Siang ini, kantor konsultan arsitektur milik Arya dipenuhi kesibukan seperti biasa. Desain bersih dan rapi memantulkan karakter pemiliknya yang tertata, efisien, dan nyaris steril dari hal-hal yang dianggap tidak perlu. Beberapa staf pria sedang sibuk berdiskusi di depan maket bangunan yang setengah jadi, sementara Arya duduk di balik meja kayu dengan laptop terbuka dan tumpukan blueprint di sampingnya. Terpisahkan oleh dinding kaca dengan meja staffnya yang lain.
Pintu ruangan Arya terbuka begitu saja, tanpa ketukan. Baskara Yudhistira, kakak sulung Arya, masuk dengan langkah santai dan kacamata hitam yang masih melekat di wajahnya. Seolah kantor itu adalah miliknya.
Tanpa basa-basi, Baskara menjatuhkan tubuh di sofa yang terletak di sisi dekat jendela dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.
"Keren juga kantor lo sekarang," gumamnya. Baskara memang tidak sering berkunjung ke kantor adiknya. "Tapi kenapa rasanya kayak masuk ke asrama cowok, ya?"
Arya hanya mendesah, sama sekali tidak berniat menyambut ledekan itu. Tangannya masih sibuk menandai revisi di layar laptop. Staff di kantornya memang semuanya pria. Bahkan receptionist yang berjaga di depan pintu masuk pun laki-laki.
"Serius, Ar. Hire-lah satu-dua karyawan cewek. Atau PA kek. Biar nggak sepanas ini aura kantor lo."
Arya menoleh sekilas. "Padahal kantor gue udah pake AC. Emang hawa lo aja yang panas, Bas."
Baskara tertawa kecil. "Jangan gitu, dong. Lo tahu sendiri kan, gue ketemu istri gue juga karena dulu dia jadi PA gue. Siapa tahu jodoh lo juga yang ngaturin jadwal lo tiap hari."
Arya memutar mata, lalu bersandar. "Lo nikah sama bini lo karena dia satu-satunya yang tahan lo bentakin tiap hari. Nah gue? Mana pernah bentak-bentak cewek?"
"Justru itu!" Baskara menjentikkan jari. "Lo harus manfaatin sifat lemah lembut dan mengayomi wanita lo itu." Lanjutnya, tapi Arya hanya memutar kedua bola matanya dengan malas.
Dari mananya mengayomi? Arya bahkan sampai sekarang masih sering mengutuk dirinya sendiri karena pernah menyakiti hati dua wanita terdekat di dalam hidupnya.
"Udah beberapa kali gue coba rekrut staff cewek. Baru seminggu, pejantan-pejantan itu udah kayak kucing masuk musim kawin. Susah banget nahan birahi. Malah jadi nggak produktif, drama mulu."
Baskara menyeringai, tampak makin menikmati percakapan itu. "Nah, cocok kalo gitu lo hire sekretaris. Mejanya lo taro deh, di dalem ruangan ini. Pasti aman dari gangguan para pejantan tangguh itu." Dagu Baskara menunjuk ke arah staff Arya yang sedang bekerja di luar ruangannya. "Palingan lo yang jadi nggak fokus kerja." Lalu Baskara tertawa sendiri mendengar usulannya ke Arya.
Arya mengangkat alis, tapi tidak membalas. Di antara ledekan dan saran agak-agak out of the box itu, dia tahu kalau kakak tertuanya itu tidak akan pernah kehabisan akal untuk mendorongnya membuka pintu pada hal-hal yang selama ini ia jaga rapat, baik itu soal cinta, atau sekadar menambah warna di antara putih dan abu-abu hidupnya.
"Makin ngaco. Mabok pasal lo, ya?" Ucap Arya, dan langsung dibalas lagi dengan tawa Baskara yang tidak berhenti bergema di ruang kerjanya. "Langsung aja, deh. Mau ngapain ke sini? Gue sibuk."
"Sombong bener, mentang-mentang baru menang award." Baskara ternyata sudah berdiri dari sofa dan berkeliling menikmati isi ruang kerja Arya. Matanya langsung tertarik pada rak yang diisi deretan plakat, piala dan piagam yang didapatkan oleh Arya dan timnya sejak perusahaan mereka berdiri, tiga tahun lalu.
"Oke, serius sekarang," ucap Baskara lagi, setelah puas melihat koleksi penghargaan yang terpajang di ruangan Arya, lalu kembali duduk di sofa.
Dih!
VOUS LISEZ
JEDA - The Spaces Between
ChickLitApa jadinya jika Arya, yang sedang dalam proses mengobati luka patah hati, bertemu dengan Nala, gadis yang memiliki commitment issue? Lucunya, Nala bekerja di sebuah event organizer yang juga menangani acara pernikahan. Dia mati-matian mewujudkan we...
