Skedaddle

1.4K 100 2
                                    

Mikail Hezarfen

...

"Gue masih inget pas rambut lo dikucir dua kayak anak TK, Tet."

"Ah, lo pake ngungkit-ngungkit ngapain sih ?" sahut Nate untuk menutupi rasa malunya. Dia masih ingat saat kelas 6 SD ibunya memaksanya untuk datang ke sekolah dengan kepang dua. Ditambah dengan aksesoris pink yang ramai. Kontras dengan rambut hitamnya. Sepanjang hari Nate digoda dan godaan itu tahan sampai seminggu. Hal itu membuatnya cukup trauma untuk berkepang dua lagi.

"Iya, satu kelas ngakak waktu Itu !" tambah Absyar antusias kemudian dibalas sebuah toyoran dari Nate. Cewek itu menarik kacamata Absyar saat cowok itu tak henti-henti menggodanya. Absyar yang matanya sudah minus hanya bisa berkedip-kedip. Di sebelahnya, Nate ketawa jahat dengan kacamata Absyar di genggaman.

Mika tersenyum melihat tingkah kedua temannya. Ini kali pertama mereka berkumpul kembali semenjak empat tahun yang lalu. "Gue kangen kalian." ujarnya spontan, menghentikan kedua manusia di depannya yang sedang bertelingkah.

Nate sudah duluan bergidik ngeri ketika Mika mengucapkannya. Berbeda dengan Absyar yang sudah mendapatkan kacamatanya kembali. Dia tersenyum tipis mendengar kata-kata sahabatnya.

Mika menyadari sesuatu. Ditolehkan wajahnya ke arah jam 10. Seseorang menatap mereka dari sudut kelas. Tatapannya ke arah mereka tetapi Mika tahu. Pikirannya sudah hinggap di tempat lain.

"Yo, Del."

Adelia gelagapan. Buku latihan soal hampir terlepas dari tangannya. Dia mengembalikan pandangan ke Mika. Ditariknya senyum walaupun terkesan kaku.

"Yo, Mik." sahutnya sambil mengangkat tangan. Dengan gerakan lambat dia melangkah mundur ke arah pintu di baliknya. "Gue... uh, duluan."

Jidat Mika berkerut. Ingin dia bertanya berbagai hal kepada Adelia. Sudah disiapkan setumpuk pertanyaan untuk Adelia. Tetapi tak ada satu pun yang bisa ditanyakan. Ada yang salah dengan cewek itu.

...

Adelia menyeruput kuah bakso yang menghitam akibat kecap berlebihan. Bihun di mangkuknya sudah lesap. Yang tinggal hanyalah dua pentol bakso yang masih terapung. Menunggu untuk dilahap. Nate yang sejak tadi memerhatikan mangkuk itu sehingga menjadi gerah.

"Gue ambil ya baksonya. Lo kan ngga mau ?" Nate menjulurkan garpunya ke mangkuk Adelia. Cepat-cepat ditepis Adelia memakai garpu.

"Enak aja. Gue sengaja ninggalin biar makanan paling lezat di akhir." seru Adelia sambil mengaduk-aduk kuah bakso. Wajah bersemangat Nate diganti dengan wajah cemberut. Dengan air muka yang keruh cewek itu hanya menopang dagu. Memperhatikan bola-bola bakso itu yang seakan memanggil-manggil.

Tiba-tiba Adelia bangkit. "Tet, lo ambil aja baksonya. Gue... duluan."

Nate tersenyum cerah. Dia mulai menusukkan garpunya ke bakso tanpa menghiraukan Adelia yang berlalu pergi. Melewati suasana kantin yang sesak. Melewati Mika yang baru saja mengangkat tangan untuk menyapanya.

Cowok itu terkaku di samping meja. Nate ingin menyapa Mika tetapi mulutnya sedang sibuk mengunyah bakso yang diberikan Adelia. Mika mendudukkan diri di bangku berhadapan dengan Nate.

"Kok dia buru-buru ?" tanya Mika yang tidak dijawab langsung Nate karena sedang menghabiskan kunyahannya. Cewek itu menelan makanannya sampai tandas sebelum menghembuskan nafas lega.

"Hehe, sori," ucap Nate cengengesan. Mika tidak menggubris kata-kata Nate membuat cewek itu cepat-cepat melanjutkan,"Gue juga nggak tau. Paling belajar sama Fathir."

"Fathir ?" tanya Mika menyelidik. Nama itu terus menggerakkan Mika. Yang jelas Fathir itu bukan seorang cewek.

"Iya, Fathir. Itu, anak baru yang mukanya songong minta ditabok."

"Kok dia belajar sama Adel ?"

"Disuruh sama Bu Kar. Nilai si Adel kan kacau."

"Kok si Adel sama Fathir mau aja belajar bersama ?"

Nate mengangkat bahu. Tidak tahu. Mika kembali bersandar pada bangku. Wajahnya berganti serius. Tak mungkin Adelia meninggalkannya hanya semata cowok Fath-entah apa itu. Dan dia belum bicara dengannya lebih dari dua kata.

"Kayaknya banyak yang gue terlepas." gumam Mika sembari mendesah.

"Kok tumben lo nanyain Adel ?"

Mika menggaruk belakang lehernya. "Uh.. gue kangen ngobrol sama Adel." sebuah alasan yang terdengar hampir tidak masuk akal karena itu murni idenya.

Nate terdiam. Dia menopang dagunya. Tak terlalu peduli pada alasan Mika. Andai saja dia sedikit prihatin akan perubahan itu.

"Natet, gue mau ke kelas dulu." ucap Mika. Dia harus menyelesaikan hal ini sekarang atau tidak akan pernah. Mereka harus bicara. Titik.

"Yah, gue sendiri dong." protes Nate. Cewek itu tidak suka ke kelas pada waktu istirahat. Ditambah lagi teman seperjuangannya yang lebih sering diculik Fathir dari menemaninya istirahat.

Mika mencari ke kelas. Berharap menemukan sekelibat cewek itu di antara orang-orang yang sedang menikmati makanan secara ilegal. Nihil.

Dilangkahkan kakinya ke lantai atas, tepatnya perpus. Walaupun sudah mengelilingi hampir 3 kali, mengecek setiap rak genre buku, tak ditemukannya sosok itu. Mika jadi curiga kalau selama ini Adelia diam-diam mengikutinya sehingga dia tidak bisa menemukan sosoknya.

Mika menduduki tangga perpus. Mencoba menetralkan napasnya yang tak keruan. Dan di situlah dia melihat cewek itu. Berdiri kaku sambil menatapnya. Lagi-lagi ekspresi mata kosong itu yang menerawang jauh di dunia tak kasat mata.

Mika menggenggam erat lengan Adelia. Supaya dia tidak lari lagi. "Kita harus bicara."

Seolah ada aliran haba yang mengalir dari genggaman hangat Mika ke tangan dingin milik Adelia, menggerakkan langkah cewek itu mengikuti cowok di depannya.

Mika menariknya ke taman sekolah. Tempat yang biasanya akan dipenuhi anak - anak KIR atau klub tanaman tetapi tidak pada waktu istirahat. Mika dan Adelia berdiri di bawah pohon besar. Bayangan pohon raksasa yang sesekali bernyanyi menenggelamkan mereka dalam kelam dan pahit.

Hening bermaharajalela. Tak ada yang saling menatap karena keduanya memfokuskan pandangan pada bunga matahari yang tertanam di depan. Mika mendesah pelan. Dia harus menghentikan keheningan yang telah berlanjut selama 1 menit ini. Apa susahnya bicara pada cewek di sebelahnya ini ? Lagipula mereka sudah berteman hampir 6 tahun ?

"Del." Mika menatap Adelia. Yang membuatnya hampir terlompat adalah saat cewek itu membalas tatapannya. Mika menelan ludah sebelum melanjutkan kata-katanya. "Kenapa lo ngehindarin gue ?"

"Nggak ! K-kapan gue ngehindarin lo ?" ujar Adelia sambil tersenyum. Dan lagi-lagi senyum itu yang ditampilkannya. Senyum yang mengembalikan sekaligus menelan seluruh keberanian Mika. Mika menghembuskan nafasnya. Ini bukan jawaban yang diharapkannya.

"Apa..." Mika menjeda pertanyaannya. Pandangannya tidak lagi pada Adelia. "Gue masih punya peluang ?" tanyanya dengan nada datar.

Jantung Adelia berdetak kencang. Bukan, bukan seperti waktu itu. Tetapi debaran yang terasa asing, dingin, dan membeku. Adelia menatap Mika yang sekarang membisu tanpa kata. Yang ditemukannya hanya sirat kekecewaan.

Author's Note

Hai !

Ada yang udah bisa menebak sejarah mereka ? Semoga feelnya nyampeee

Maaf kelamaan apdet :3 minggu kemarin UTS bertebaran. Apalagi aku sebagai kelas IX, try out juga dimana-mana -,-

Makasih udah baca, vote, dan comment !


Miss Idiot & Mr. Newton [hiatus]Where stories live. Discover now