#4 The limit is When You Stop Trying

33.5K 2.7K 107
                                    

Tapi Trev tidak mau jatuh cinta. Karena saat patah hati, sakitnya minta ampun. Dan kalau Ia jatuh cinta .... Ia pemburu yang lihai. Lalu ketika ia mencintai, ia sangat over protektif juga pencemburu yang parah. Patricia tidak mau Trev mendominasinya dan ingin bebas. Saat itu Paul, teman dekat Trev yang lembut dan perhatian masuk. Trev menangkap basah mereka sedang bercinta di rumah Patricia.

Saat itu ia langsug tidak percaya ada pertemanan & cinta yang tulus. Saat ini ia tidak punya teman yang terlalu dekat. Ia cuma memiliki kekasih yang berderet, dan teman untuk sosialisasi.

Dan Ange bukan kategori itu semua. Ange bukan temannya. Bukan pula kekasihnya. Ange bersikap santsai dan apa adanya. Ia bahkan baru mengenal Ange, tapi kenapa dunianya langsung jungkir balik?!.

Trev merasakan banyak hal saat mereka berkomunikasi lewat tatapan. Ia bersumpah rasanya ia bisa mendengar Ange bicara. Ia tahu Ange tidak suka di perlakukan oleh Trev seperti itu. Ange marah saat para gadis itu meledek dan menghinanya. Dan ia membalasnya dengan telak, bersikap seperti pacar pecemburu akut yang menakutkan. Caranya menempel pada tubuh Trev menimbulkan ketegangan dan getaran yang menggelisahkan. Caranya tersenyum manis dengan tatapan membunuh itu membuat Trev terpesona. Ange berkobar dalam dekapannya, gadis berambut merahnya yang berani dan spontan.

Trev tahu, ia sudah jatuh cinta. Tapi ia takut setengah mati untuk mencintai. Dan kenapa pada Ange?!, itu lebih tidak masuk akal. Butuh berbulan-bulan memastikan perasaannya pada Patricia. Tapi hanya beberapa menit, ia tahu, ia jatuh cinta pada gadis itu. Gadis yang membuatnya sebal, kesal dan penasaran. Dan sekarang rindu setengah mati.

"Kenapa kau tidak bilang saja soal perasaanmu?", tanya Abby tidak paham.

"Dan membuatnya ketakutan karena kami baru bertemu 2 kali dalam waktu singkat?." sahut Trev sambil keluar dari mobil. Mereka di suruh ke hotel untuk makan siang dengan Alan dan Rebecca. "Lagipula aku tidak .... belum berniat mengatakannya. Mungkin itu hanya perasaan sesaat. Lupakan apa yang kukatakan oke?!" Trev memencet hidung Abby.

Abby melotot dan mendengus tak suka. Trev tertawa. Abby menggemaskan. Ia merangkul Abby menuju lift. Orang yang tak mengenal mereka akan beranggapan mereka sepasang kekasih.

"Aku akan menjemput mereka ke atas, kau mau ikut atau lihat-lihat di sini?" Trev melepas Abby di lantai khusus bar dan resto. Alunan musik jazz mengalun diudara.

"Aku tunggu disini saja, nggak mau ganggu paman dan bibi." Abby memutuskan. Trev pun melepas Abby dan pergi ke arah lift.

Abby menyukai interior hotel Ascott yang sangat khas Inggris. Membuat penghuninya merasa tinggal di istana. Bentuk hotelnya pun klasik. Abby memasuki resto dan bar. Ia menyebutkan janji makan siang dengan keluarga Ascott, dan pelayan mengantarkan Abby ke meja yang letaknya nyaman juga strategis.

Kemudian, ia menoleh ke arah bar dan menemukan Ken sedang merapikan bar. Abby memutuskan untuk mendekat. Ken terlihat sangat konsentrasi dengan pekerjaannya hingga tak sadar Abby sudah disana dihadapannya.

"Saya pesan air putih dingin satu," Abby memesan.

"Maaf mam, di bar ti..." Ken menoleh sambil menjawab ramah lalu tertegun melihat Abby dihadapannya.

"Hai!," Abby tersenyum lebar.

"Hai," sahut Ken datar, masih belum pulih dari keterkejutannya. "Sedang apa disini?!."

"Makan siang dengan paman dan bibi juga Trev. Ternyata kau juga bartender?, apa sih kerjaanmu yang asli?," Abby mengabaikan nada ketus penuh curiga dari Ken.

Ken mengamati kalau Abby bukan tipe perempuan yang gampang jatuh cinta padanya kemudian tidak rela melepasnya. Abby tidak tahu kalau pekerjaan sesungguhnya di Ascott itu adalah Bartender. Ia pun tersenyum. Sekarang ini adalah kebetulan. Abby bukan datang untuk mengejar Ken.

BROKEN WINGWhere stories live. Discover now