Irene dan Vander itu seperti anjing dan kucing yang tidak bisa akur. Irene yang serius dan lurus harus berhadapan dengan Vander yang mesum dan semaunya sendiri.
Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tapi ada kalanya mereka juga bisa bekerja sama dan...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Livia Inggrid Felippa, adalah anak ketiga dari raja Gustav dan ratu Suzanne. Memutuskan untuk kuliah di luar negeri setelah adik laki-laki yang telah lama ditunggu-tunggu tersebut lahir ke dunia sepuluh tahun yang lalu. Dan sejak itu keberadaan Livi seolah dilupakan.
Hanya sedikit orang Amerika yang tahu jika ia adalah keturunan raja Norden. Livi tak peduli dengan itu, karena selama tinggal disini ia sangat bahagia. Livi bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu tercekik dengan peraturan dan sopan santun istana yang amat sangat mengikat.
Kedua kakaknya, Annika dan Clarissa telah menikah dan hidup bahagia di Norden. Ratu Suzanne pun berharap demikian pada hidup Livia, dijodohkan dengan ini dan itu, bahkan para pria itu terkadang datang ke Amerika untuk melakukan pendekatan, namun semua selalu pulang dengan tangan kosong. Livi hanya merasa bahwa ia belum siap untuk menikah dan melepas kebebasannya ini dengan kehidupan bangsawan yang selalu membuatnya muak.
Kuliah dalam jurusan bisnis dengan nilai yang memuaskan dan akhirnya bekerja di bidang periklanan membuat Livi sudah merasa cukup. Tak terlalu memusingkan bahwa ia belum memiliki gelar kebangsawanan sama sekali, dan semua karena ia dikenal memberontak sejak ia kecil. Sekali lagi Livi sama sekali tidak peduli.
"Aku tak tahu apa yang bisa ku lakukan tanpa bantuan mu Livi."
Suara manja itu membuat Livi menoleh dan tersenyum mendapati Kamala sedang mendekatinya sambil mengetik balasan pesan melalui ponsel pintarnya. Bibir wanita itu akan maju beberapa senti saat tengah serius seperti ini.
"Apa yang kulakukan sudah semestinya miss Bones." Ujar Livi semanis mungkin pada keponakan bosnya tersebut.
"Tapi kau membuat pameran ku seramai sekarang. Lihatlah... Ada lebih dari sepuluh orang yang melihat lukisan koleksi ku, dan semua karena kau mempromosikannya dengan sangat baik."
Livia tersenyum manis menanggapi pujian tersebut. Dan menyadari jika Kamala tengah gelisah membenahi penampilannya.
"Apa aku cantik?" Tanya Kamala menatap salah satu cermin antik yang dipajang disana.
"Anda sangat cantik." Puji Livi tanpa melebih-lebihkan.
"Bagaimana dengan gaun ku?"
"Perfect." Ucap Livi lagi, mendesah iri melihat rambut kecoklatan milik Kamala yang menggantung indah disekitar bahunya.
Kedua kakaknya memiliki warna rambut ini, berbeda dengan Livia yang warna rambutnya sedikit terang, hampir ke pirang dibanding mereka semua. Tapi Livia tak terlalu ambil pusing, sebab raja Gustav dan ibunya memiliki warna rambut yang sama. Berbeda dengan Annika dan Clarissa.
Dulu istana sempat dibuat keruh karena ada yang mengatakan jika Annika dan Clarissa bukanlah anak kandung raja Gustav. Karena itu perlu waktu lama bagi raja Gustav untuk menetapkan siapa yang akan mewarisi tahta kerajaan Norden selanjutnya. Sampai pangeran Hugo hadir dan mematahkan semua berita tak berdasar tersebut.