Anet menggeleng cepat, "Anet gak mau makan pancake."

Aku berjongkok menyelaraslan tingguku dengan Janet, mengelus pipinya tembengnya. "Loh katanya laper kok gak mau makan pancake? Bunda kan udah cape-cape masakin buat Janet. Anak bunda harus makan dong."

Lagi-lagi Janet menggeleng, kini ia terlihat sedih. "Atau Janet mau sarapan yang lain? Bunda masakin nasi goreng, mau?" Tanyaku lagi.

"Bunda yang bikin?" Tanya Jared dari atas pohon.

"Yaaa. Nanti bunda yang bikinin," ucapku semangat sambil mendongak ke atas. Lalu aku kembali menatap wajah Janet, "Janet mau bunda bikinin nasi goreng?"

Janet menggeleng lagi masih mengerucutkan bibirnya tanda protes.

Aku terduduk di tanah dengan posisi jongkok terlalu frustasi atas dua makluk kecil ini. Tangisku entah kenapa pecah, menyadari lebih mudah mengerjakan pekerjaanku dibandingkan membuat mereka menurut.

"Kenapa kalian gak mau sarapan? Sarapan kan wajib buat kalian. Bunda harus gimana biar Red mau mandi dan Anet mau sarapan?" Rengekku kepada Janet dan Jared yang sekarang menatap wajah ibunya yang sudah mulai menangis dengan penuh rasa kasihan

Janet lalu memeluk leherku erat begitu pula Jared yang langsung turun dari pohon dan mengecup pelipisku.

"Bunda jangan nangis. Jared mau mandi kok," ucapnya mencoba menenangkanku.

Aku menatap Jared lalu bertanya, "Abis mandi terus sarapan ya. Bunda masakin pancake atau nasi goreng. Mau?"

Jared sejenak berpikir lalu dengan cepat menggelengkan kepalanya, begitu pula Janet yang sedang mengecup pipiku kemudian menatapku.

"Bunda jangan marah ya kalo Anet bilang ini ke bunda.. Bunda...jangan masak lagi ya. Masakan bunda...."

"Masakan bunda gak enak," ucap Jared memotong ucapan Janet

Mendengar pengakuan anak-anak tentang masakanku membuat tangisku sekarang pecah. Kenapa sulit sekali menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak kembar?



••••••••••••

Indonesia 2015

Raka

Sudah hampir tiga bulan sejak pertemuan aku dan sosok yang mirip dengan Kinara di Bandara. Keesokan harinya aku kembali mendatangi rumah megah bergaya Mediterania yang dihuni oleh seorang wanita paruh baya, rumah tante Denisa - adik dari ayah Kinara. Seakan dejavu aku menginjakan kaki lagi di rumah ini setelah 7 tahun yang lalu.

Aku sekarang sedang duduk di kursi teras rumah tante Denisa menunggu setelah dipersilahkan duduk oleh asisten rumah tangga. Berkali-kali aku mencari posisi duduk yang nyaman. Tak berapa lama beliau muncul tampak sangat terkejut melihat tampangku lagi di pintu rumahnya.

Aku bangkit dari dudukku menganggukan kepala menyapa tante Denisa, "Sore tante. Saya...."

"Raka?" Potongnya. Aku hanya tersenyum mengangguk membenarkan pertanyaan tante Denisa. "Silahkan duduk nak," lanjutnya.

Tante Denisa kemudian duduk di kursi sebelah, hanya meja kopi kecil yang memisahkan aku dan Tante Denisa. Entah mengapa aku merasa tante Denisa memandangku begitu dalam seperti tatapan iba, mungkin.

"Ayo diminum dulu tehnya," Kata Tante Denisa mempersilahkan untuk meminum teh yang diberikan asisten rumah tangganya selagi menunggu tante Denisa.

Dengan sedikit kikuk aku menyesap teh yang sudah dingin ini. Begitu menyimpan cangkir teh di meja aku berusaha membuka pembicaraan. "Apa kabarnya tante?"

Broken Vow (SERIES 2)Where stories live. Discover now