"Es krim cokelat. Bolehkah aku minta kentang goreng, Uncle?" Tanya Apple.
Harry tersenyum. "Tentu." Harry berbicara dengan pelayannya. "Kentang goreng dua, es krim cokelat dan vanilla dua, pizza satu dan burger empat."
"Baiklah, tunggu sebentar." Ucap pelayan itu ramah.
"Ayo, kita menunggu di sana." Harry kembali menuntun Apple, namun, pandangan bocah itu masih terpaku pada dua orang di sana. Ada begitu banyak orang di kedai ini sehingga tidak mungkin mereka berdua menyadari kehadiran Apple dan Harry. Harry terlihat bingung dan kemudian melihat ke arah di mana pandangan Apple tertuju. "Itu Daddy-mu dan... kekasihnya." Ucap Harry dan itu membuat Apple terkejut, lagi.
"Ya." Apple menundukkan kepalanya. Dia memang sering melihat ayahnya bersama kekasihnya itu di TV, tapi dia tidak pernah melihat mereka semesra itu di tempat umum. Ini adalah kali pertama dan itu menyakitkan.
"Kau ingin ke sana?" Tanya Harry.
Apple menggeleng cepat dan mengangkat kepalanya, menatap Harry. "Tidak. Bisakah kita segera pergi?" Tanya Apple.
"Setelah pesanannya siap." Harry kembali tersenyum.
Harry melajukan mobilnya menuju rumah mewahnya. Apple tampak begitu tidak senang saat melihat Niall dengan Barbara. Sekiranya itulah yang ada di dalam pikiran Harry saat ini. Kedatangan Harry dan Apple disambut hangat oleh Kendall dan juga Darcy.
Di London, ini pukul 5. Waktu yang benar-benar tepat untuk bersantai bersama keluarga atau pergi bersama tunanganmu. Batin Apple.
"Hi, Apple! Kau sudah sangat besar, ya?" ucap Kendall ramah dan memberikan pelukan kecil kepada bocah itu. "Bagaimana penerbanganmu, sayang?"
"Biasa saja." Apple mencoba menunjukkan sebuah senyuman.
"Hey, kau mirip sekali dengan Angel?" ucap Darcy dengan suara khasnya, Darcy terus memerhatikan wajah Apple dengan saksama. Itu membuat Harry dan Kendall terkekeh.
"Dia saudara kembar Angel. Apa kau tidak ingat?" Tanya Harry.
Darcy menatap ayahnya dan mencoba mengingat sesuatu. Kemudian gadis kecil itu menggeleng pelan. "Sepertinya tidak."
"Ayo, masuk! Sepertinya Apple lelah atau mungkin lapar." Ucap Kendall. "Ayo, Darcy. Ajak Apple masuk dan tunjukkan di mana kamarnya."
Gadis enam tahun itu segera meraih tangan Apple dan menariknya masuk. "Aku dan Mommy sudah menyiapkan kamar untukmu. Daddy bilang kalau kau akan tinggal di sini dan menemaniku bermain." Ucap Darcy riang sambil terus menarik tangan Apple ke lantai atas.
Apple memerhatikan sekitaran dan ada ketakjuban dalam sorot matanya. Rumah itu begitu besar dan mewah, bahkan, lebih besar dari rumah ayahnya. Banyak figura menempel di dinding, itu mengingatkan Apple akan sesuatu. Di dalam figura itu terdapat foto Harry dan Kendall, beberapa foto keluarga Harry. Apple ingat jika dulu keluarganya juga banyak memasang figura di dinding. Dia merindukannya.
"Ini kamarmu." Darcy berhenti di depan sebuah kamar dengan pintu besar berwarna putih. "Ayo, masuk!" Darcy membukakan pintunya dan menyuruh Apple masuk.
Kamar itu bahkan, sangat besar jika hanya untuk tamu. Apple tak bisa berhenti memandang sekitaran ruangan itu. Darcy duduk di tepi ranjang dan Apple ikut duduk di sampingnya.
"Jadi, namamu siapa?" Tanya Darcy.
Apple memandang gadis kecil itu yang masih menunggunya menjawab. Apa Darcy benar-benar tidak ingat dirinya? Apakah secepat itu orang-orang melupakannya? "Apple."
"Jadi, kau tinggal di New York?" Tanya Darcy lagi.
Apple menangguk pelan. "Ya, kami pindah beberapa bulan lalu." Jawab Apple.
