Part 3

212 57 25
                                        

Cerita ini hanya fiktif belaka.

.
.

"Vander?!"

Seruan bernada ragu-ragu itu membuat Vander menoleh, dan mencoba tersenyum hangat kala Livia mengintip keberadaannya dengan gelisah.

Vander membuang puntung rokoknya, berdiri bertelanjang dada memasuki apartemen Livia yang sedikit temaram karena hari memang sudah malam.

Petang tadi Livia tiba-tiba menghubunginya dan meminta untuk bertemu. Terlihat gelisah, ketakutan, serta panik. Ingin ditenangkan oleh Vander, karena itu Vander menemuinya. Dan entah bagaimana, mereka justru berakhir di apartemen Livia. Sudah pasti apa yang mereka lakukan disana bukanlah satu hal yang baik, melihat bagaimana kondisi dan penampilan Vander serta Livia saat ini.
Meski mengenakan celana panjangnya, namun Vander tak memakai atasannya lagi.

Atau bagaimana Livia terlihat amat seksi dengan rambutnya yang berantakan, kulit bahu terbuka karena ia hanya menutup tubuh telanjang itu dengan sehelai selimutnya saja.

Wanita itu panik ketika ia bangun Vander tak ada disisinya. Mencoba mencari Vander di dalam apartemennya yang luas dan menemukan pria itu sedang merokok di balkon apartemennya.

Livia mendesah lega karena hal itu, namun sedikit takut untuk mendekati Vander.

Sebab ekspresi Vander saat sedang menghisap batang rokok tadi terlihat sangat berbeda. Begitu serius, tajam, dan berbahaya, seolah ia sedang memikirkan bagaimana caranya menghancurkan dunia. Karena itu Livi memanggil namanya dengan ragu-ragu.

Namun karena Vander tersenyum menyambutnya, hingga berdiri mendekatinya Livi melupakan sosok Vander yang tadi. Kembali menyentuh tubuh pria itu dan memeluknya. Menyukai bagaimana tubuh mereka saling melekat saat ini.

Livi tahu Vander memiliki banyak wanita disekitarnya selama ini, dan Livi senang menjadi salah satunya. Ia sedikit takut permainannya diatas ranjang tadi tak memuaskan Vander hingga membuat pria itu pergi tanpa pamit. Dan saat menemukan Vander masih berada di dalam apartemennya, Livi amat sangat senang.

"Kenapa kau bangun?" Tanya Vander merangkul Livi kembali masuk ke dalam kamar wanita itu.

"Aku mencari mu. Ku pikir kau pergi." Jawab Livia terdengar manja dan sendu.

"Belum. Mungkin sebentar lagi. Dan pasti aku akan membangunkan mu."
Ucapan Vander membuat Livi menghentikan langkahnya dan menoleh pada pria itu dengan tatapan tidak rela.

"Sebentar lagi kau mau pergi?"

"Aku ada pekerjaan Livia. Dan besok pagi aku sudah harus ada di DC."

"Berapa lama?" Rengek Livia mendekap tubuh Vander, tidak suka jika harus berjauhan dengan pria yang baru saja memberinya kenikmatan tersebut.

Harus Livi akui, dibanding beberapa pria yang pernah tidur dengannya selama ini, Vander berada di level berbeda. Bukan hanya karena ukurannya. Tapi juga karena sikap pria itu yang lebih dulu memberinya kesempatan untuk mencapai klimaks lebih dulu darinya.

Sebelumnya, teman-teman kencan Livia mungkin memang memuaskannya juga. Tapi dibanding memuaskan Livi lebih dulu, mereka lebih suka memuaskan diri mereka baru kemudian meladeni nafsu Livi. Sebab itu Livi merasa takut jika Vander tidak menyukai permainan mereka tadi, mengingat Livi lah yang berulang kali mencapai klimaks dibanding Vander.

"Dua atau tiga hari." Jawab Vander terdengar tidak yakin.

Dan Livi semakin merajuk, "Lama sekali." Hingga membuat Vander tertawa.

Tawa yang tak mencapai matanya.

"Itu hanya sebentar. Biasanya aku bisa pergi selama satu sampai dua Minggu."

SAVEWhere stories live. Discover now