Cerita ini hanya fiktif belaka.
.
.
Tak perlu orang pintar untuk tahu bahwa Livia sangat tertarik padanya. Namun entah mengapa ada sesuatu dalam diri wanita itu yang membuat Vander sebaiknya harus menjauh.
Jadi dibanding melakukan serangan langsung yang biasa ia lakukan pada wanita-wanita lain, Vander justru beramah tamah dengan Livia.
Saat wanita itu menyebut alamat tempat tinggalnya, obrolan lain pun mulai mengalun. Dan entah sengaja atau tidak, Livia mengatakan bahwa ia berasal dari negara Norden. Satu kata yang akhirnya membuat Vander menatap lama pada wanita itu.
Norden?
Negara dimana Irene juga berasal?
Dan siapa tadi namanya?
Livia? Bukankah....
Jika Vander tidak salah ingat, salah satu keturunan ratu Suzanne juga bernama Livia. Berbeda dengan dua kakaknya yang mendapat gelar kebangsawanan, Livia si putri bungsu jarang tersorot publik dan katanya sedang menempuh pendidikan di luar negeri. Sudah pasti Livia yang baru saja Vander temui adalah Livia si putri bungsu.
Rasa tertarik Vander pada Livia sudah berubah saat itu. Bukan lagi karena Livia adalah wanita yang cantik, melainkan karena Livia adalah anak tiri dari ayah Irene. Itu saja. Dan ada tujuan lain Vander mencoba mendekati Livia siang itu.
Tidak lain dan tidak bukan karena kepentingan Los Vagos. Jadi ketika Livia mengulurkan tangan untuk menggodanya, Vander menyambutnya setelah berpikir panjang. Termasuk berhubungan seks dengannya.
Seks yang lumayan nikmat. Namun tak membuat Vander puas. Pria itu justru merasa gelisah dan ingin marah. Dan yang lebih menyebalkan adalah, ia malah mengingat Irene disaat-saat seperti ini.
Sialan.
Apa karena ia tidur dengan saudara Irene?
Harusnya Vander tidak berlaku demikian bukan. Tapi bukankah Vander Bloodstone memang brengsek?
Saking brengseknya ia meninggalkan Livia tanpa menunggu pagi menjelang. Ia langsung terbang ke Meksiko untuk mencari tahu sesuatu yang sedang Joachim selidiki. Dan Vander pun datang dengan wajah super masam yang pernah ia miliki.
"Masam sekali. Apa kau belum bercinta?"
Joachim menoleh dan melontarkan kalimat tadi pada wajah masam Vander.
"Sudah." Jawab Vander dengan singkat. Berjalan menuju rak minuman keras koleksi pria tua itu.
"Sepertinya tidak memuaskan." Joachim menyeringai lalu berbalik melanjutkan kegiatannya sebelum Vander datang tadi. Yaitu memilah kertas.
"Kau bilang kita perlu akses ke Norden." Kata Vander tiba-tiba.
Alasan inilah yang membuat Vander mau menyambut pendekatan Livia padanya. Karena Joachim menanyakan apakah ia bisa keluar masuk Norden dengan mudah.
Meski terbilang negara kecil, setiap orang yang keluar masuk negara tersebut selalu dicatat dengan sempurna. Birokrasinya cukup ketat. Dan jika ada sesuatu yang ilegal disana, sudah pasti ada jajaran pemerintah yang bekerja sama.
Joachim menanyakan hal ini pada Vander bukan karena Vander dekat dengan Irene yang notabene adalah keturunan kerajaan tersebut. Melainkan karena Vander mengenal Ariya Morgan. Yang setelah mereka selidiki ternyata memiliki keluarga yang duduk di kursi menteri.
Vander sempat memberi ancaman pada Ariya jika sampai berulah dan melukai Irene. Karena itu gerak-gerik Ariya terus ia awasi selama ini. Begitu juga dengan Joachim yang ikut membantu. Karena menurut Joachim kehidupan Vander dan Irene sangat menyenangkan untuk dilihat. Ia yang biasanya tidak mau ikut campur urusan orang lain, terpaksa menjilat ludah sendiri setelah melihat Irene secara langsung tujuh tahun silam.
Aura kebangsawanan wanita itu terlihat sangat kental dan terasa, berpadu dengan otak cemerlang dan sikap tenangnya. Benar-benar kombinasi yang sangat mematikan. Jika Joachim masih muda, Joachim sudah pasti akan mengejar wanita seperti Irene. Tak peduli jika wanita itu bisa sangat membahayakan nyawanya.
YOU ARE READING
SAVE
RomanceIrene dan Vander itu seperti anjing dan kucing yang tidak bisa akur. Irene yang serius dan lurus harus berhadapan dengan Vander yang mesum dan semaunya sendiri. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tapi ada kalanya mereka juga bisa bekerja sama dan...
