Bu Mita kembali diam. Terlihat jelas beliau berusaha menahan gejolak amarahnya.

"Kamu, ambil buku-buku ini!" suruh Bu Mita ketika menunjuk Dodi.

Maurer yang berbalik hendak menuju tempat duduknya seketika mengurungkan niatnya ketika melihat amplop warna biru yang tergeletak di dekat kakinya. Dia membungkukan badan lalu memungut amplop itu.

Amplop yang berisi selembar surat terlipat rapi itu membuat bibir Maurer sedikit terangkat ketika membaca isinya.

"Saat pertama melihatmu, Kujatuh hati padamu, Ingin rasanya memelukmu, Namun hatimu bukan untuk diriku," baca Maurer keras-keras.

Lynn yang tadinya menundukan wajah karena membaca buku teksnya tersentak kaget. Surat itu... Lynn meruntuki dirinya yang ceroboh. Surat itu tak sengaja terselip di buku PR. Pantas saja ketika kemarin tak ada ketika dia mencarinya.

"Tapi tetap aku inginkanmu, Untuk jadi kekasihku, Untuk menjadi nafasku, Nafas bagi hidupku," lanjut Maurer dengan mata yang tertuju lurus pada Lynn.

Lynn melemparkan tatapan membunuh sekaligus mengancap namun Maurer tak menggubrisnya. Cowok itu malah balas menatap Lynn mengejek. Alisnya terangkat sebelah.

"Aneh bukan?, Tapi kupikir inilah cinta, Aku tak akan menyangkalnya..."
Lynn tiba-tiba saja berjalan cepat ke depan kelas lalu merebut surat itu dari tangan Maurer, tapi Maurer dapat menghindar dengan cepat.

"Eits, gue belum selesai bacanya, lo duduk sana gih,"

"Balikin gak?" pinta Lynn dengan nada penuh ancaman.

Maurer malah tersenyum melihat Lynn yang emosi. Lynn mengayunkan kaki kanannya hendak menendang tulang kering Maurer tapi sekali lagi, cowok itu dapat menghindar dengan cepat. Lynn mencoba untuk kembali menendang dan Maurer masih dapat menghindar.

"Bahwa aku mencintaimu, Dan mungkin akan selalu seperti itu..." sambung Maurer.

Tak ada kesulitan baginya untuk membaca sebait surat itu sambil menghindar.

"LOVE LYNN," lanjutnya.

Nama Lynn yang disebut oleh Maurer barusan seolah menegaskan kalau surat itu memang dibuat oleh gadis di hadapannya ini.

"Buat gue ya... unyu banget sih lo Lynn..." kata Maurer dengan wajah imut dibuat-buat.

"Cieeee..." koor yang membahana mengiringi wajah Lynn yang memerah karena malu.

"Mimpi aja lo!" sengit Lynn.

"Lo nggak perlu malu-malu cinta... gue pasti nerima lo kok," imbuh Maurer.

Seketika kelas menjadi riuh oleh sorak-sorai anak-anak. Lynn hendak membalas ucapan Maurer namun suara Bu Mita yang menggelegar seketika mengurungkan niatnya.

"MAURER! KE RUANG BK KAMU!!" Teriak Bu Mita membahana.

Maurer memutar kedua bola matanya malas namun, dia berjalan keluar kelas juga.

"Kembalikan surat Lynn!" titah Bu Mita.

Maurer menyodorkan surat itu pada Lynn. Gadis itu mengambilnya dengan kasar. Kedua pipinya bersemu merah, membuat Maurer gemas.

"Cantik..." pujinya dalam hati.

Bu Mita menyebutkan beberapa halaman yang harus dikerjakan sebelum akhirnya mengikuti langkah Maurer keluar kelas. Lynn berjalan kembali ke tempat duduknya dengan langkah menghentak karena dongkol.

"APA?!" bentak Lynn garang ketika melihat Rhea tersenyum samar ke arahnya.

"Nggak..." Rhea langsung menghapus senyum kecil di wajahnya dan menggeleng cepat.

Lynn mendengus lalu menghempaskan bokongnya di bangku. Diliriknya Kyra yang mengalihkan pandangannya ke luar jendela agar tidak menatap dirinya. Lynn tahu pasti Kyra menertawakan dirinya. Dia pasti sangat senang, riang, dan gembira saat ini.

Jadi ini arti firasat buruknya pagi tadi...

◆◇◆◇◆

Yuhuuu~
Saya kembali lagi dengan membawa part baru. Kalian pelit banget sih vomment sama cerita saya? Memangnya cerita ini sejelek itu?

Saya loh ngga gigit... Justru seneng banget kalau kalian mau kasih vomment! Saya itu penulis baru dan norak, jadi kalo dapet vomments itu seneng banget sampai rasanya terbang ke langit ketujuh!

Makanya kalian itu senengin saya sedikit kenapa sih?!
Ya udah gitu aja...

Salam lope lope

Melinda


I'm Not A Troublemaker #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang