Chapter 3. Ruang Tunggu

Start from the beginning
                                        

Dewa meneguk teh manis hangatnya sampai habis, menunggu rasa gula dan rasa teh meresap pelan ke tenggorokannya. Sesaat kemudian, ia bersandar di kursi, mengeluarkan sebungkus rokok berwarna hijau tua dari kantong jaketnya—rokok kretek murahan seharga 12 ribu yang biasa ia beli di warung yang terletak 3 petak rumah dari kontrakannya. Dengan kebiasaan lama yang sudah terlatih otomatis, ia mengeluarkan sebatang, memelintir batangnya agar tidak terlalu padat, lalu menyelipkannya di bibir. Namun saat dirinya hendak menyalakan korek, ponselnya bergetar di saku celananya. Ia ambil dan nama 'Mbak Rina Manajer' muncul di layar. Buru-buru ia menggeser tombol hijaunya.

"Mas Dewa, sori ya ganggu," suara Rina terdengar cepat di sebrang. "Aku ada Zoom meeting dadakan, jadi tolong temenin Shea dulu. Biar dia nggak sendirian."

"Ohh... iya siap, Mbak. Saya langsung ke sana," jawab Dewa singkat dan panggilan langsung dimatikan segera. Rokoknya yang belum sempat dinyalakan, ia masukkan ke dalam bungkusnya kembali lalu ke dalam saku jaketnya.

Dewa berdiri, membayar pesanannya, lalu bergegas keluar dari warung dan berjalan cepat kembali masuk ke area hotel. Ia menenteng kartu Crew Pass di tangan dan menuju pintu dimana tempat kru berlalu-lalang, pintu yang tadi dilalui Shea dan Rina. Begitu sampai di dalam, 2 orang kru keamanan langsung menghentikannya.

"Mas dari mana?" tanya salah satunya dengan nada curiga. "Kru baru? Kok baru masuk?"

"Bukan, Mas. Saya sopirnya Mbak Shea. Saya diminta Mbak Rina buat ke tempat Mbak Shea," kata Dewa sembari menunjukkan Crew Pass yang tadi diberikan oleh Rina.

Namun kedua kru keamanan itu masih tampak ragu karena Dewa adalah wajah baru. Satu di antaranya sempat menatap kartu itu lama lalu menimbangnya lagi.

"Bukannya sopir Shea itu kumisan udah agak tua?"

"Saya sopir freelance, Mas. Karna sopir yang biasanya lagi cuti."

"Maaf, Mas, tapi bulan lalu juga ada yang ngaku-ngaku jadi sopirnya Shea padahal penggemar fanatik."

Dewa menghela napas kecil, berusaha sabar. Ia tidak tau harus bersikap seperti apa, menjelaskannya pun rasanya mustahil dipercaya oleh 2 kru keamanan yang melakukan pekerjaannya dengan baik ini.

Syukurlah Rina muncul dengan wajah menunjukkan ekspresi buru-buru.

"Mas Dewa!" panggil Rina lega dan menghampirinya dengan sedikit berlari. "Maaf ya, Mas, aku yang suruh masuk. Dia sopirnya Shea kok," katanya cepat kepada 2 kru keamanan sambil menarik lengan Dewa.

Kedua kru keamanan itu langsung mengangguk dan memberi jalan. Dewa sempat mengangguk balik dengan sopan ke mereka sebelum mengikuti langkah Rina yang berjalan cepat di depan sembari menyeret lengannya.

"Maaf ya, Mas, jadi ngerepotin. Aku ada zoom meeting dadakan dan ini penting banget, dari pihak sponsor luar negeri. Nggak tau bakalan berapa lama. Nanti kalo Shea udah kelar, kabarin aku aja," ucap Rina setengah berbisik dan akhirnya melepaskan lengan Dewa.

Mereka berhenti di depan pintu dengan kertas yang menempel bertuliskan 'Talent Room - YANG TIDAK BERKEPENTINGAN, DILARANG MASUK!', Rina langsung mendorongnya perlahan. Di dalam ruangan ada Shea yang sibuk dengan ponselnya dan 2 kru rias. Ruangan ini sudah disulap menjadi waiting room sementara; meja panjang dipenuhi alat riasan wajah dan rambut sementara aroma floral lembut memenuhi udara. Jangan lupakan di sisi lain ada meja besar dengan beberapa kotak yang sepertinya berisi makanan dan beberapa mangkok berisi buah-buahan potong segar yang ditutup plastik wrap.

Di depan meja panjang, Shea duduk di kursi rias baru saja selesai didandani. Riasannya kini tampak lebih tegas daripada saat keluar rumah tadi—foundation-nya lebih matte, lipstiknya merah muda glossy, dan eyeliner-nya rapi sekali menajam di sudut mata. Rambutnya ditata lebih badai, bergelombang cantik, dan mengkilap seperti iklan sampo. Ia juga sudah berganti pakaian, mengenakan rok pendek di atas lutut dengan blouse senada warna pastel, dilengkapi bando tipis di kepalnya yang membuat tampilannya terlihat manis tapi tetap berkelas.

Not in the ScriptWhere stories live. Discover now