"Apa menyenangkan tinggal di New York?"
Darcy terus mengajaknya berbicara. Apple tidak ingat jika Darcy secerewet itu. Terakhir kali dia bertemu Darcy adalah ketika usia Darcy akan menginjak empat tahun dan itu sudah dua tahun berlalu. Darcy tumbuh menjadi gadis yang cantik dan juga bawel. Apple terus meladeni setiap pertanyaan yang Darcy lontarkan padanya dan mereka pun larut dalam percakapan yang panjang. Darcy begitu cepat akrab dengan orang baru—tunggu, Apple adalah orang lama yang dia kenal namun, dia tidak ingat.
"Darcy! Kami akan memulai makan malamnya, ayo! Ajak Apple juga." Tiba-tiba Kendall sudah berada di ambang pintu.
Kedua bocah itu menoleh dan tersenyum. "Aye aye, kapten!" seru Darcy dan Kendall hanya menggeleng sambil tersenyum. Dia pun berlalu.
"Aku suka itu." Ucap Apple.
Darcy menoleh, tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan Apple. "Apa?"
"Aye aye, kapten!" Apple tersenyum.
"Hahaha! Ayo makan!" Darcy melompat dari atas ranjang dan kemudian menarik tangan Apple.
Berada di tengah-tengah keluarga Styles sangat menyenangkan. Suasana selalu hangat dan nyaman, setiap obrolannya menyenangkan. Mereka menonton TV bersama dan saling berbicara kepada satu sama lain. Semua hal mereka bicarakan dan itu membuat Apple merasa nyaman. Keluarganya dulu pernah seperti itu, tapi sekarang tidak lagi karena memang tidak ada keluarga untuknya.
Darcy begitu senang dengan kehadiran Apple di tengah keluarganya. Itu artinya dia memiliki teman bermain. Darcy mengajaknya bermain di balkon, Darcy juga mengeluarkan semua mainannya dan mengajak Apple untuk bermain bersamanya.
"Kau tahu, Apple. Aku akan punya adik bayi." Ucap Darcy disela waktu bermainnya.
"Oh ya? Itu terdengar menyenangkan." sahut Apple.
"Ya, aku tidak sabar untuk melihat adikku." Darcy menunjukkan cengirannya sementara Apple membalasnya dengan senyuman.
Darcy termasuk orang yang banyak bicara dan itu membuat Apple tidak bosan bermain dengannya. Dia suka bercerita dan dia akan menanyakan apapun. Waktu sudah semakin larut, Harry menghampiri dan duduk tidak jauh dari mereka. Dia memerhatikan anaknya dan juga anak dari temannya bermain bersama. Apple terlihat sangat nyaman berada di rumahnya, begitulah yang ada di pikiran Harry. Harry terus tersenyum mendengarkan putrinya bercerita kepada Apple.
Kendall menghampiri putrinya dengan membawa sebuah nampan dan ada dua gelas susu di atasnya. "Sayang, minum susu kalian dan pergi tidur. Ini sudah larut." Kendall menaruh nampannya di atas meja, tepat di hadapan Harry.
Darcy dan Apple menghentikan aktivitas mereka dan menghampiri Kendall dan Harry. Darcy mengambil gelas itu dan memberikannya kepada Apple, kemudian dia mengambil susunya dan meminumnya dengan cepat. Darcy mengelap mulutnya dengan lengan bajunya.
"Aku akan pergi tidur. Selamat malam, Mom, Dad." Darcy mencium Mommy dan ayahnya secara bergantian. "Selamat malam, Apple." Darcy juga mencium pipi Apple dan itu membuatnya malu. Bocah itu menjadi tersipu malu.
Udah denger Infinity? Kalo belum wajib denger. :D
Cerita ini bakalan slow update karna aku udah masuk kuliah. Semoga kalian masih mau baca cerita ini, ya? Aku mau ngucapin makasih banget buat kalian yang udah mau ngikutin cerita ini sejauh ini. Vomments kalian berarti banget buat aku. :')
Happy Eid Qurbani! (: xx
++70 votes for the next chapter.
YOU ARE READING
Incomplete (On Editing and Re-publishing)
RomanceBOOK 1: Broken. The hearts need more time to accept what the minds already know. [Highest rank #20 in Romance] Copyright © 2014 - 2015 by juliamulyana. All Rights Reserved.
#55 - When you coming home
Start from the beginning
