Part 10

278 50 20
                                        

Cerita ini hanya fiktif belaka.

.
.

WARNING: 18++
.
.

Jimin hampir tak mempercayai penglihatannya ketika melihat Mira memasuki Maxim Casino. Ia mengikuti pergerakan wanita itu dengan ekor matanya, tak peduli lagi dengan percakapan yang sedang berlangsung diantara Gwen, Seokjin, dan juga Roderick Maximillan.

Ia yakin jika ia telah salah lihat. Namun ketika nama Mira dipanggil dengan lantang dan wanita bergaun hitam itu tersenyum menyapa, Jimin yakin penglihatannya benar.

Mira yang ia kenal selama di Meksiko ternyata benar-benar ada di Amerika, bahkan di Las Vegas. Tempat perjudian yang Jimin kenal dengan baik.

Pemilik Maxim Casino adalah Frederick Maximillan, kakek Rod yang merupakan sahabat dekat keluarga Bloodstone. Karena Jimin juga dekat dengan keluarga Bloodstone, secara otomatis Maximillan juga menganggapnya sebagai keluarga. Apalagi Rod dulunya adalah anggota Red Blood juga, sebelum memutuskan untuk berhenti.

Jimin mengerutkan kening tidak suka melihat seperti apa pria yang kini tengah memeluk Mira dengan mesra tersebut. Tipe pria bajingan dan ia sedikit kesal, kenapa Mira masih saja mau meladeni para pria-pria seperti itu. Bukankah Jimin sudah memintanya untuk berhenti dari praktek prostitusi? Tapi kenapa Mira masih saja bisa bersikap mesra dengan pria macam ini.

Tanpa sadar ia mulai mengikuti Mira bahkan mendengar percakapan wanita itu dengan pria yang sepertinya jauh lebih tua dari Mira. Dari jarak pandang Jimin, ia merasa bahwa Mira tak menyukai apa yang pria itu lakukan. Mengusap kulit tangannya dengan berlebihan, bahkan merangkulnya kelewat erat. Mira juga menolak bermain poker, tapi pria itu memaksa. Dan Jimin tidak suka melihat perempuan dipaksa begitu saja. Sebab itulah ia bergabung dengan mereka dan bermain poker bersama. Untuk mengawasi pergerakan Mira dan juga pria brengsek yang nanti akan Jimin tahu namanya.

Maxim Casino cukup ketat dalam melakukan bisnis. Dan siapapun yang masuk ke dalam sini haruslah menunjukkan identitas asli mereka. Dan sudah pasti identitas asli pria ini kini disimpan dengan rapat oleh pegawai Maxim.

Dan benar saja, begitu suasana memanas Jimin mendapat nama pria itu, nama yang tidak begitu penting baginya sehingga yang ia lakukan berikutnya adalah memastikan bahwa Mira aman. Jimin tak tahu apa yang terjadi, padahal ia baru dua kali bertemu Mira dengan pertemuan yang bisa dibilang cukup seru sebagai sekedar bertemu. Tahu-tahu saja ia peduli pada teman Vander itu.

Atau mungkin Jimin ingin melindunginya karena dibalik profesinya sebagai pelacur, Mira ternyata adalah seorang mata-mata. Entahlah. Yang jelas ia ingin memastikan Mira aman selama dalam jangkauannya.

Dan ketika wanita itu berpamitan ingin kembali ke kamar bahkan sebelum makan malam mereka selesai, Jimin merasa perlu mengikutinya. Sebab keadaan Mira terlihat tidak baik-baik saja. Jimin tidak tahu bahwa hal itu ternyata akan membawanya pada satu perubahan besar yang tidak ia duga.

Sejak kematian Olivia, Jimin memang tidak pernah menjalin hubungan serius dengan wanita lagi. Terlalu sibuk, dan terlalu menganggap dirinya tidak penting dengan itu semua.

Lalu bagaimana Jimin mengatasi keinginannya sebagai laki-laki normal? Syukurlah Jimin masih bisa mengalihkannya dengan hal-hal positif seperti berlatih, menembak, hiking dan lain sebagainya yang bisa menunjang performanya sebagai agen lapangan Red Blood. Namun tak bisa Jimin pungkiri jika ia terkadang membutuhkan sentuhan wanita. Dalam hal ini Jimin sering menyalurkannya pada pelacur yang ia temui saat bertugas. Entah di Meksiko atau dimana pun ia ditempatkan asal bukan Amerika. Jimin terasa berkhianat jika ia melakukannya di Amerika, padahal ia sedang tak menjalin hubungan apapun.

Dan bukannya puas karena hasratnya akhirnya tersalurkan, kebanyakan dari itu semua malah membuat Jimin semakin kesal dan lagi-lagi harus melakukan aktivitas ekstrem untuk meredakan kemarahannya.

SAVEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora