The Zonk of First Love

294 14 11
                                    

Sebuah cerita dari DodiKrisandi1

----------

Aku ingin sekali memutuskan hubunganku denganmu sekarang juga. Belang hidung dan busuknya perlakuanmu sudah terbongkar, kapan aku ingin mengakhiri semuanya tentangmu.

Kau mungkin adalah sebuah taman yang indah, memiliki berbagai macam bunga yang indah. Sedangkan aku hanya setangkai bunga dari banyaknya bunga-bunga yang jauh lebih indah di taman.

Kau memilikiku, tapi juga kau memiliki bunga-bunga yang lain.

Terasa sakit hati ini saat aku tahu kalau punya banyak pacar, tidak cukupkah aku untuk memenuhi hatimu, atau memang hatimu itu terbuka lebar untuk semua wanita, tidakkah kau memikirkan perasaanku?

Saat itu aku sedang makan di restoran pinggur jalan karena saat itu aku sangatlah lapar, karena lama menunggu pesanan akhirnya aku melempar pandanganku ke seluruh penjuru arah dan aku melihatmu.

Saat itu juga aku ingin memanggilmu, aku sempat mengambil ancang-ancang untuk memanggilmu, tapi bibirku dibuat tak berkutik saat kau mempersilakan duduk seorang wanita cantik.

"Positive thingking baby, mungkin itu sepupu atau bagian dari keluarganya." Gumamku dalam hati.

Bukan hanya bibirku yang dibuat tak berkutik, mataku juga ikut merasakannya saat Ia merangkul seorang gadis rambutnya sebahu, hidung mancung dan bentuk dan tinggi badan yang proposional sebagai seorang perempuan.

Belum habis disitu, indra telingaku mendengar gadis itu mengucapkan sesuatu.

"Kalau kita jalan berdua, apa pacar kamu gak marah?" Aku menunggu jawaban darinya.

"Aku aja gak ada pacar kok sayang, kayaknya cuma kamu di hati aku." Aku yang mendengar itu menggenggam erat pisau yang ada di atas meja dan ingin sekali aku melemparkan padanya.

Aku memandang Steak Tenderloin yang kupesan ini sudah hampir mendingin, terlihat menggairahkan tapi aku tak lunya banyak rasa nafsu untuk memakannya.

Kupanggil Waittres perempuan yang ada didekatku untuk meminta bantuan supaya steak yang aku pesan lebih baik di bungkus saja.

Lima menit menunggu dan aku keluar dari restoran ini, entah sepertinya Ia melihatku berjalan keluar. Terdengar samar-samar suaranya memanggil ku, dan aku terus berlari kencang. Beruntungnya sebuah taksi kebetulan melintas, kuarahkan sopir itu agar membawaku ke taman kota, sekitar empat puluh menit aku sudah sampai dan duduk di bangku panjang sambil melihat seisi taman ini.

Memang kau adalah sebuah taman, dan aku hanyalah bunga yang tak dianggap lagi, kau lebih memilih bunga-bunga yang baru akan mekar, dimatamu mungkin aku sudah layu atau bahkan mati.

Sungguh ironi nasib seperti aku, ketika rasayanya disakiti untuk pertama kalinya oleh cinta pertama.

Ah, ternyata Ia mengikutiku sejak tadi dan tahu jika aku pergi ke taman ini.

Ia menjelaskan semuanya padaku dengan alasan yang tidak jelas.
"Itu tadi sepupuku, jadi kau jangan berfikir macam-macam."

"Aku sangat sangat percaya baby, jika itu memang benar sepupumu harusnya kau tidak usah membuntutiku sampai kesini." Kataku santai.

"Aku takut kau berpikiran macam macam."

"Aku memang berpikiran macam-macam, contohnya aku ingin putus denganmu!" Aku mencoba menahan air mata ini sekuat mungkin, aku tidak mau menjadi wanita lemah dihadapannya.

"Apa katamu?" Tanyanya mungkin ada sedikit gangguan terhadap telinganya.

"Apa perlu ku ulangi sekali lagi? Baiklah aku mau putus denganmu!"

"Kau akan menyesal dan tak akan bernyawa lagi karena kau berani memutuskanku."

Dia menyeretku, kearah semak disana. Aku menjerit minta tolong kepada semua kendaraan yang lewat tapi itu sia-si karena mulutku dibungkam olehnya.

Ia membuka sedikit bajunya perlahan-lahan dan mengeluarkan suatu benda yang menurutku sangatlah mengerikan.

Pisau itu diangkatnya dan didekatkannya kepadaku. Saat itu juga aku berdo'a kepada tuhan. Jika ini jalan kematianku permudahlah tuhan, jangan kau persulit, dan izinkanlah jasadku dikubur di tempat yang layak, karena aku ingin ada satu rumah terakhir untukku.

Ia membunuhku. Aku tahu sekarang Dia adalah lelaki bajingan, psikopat, atau gila. Aku menahan sakit saat Ia menuncapkan pisau tajam itu ke perutku.

Kulihat banyak sekali darah yang mengalir, kurasa tak ada lagi harapan untukku bernyawa.

Sesosok malaikat sudah menghampiriku, Ia ingin mencabut nyawaku.

"Ini sudah waktumu."

"Tunggu sebentar, izinkan aku berbicara padabya 10 menit lagi, aku mohon." Ucapku memohon.

"Baiklah hanya sepuluh menit."

Aku sadar kembali seperti layaknya orang hidup.

"Kau! Lelaki bajingan, jangan jau sakiti lagi orang selain aku, aku ingin aku dibuatkan rumah peristirahatan terakhir dan juga kau, hidupmu tidak akan pernah nyaman mulai detik ini."

Aku selesai berbicara, malaikat itu datang kembali kepadaku dan mengajakku berpindah alam. Yang jelas saat ini aku tidak lagi berada di alam dunia, tapi alam lainnya.

AnalogiWhere stories live. Discover now