Welcome to Ganeswara Family! (Second Series). Keluarga biasa yang diisi lima bersaudara yang nggak ada biasa-biasanya. Kalau nggak bikin gebrakan, bukan Ganeswara namanya.
Drucilla sadar kalau dia sudah terpesona dengan teman satu kelasnya saat pert...
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Happy reading…
***
”Aku mau ke rumah sakit…, besok.” Indra yang sedang menyetel keyboard nya terdiam. Dia menoleh menatap Drucilla yang sedang duduk manis di sofa sambil memainkan tabletnya.
”Ke rumah sakit? Ngapain? Ada yang sakit?”
Drucilla menghela nafas. Dia sudah menimbang-nimbang sejak tadi apakah dia akan memberitahu Indra atau tidak. Tapi sepertinya kalau dia mau meminta izin dari suaminya, tidak mungkin dia tidak bilang alasannya kenapa kan.
”Sera sudah melahirkan tadi. Besok aku sama Hara mau jenguk ke rumah sakit. Sekalian mau beliin kado buat bayinya. Kamu mau ikut?”
Tidak ada nada tidak menyenangkan ketika Drucilla menawarkan Indra untuk ikut. Drucilla tidak keberatan kalau Indra memang ingin ikut sekalipun. Bagaimanapun juga mereka saling mengenal. Dan Indra sedekat itu dengan Serafina.
”Kamu sama Hara saja. Aku mau fokus untuk audisi,” Jawab Indra. “Titip salam saja untuk Sera dan suaminya.” Lanjut Indra lagi. Lelaki itu kembali sibuk dengan keyboard nya.
Drucilla mengerti, mungkin Indra akan merasa sangat canggung kalau ikut dan hadir disana. Melupakan perasaan cinta itu tidak mudah. Lalu apakah Drucilla cemburu? Bohong kalau dia bilang tidak cemburu. Sedikit. Tapi bukan cemburu yang membabi buta.
Drucilla cukup sadar kalau Indra dan Serafina tidak akan bisa bersama. Mau bagaimanapun mereka akan tetap dengan pilihan dan jalan hidup mereka masing-masing. Cemburunya Drucilla hanya sebuah kesia-siaan. Tidak akan mendatangkan keuntungan apa-apa.
”Oke kalau gitu. Tapi besok aku agak lama ya. Soalnya habis makan siang baru kesana. Paginya mau keliling cari kado. Sorenya ya paling makan sama Hara sih. Besok kamu mau aku masakin apa nggak?”
”Gak usah, aku beli aja besok.”
”Oke…, terus kamu tumben setting keyboard lagi. Nggak berniat audisi pakai keyboard kan?” cukup lama alat musik besar itu Indra diamkan. Hanya memakan tempat di kontrakan mereka.
”Pakai gitar aja, cuma mau aransemen lagunya pakai keyboard. Lebih enak aja. Kamu balik ke kamar aja, biar aku di ruang tamu. Kalau kita ngumpul disini yang ada sempit. Panas juga kan.”
”Mending kamu pasangnya di kamar. Jadi nggak perlu kursi lagi. Duduk di tempat tidur aja. Aku nggak bakalan terganggu kok kalau dengerin kamu nyanyi. Asal kamu jangan nyanyi jam satu pagi aja.”
“Aku kan sekalian latihan. Kalau lagi mood jam dua pagi ya nyanyi lah jam dua pagi.”
“Gila! Itu sih di ruang tamu juga kedengaran Iin… Yang ada kita di protes tetangga nanti. Kamu tau kan kalau dinding kita nggak kedap suara banget. Kalau main alat musik ya tetap aja kedengaran.”
”Tapi kan kalau kamu lagi tidur jadinya gak begitu kedengaran di kamar.”
”Sama aja In… Kamu cobain sendiri aja kalau nggak percaya. Tetap kedengaran. Lagian kamu ngapain sih, nyanyi kok jam segitu. Bikin takut yang ada. Udah kayak mau bawa lagu persembahan buat pesugihan aja.”