orang yang ia sayangi. Tapi itulah keluarga Abby, dan kami mencintaimu dan ingin membantumu. Tidak ada sedikitpun beban kami. Kami hanya ingin menjagamu sayang, biarkan kami menjagamu." ujar Alan lembut.

"Aku ingin menari lagi paman, walau tubuh ini sakit, kaki ini rusak, aku ingin menari lagi. Aku akan terlalu banyak merasa kesakitan, terlalu banyak membuat kalian khawatir. Dan aku ... tidak mau kalian merasa begitu." Abby memeluk leher pamannya erat-erat.

"Kalau begitu kami akan siap. Kau tahu, masalah terbesarmu saat ini adalah minta maaf pada bibimu." Alan mengingatkan sambil menepuk punggung Abby hangat.

Abby menegang sesaat lalu mengangguk.

Alan mengecup kening Abby lalu menyuruhnya bersiap untuk pergi ke RS. Abby menegang sesaat tapi kemudian mengangguk. Trev mengusap rambutnya seperti yang biasa ia lakukan lalu keluar.

Untuk pertama kali dalam setahun terakhir .... tidak, setelah sekian tahun, ia merasa aman dan nyaman. Terlindungi. Abby harus belajar menerima rasa perduli dan protektif itu. Sesuatu yang tidak ia dapat dari orangtuanya.

Berendam dia air hangat selalu memulihkan otot-ototnya. Mrs. Sally sudah ada di luar dan memaksa untuk membantunya. Wanita tua itu mengoceh menasehati Abby karena ia melukai dirinya sendiri seakan ia berniat melakukan bunuh diri dengan menyayat nadinya. Ia sedang dirawat dan diurus.

"Ada tamu untuk anda Miss Abby. Tadi Mr. Trevor menyampaikannya." Lapor Mrs Sally sambil membantu Abby mengeringkan rambutnya.

"Siapa bertamu pagi-pagi begini?," Abby mengerutkan kening.

"Mr. Trevor tidak bilang apapun miss."

Abby diam dan mengangguk.

Ia mengenakan sweeter turtle neck longgar dari bahan rajut dengan panjang menyentuh pahanya, ia mengenakan skinny jeans biru belel, dan sepatu boot angkle tanpa hak warna putih. Rambutnya tergerai lembab di punggungnya.

Ia bukan langsung menemui tamunya tapi menemui bibinya di kamar. Rebecca sudah selesai berpakaian dan berdandan. Ia sedang menyisir rambutnya dan paman Alan sedang menunduk mau mencium isterinya. Tapi ia tidak berhenti atau merasa jengah karena ada Abby. Ciuman itu tidak bisa disebut singkat. itu jenis ciuman penuh perasaan yang dalam.

"Boleh aku bicara denganmu bibi Rebecca.?" tanya Abby hati-hati.

Rebecca menoleh dan menatapnya. Alan menepuk bahu Rebecca dan duduk di sofa single tempat ia duduk memasang sepatunya.

"Kalau kau mau bicara yang tidak-tidak lagi ...."

"Maafkan aku bibi Rebecca," potong Abby cepat. Gugup karena gerakan implusifnya. Tapi ia bertekad memberanikan diri meminta maaf. Ia memandang bibinya lurus dengan penuh permohonan dan penyesalan. "Aku... ketakutan dan aku mengacaukan ini semua. Aku takut kau merasa terbebani dan kemudian tidak perduli lagi padaku. Aku sudah mengalaminya dengan orangtuaku, itulah kenapa aku ke sini bibi, melarikan diri dari situasi di London. Dari ... mereka, juga kehidupan lamaku. Aku minta maaf karena telah membuatmu ... sakit hati dengan asumsi bodohku."

BROKEN WINGWhere stories live. Discover now