Arya mengangguk, kemudian menghentikan satu orang tim waitress yang lewat di depannya. Tangannya mengambil sepiring kecil yang berisi canape buah, lalu meminta waitress itu melanjutkan pekerjaannya setelah mengucapkan terima kasih.
"Makan dulu," ucapnya sambil mengangsurkan piring canape itu pada Nala.
Nala mengangkat alisnya tinggi. "Gue masih kerja, Ar."
Arya berdecak kesal. "Dikit doang. Ini kan kecil. Sekali hap juga langsung masuk perut."
Tapi Nala menggeleng pelan. Tidak etis rasanya, di saat timnya yang lain masih bekerja mondar-mandir, dia malah mencuri kesempatan untuk melahap sepotong canape buah. "Ntar aja."
"Mau makan sendiri, atau gue suapin?" Suara Arya terdengar lagi. Kini suaranya terdengar sedikit mengancam. Tangannya sudah mengangkat sepotong canape dengan potongan stroberi di atasnya.
Nala mendelik kaget, lalu menoleh panik ke sekitarnya. Takut orang-orang di sana salah paham jika mendengar omongan Arya barusan. Tapi untungnya di sana sudah sepi, karena tim katering sedang sibuk mengatur makanan di halaman belakang. Hanya tersisa beberapa orang yang memang bertanggung jawab di balik layar.
Matanya melirik ke arah canape yang tersaji di depan matanya, dengan tangan Arya sebagai perantara. Pria itu bahkan sampai membuka mulut, seperti sedang memberikan gesture perintah agar Nala juga melakukan hal yang sama dengannya.
Untungnya Nala masih cukup waras, jadi dia menerima sodoran canape itu dengan tangan, dan langsung memasukkan makanan itu ke mulutnya sendiri. Tidak perlu sampai ada adegan suap-suapan segala.
Arya benar. Tidak butuh usaha besar untuk bisa menikmati canape ini. Potongannya yang kecil seperti sudah diatur agar bisa dimakan hanya dengan sekali suapan. Sehingga memudahkan para tamu.
Melihat Nala memakan canape itu dengan lahap, Arya langsung tersenyum sumringah. Dia menyodorkan potongan kedua dan langsung diterima Nala tanpa banyak drama seperti potongan pertama tadi. Senyumnya seperti ibu-ibu yang bahagia melihat anaknya makan dengan lahap setelah melewati fase GTM*.
"Minum?" Tangan Arya menyodorkan segelas infused water untuk Nala.
Alis Nala berkerut. Bingung sendiri, kapan Arya mengambil gelas berisi air ini, karena seingatnya pria itu terus ada di sampingnya sejak tadi.
"Kapan lo ngambilnya?" Tanya Nala penasaran.
Tapi Arya malah mengangkat bahunya santai. "Minta tolong ambilin sama Mas-Mas yang tadi." Jawaban ringan yang justru membuat Nala terbatuk-batuk. "Pelan-pelan, La. Gue tungguin kok, sampe lo kelar minum. Nggak usah buru-buru."
Sial!
Nala jadi salah tingkah sendiri, kan. Dilema mau menghabiskan airnya dengan cepat, atau justru lebih baik diperlambat saja? Biar Arya lebih lama lagi di sini.
Tapi sebelum pikiran ngaconya itu terealisasi, ponsel Arya tiba-tiba berbunyi dari dalam saku jasnya.
"La, gue harus balik ke belakang lagi kayaknya. Dicariin Baskara," ucap Arya usai menerima panggilan telepon yang ternyata dari kakak sulungnya.
"Iya, balik aja, Ar. Lagian lo ngapain juga lama-lama di sini. Lo kan yang punya acara, bukan tim EO." Nala menjawab sambil diam-diam menghembuskan napas lega.
Arya menyugar rambutnya yang sudah ditata rapi sejak pagi. Membuat sisiran rambutnya agak sedikit berantakan, dengan helaiannya yang jatuh tidak beraturan di dahi.
"Gue kan @cuma mastiin lo nggak lupa makan, nggak lupa minum, sama nggak lupaa..." Kata-kata Arya menggantung tidak selesai.
Nala menunggu beberapa detik. Tapi tidak juga mendengar kelanjutannya. "Sama nggak lupa apa?" Tanyanya pada akhirnya, penasaran.
BẠN ĐANG ĐỌC
JEDA - The Spaces Between
ChickLitApa jadinya jika Arya, yang sedang dalam proses mengobati luka patah hati, bertemu dengan Nala, gadis yang memiliki commitment issue? Lucunya, Nala bekerja di sebuah event organizer yang juga menangani acara pernikahan. Dia mati-matian mewujudkan we...
(It's Not) Fine
Bắt đầu từ đầu
